Management Corporate Transformation Trends zkumparan

Strategi Perinus Agar Makin Eksis di Bisnis Perikanan

Sebelumnya BUMN-BUMN perikanan di Indonesia cenderung jalan di tempat. Dibawah kepemimpinan tim manajemen baru, PT Perikanan Nusantara (Perinus) membuat berbagai terobosan agar semakin eksis.

Sebuah masa lalu yang penuh dengan ironi. Indonesia yang dikenal kaya sumberdaya kelautan dan punya garis pantai salah satu yang terpanjang di dunia ini tidak punya BUMN perikanan yang kuat. Padahal Indonesia memiliki keragaman dan jumlah populasi ikan yang sedemikian besar untuk dibisniskan. Selama ini BUMN-BUMN perikanan cenderung kalah bersaing dengan perusahaan swasta lokal maupun asing yang beroperasi di perairan Indonesia. Alhasil, BUMN-BUMN perikanan kebanyakan hanya sekedar hidup, jau untuk disebut sebagai perusaaan yang berkinerja mengkilap.

Realitas itulah yang tampaknya memicu tim manajemen PT Perikanan Nusantara (Perinus/Persero) untuk bangkit dengan cara merevitalisasi perusahaan. Sejak beberapa tahun terakhir BUMN di bidang perikanan ini berusaha membenahi berbagai sisi operasional bisnisnya agar mamapu keluar problem yang menjeratnya sehingga berkinerja lebih baik. Maklum, BUMN ini memang sempat mengalami kesulitan.

Dengan upaya perbaikan yang dilakukan, perlahan BUMN ini mulai menunjukkan kinerja yang membaik. Tahun 2016 lalu penjualan sudah melampaui Rp 100 miliar dan net profit sudah positif di sekitar Rp 4 miliar. Tahun 2017 juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tahun 2017 diperkirakan omset di kisaran Rp 300 miliar dan net profit Rp 15 miliar.

Perinus memang pernah mengalami potret bisnis yang muram pada masa sebelumnya. Dari sisi keuangan, pada tahun 2006, misalnya, kondisi keuangannya pernah minus Rp 98 miliar. Hingga 2010 perusahaan pelat merah itu dikabarkan sempat hampir mati karena menanggung rugi Rp 222 miliar. Bukan hanya neraca keuangannya yang minus, namun juga sisi operasonal bisnisnya yang jauh dari ekselen. Misalnya, banyak mesin-mesin mangkrak dan alat produksi proses pengolahan ikan yang rusak tidak bisa diutilisasi. “Banyak aset yang dimiliki perusahaan masih belum diberdayakan dan berpotensi untuk dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Bahkan di beberapa lokasi aset perusahaan sudah ditempati dan dikuasai oleh pihak lain,” Dendi Anggi Gumilang, Direktur Utama PT Perikanan Nusantara (Perinus).

Dari sisi SDM, banyak karyawan yang kehilangan motivasi kerja. Harapan-harapan terhadap masa depan yang lebih baik sangat minimal. Mereka asal bekerja dan asal masuk kerja. Demikian juga dari sisi sistem kerja, belum ditata sedemikian rupa sehingga mendukung mereka yang berprestasi. Meritokrasi jauh dari implementasi. Pun dari sisi penempatan orang-orang, masih ala kadarnya. Problem-problem itulah yang dicoba diurai oleh tim manajemen Perinus dalam tiga tahun terakhir, dan terlebih dibawah kepemimpnan Dendi.

Sejatinya upaya untuk membentuk BUMN perikanan yang kuat sudah diinisiasi sejak 2005 ketika itu pemerintah melakukan merger empat BUMN di bidang perikanan. Empat BUMN itu ialah PT Usaha Mina (Persero), PT Tirta Raya Mina (Persero), PT Perikanan Samodra Besar (Persero) dan PT Perikani (Persero). Dari merger tersebut kemudian lahirPT Perikanan Nusantara (Persero) sebaga hasil penggabungan yang nama itu sampai sekarang masih dipertahankan.

Hanya saja, hasil merger tersebut memang tidak serta-merta membuat BUMN tersebut menjadi lebih kuat dan sehat. Seperti sudah disinggung, hingga 2010, Perinus masih menanggung keuagan negatif ratusan miliar. Problematika SDM dan organisasi juga masih menjadi kendala disana-sini. Padahal dari sisi bisnis, sebenarnya portofolio bisnis Perinus sudah cukup beragam. Untuk core business meliputi bisnis pengolahan dan perdagangan ikan, sedangkan yang supporting business seperti penjualan es batu, docking kapal, penyewaan storage, dll.

Namun demikian, cukup menarik, dalam tiga tahun ini manajemen Perinus mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Terlebih semenjak dipimpin tim manajemen baru dibawah CEO Dendi Gumilang. Berbagai upaya pembenahan dilakukan untuk bisa membuat BUMN perikanan ini menjadi lebih sehat dan berkembang. “Peluang bisnis perikanan sedemikian besar sejak era Bu Susi, sayang kalau tidak ada BUMN yang bisa menangkap peluang itu,” katanya.

Bila disimak, dari sederet langkah perbaikan yang dilakukan tim manajemen sekarang, aspek sumber daya manusia memang menjadi fokus garapan pertama. Dendi terlebih dulu ingin membangun soliditas tim dengan menyamakan persepsi dan misi di kalangan karyawan sehingga bisa melangkah seirama. “Saya sebulan sekali mengadakan meeting dengan mereka. Ini juga melibatkan direksi dan komisaris. Kami ingin mengambil hati mereka sehingga mereka mau diajak untuk berubah,” tuturnya .

Penyamaan persepsi dan motivasi perlu dilakukan, kata Dendi, karena ia ingin timnya melakukan perubahan bukan hanya dalam rangka perubahan linier melainkan perubahan yang ekponensial. “Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dalam peluang perikanan yang sangat besar ini kita butuh perubahan eksponensial,” katanya.

Dari sisi SDM, untuk melahirkan tim yang penuh motivasi, Dendi cenderung tidak suka memilih cara frontal dengan mengganti orang-orang lama yang ada. Tim manajemen lebih memilih untuk mendayagukan karyawan yang sudah ada dan tidak secara frontal mengganti mereka. “Yang saya lakukan ialah menata ulang. Saya tidak mengubah orang-orangnya, namun saya mengubah penempatannya,” lanjutnya. Dalam hal ini pihaknya memetakan kemampuan para karyawan, khususnya level manajerial ke atas, setelah itu ditata ulang yang sesuai kompetensi masing-masing.

Lalu, dari sisi organisasi, juga dilakukan sejumlah terobosan penting. Salah satunya, sejak kepemimpinan Dendi, tidak semua keputusan pembelian ikan harus melalui ijin direksi di kantor pusat. “Kami berikan kewenangan kepada para kepala cabang untuk secara langsung melakukan eksekusi pembelian ikan dengan cepat. Untuk pembelian ikan dibawah Rp 5 miliar tidak perlu menunggu ijin direksi di kantor pusat. Mereka bisa eksekusi sendiri sehingga prosesnya bisa lebih cepat dan mereka mendapatkan ikan,” lanjut Dendi.

Perubahan itu terbilang berani namun memang diperlukan. Maklum, sebelumnya birokrasi pembelian ikan sangat bergantung ijin direksi di kantor pusat. Akibatnya para karyawan di lapangan sering menunggu yang terlalu waktu lama karena menunggu ijin dari kantor pusat. Akibatnya, justru malah sering gagal melakukan deal pembelian ikan. “Bisnis malah nggak jalan dan HPP terlalu tinggi. Ini yang kita ubah dan mereka kita berikan delegasi wewenang. Yang penting kita memberikan batasan-batasan dan pedoman agar bisa berjalan sesuai arahan perusahaan”.

Struktur organisasi juga dipertajam. Kini pihaknya mencoba membangun organisasi yang lebih pro-pasar agar bisa melayani konsumen dengan lebih baik. Contohnya, sekarang untuk tim pemasaran sudah dibagi dua, ada divisi marketing B2B yang mengurusi pasar industrial dan divisi B2C yang mengurusi konsumen eceran.

Dendi meyakini, agar bisa sukses melakukan perubahan, dimanapun juga dibutuhkan strong leadershp dan dukungan semua tim. “Di BUMN, organisasinya cukup unik dan birokrasinya tidak mudah. Untuk merubah kondisi, pilihannya ada dua: kami ganti semua atau merangkul mereka lalu kita bangun hal yang lebih baik. Saya memilih cara kedua,” lanjutnya.

Untuk itu Dendi sebagai CEO berusaha menyelami apa aspirasi karyawan. Ketika mulai ditugaskan, ia panggil semua jajaran karyawan untuk ia dengarkan masukan dan ide-idenya. “Dengan cara itu mereka merasa dihargai, tahu persoalannya, dan mau bekerja keras untuk memberikan kontribusi”.

Di lain sisi Dendi juga menegaskan ke timnya bahwa ia tidak mempermasalahkan masalah-masalah warisan masa lalu. “Di BUMN kan dikenal sering mempermasalahkan masalah. Saya tegaskan ke tim, kalau duduk dengan saya harus cari solusi apa yang lebih baik, jangan memperpanjang masalah,” lanjut Dendi yang kini memimpin karyawan 480 orang ini.

Untuk itu Dendi merasa perlu dekat untuk semua lapis karyawan. Ia mendobrak pola hubungan atasan-bawahan di BUMN yang biasanya rigid menjadi lebih cair. “Saya tiap bulan saya selalu bikin acara kumpul seperti ini. Acara-acara ini untuk mengakrabkan karyawan agar rasa memiliki mereka ke perusahaan semakin meningkat. Saya percaya sehebat apapun pemimpin tak akan bisa berbuat apa-apa tanpa dukungan tim,” lanjut Dendi saat ditemui SWA pada event buka puasa bersama karyawannya.

Di lain sisi, dengan cara itu kemudian juga muncul semangat team work. Upaya untuk dekat dengan karyawan ini tidak hanya dilakukan Dendi (CEO) namun juga direksi lain. Contohnya Direktur Keuangan Ridwan Zachrie yang selama ramadlan juga banyak mengunjungi daerah untuk berbuka bersama karyawan dan mengunjungi cabang-cabang.

Dari sisi mindset karyawan, dikembangkan kesadaran bahwa ‘karyawan yang membutuhkan perusahaan, bukan perusaaan yang butuh karyawan. “Dengan cara pandang itu mereka berkepentingan membuat perusahaan ini menjadi lebih baik, tidak cuek”. Namun demikian, di lain sisi, tim manajemen baru juga memperhatikan kesejahteraan karyawan. “Kita sentuh mereka dengan program kesejahteraan. Sistim reward dan insentif diperbaikiki dan dijalankan,” katanya. Namun punishment juga diterapkan bagi yang melanggar. “Ini bukan kata-kata karena kita memang sudah melakukan punishment ke beberapa orang,” tegas Dendi.

Jangan lupa, diantara aspek terpenting yang ditekankan Dendi, persoalan eksekusi rencana. Menurutnya, sebenarnya banyak rencana-rencana bisnis Perinus yang bagus dan sudah disusun pada era-era sebelumnya. “Masalahnya itu hanya terlalu banyak berwacana, tapi tidak dieksekusi. Hal inilah yang sekarang kita coba tekankan, mengeksekusi secara cepat,” kata peraih gelar Doktor bidang Manajemen Bisnis dari IPB ini.

Ia menyontohkan dalam hal pemenuhan order ikan oleh buyer yang menjadi lini utama bisnisnya. Sebenarnya Perinus sudah lama mendapatkan order impor ikan gurita dari perusahaan perikanan Jepang, Ajirushi Co. Ltd. Namun sayangnya tidak kunjung dieksekusi dan dibangun tim untuk memenuhi permintaan ikan tersebut. Bagi Dendi hal itu adala aneh karena merupakan peluang nyata.

Melihat hal itu Dendi mengajak timnya untuk langsung memetakan mana saja yang bisa diselesaikan cepat. Dengan berbagai persiapan dan negosiasi dengan pihak Jepang, akhirnya rencana ekspor itu bisa dieksekusi pada era Dendi. “Kita langsung dapat kontrak Rp 60 miliar dan kita sudah melakukan ekspor perdana gurita bulan lalu dari Sulawesi untuk buyer Ajirushi Jepang,” lanjutnya.

Mengurai problem eksekusi tidak hanya masalah pemenuhan order ikan namun juga penggunaan aset. Ia melihat sebelumnya banyak banyak alat produksi perikanan yang sudah rusak atau tidak dipakai namun tidak segera diperbaiki, akibatnya tidak bisa digunanan untuk berproduksi. Termasuk juga soal anggaran. “Kita punya anggaran Rp 200 milar dari PMN, namun sayangnya itu tidak segera direalisasikan. Hal ini yang segera kami realisasikan agar bisa dipakai untuk mendanai pengembangan bisnis,” katanya .

Sementara itu, dari sisi pengadaan ikan (sourcing), agar mendapatkan komoditi ikan dalam jumlah yang lebih banyak untuk dibisniskan, Dendi dan timnya memperbanyak pola PIR (Perikanan Inti Rakyat). “Kita berdayakan para nelayan kecil sebagai plasma. Kita bekerjasama, kita beri mereka perbekalan seperti es batu dan diberikan pinjaman permodalan namun nanti jual ikan tangkapannya ke kita,” kata Dendi.

Program ini cukup berhasil. Contohnya, dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekspor gurita 1.000 ton, Perinus mengembangkan sistem perikanan inti rakyat (PIR) dengan para nelayan di Kabupaten Kepulayan Selayar dan Teluk Bone. Dalam hal ini Perinus membeli langsung gurita dari masyarakat. Agar PIR berjalan baik, Perinus juga menggandeng Pemda Selayar agar membantu penyediaan stok gurita tersebut.

Revitalisasi juga juga dilakukan dari sisi aset produksi agar kapasitas produksi bisa meningkat. Aset-aset yang belum bisa dimanfaatkan dikerjasamakan dengan pihak lain. Sedangkan aset yang dalam pengelolaan sendiri seperti kapal, pelabuhan ikan dan cold storage diperbaiki agar bisa beroperasi dengan kapasitas yang lebih baik.

Contoh menarik soal aset kapal. Saat ini Perinus sudah memiliki 21 kapal untuk penangkapan dengan ukuran mulai dari 20 GT sampai 120 GT. Kapal-kapal tersebut tersebar di lautan yang menjadi area operasi Perinus, termasuk di IBT seperti Maluku, Sulawesi dan Papua. Namun jumlah tersebut masih kurang sehingga harus terus ditambah, khususnya untuk jenis kapal pengolahan.

Menarik, dalam rangka memiliki kapal processing, pihaknya mendayagunakan kapal lama milik pemerintah yang mangkrak dan tidak terpakai. Kapal tersebut kemudian diperbaiki dan ditambahi fasilitas pengolahan sehingga bisa menjadi kapal pengolahan (processing vessel) dan diberinama Kapal Mina Jaya. “Sekarang kapal tersebut beroperasi di Ambon dan Sorong. Itu kalau kita beli baru bisa Rp 15 miliar,” Dendi memberi contoh.

Bila melihat hasil dari yang sudah dikembangkannnya selama ini, Dendi merasa bahwa upaya pembenahan yang dilakukan sudah on the track. “Kinerja kita satu semester ini sudah melebihi kinerja satu tahun pada tahun lalu,” katanya. Contohnya, jumlah produksi core business sampai dengan Bulan April tahun 2017 sudah sebesar 5.432 ton atau setara dengan capaian 143 % dari target RKAP (target) bulan April 2017.

Tak heran, bila tahun lalu total omset (revenue) untuk satu tahun di kisaran Rp 120 miliar, maka tahun ini pihaknya optimis bisa meraih Rp 300 milar. Lalu dari net profit bila tahun lalu hanya bisa mencapai Rp 4 miliar, tahun ini setidaknya laba bersih sudah di Rp 15 miliar. “Target kita memang ambisius, tapi melihat kinerja satu semester ini, kita sangat optimis. Ini sesuai rencana kita untuk tumbuh eksponensial,” terangnya.

Selain itu, lanjut Dendi, dari sisi kondisi permodalan juga aman. “Permodalan kita sekarang cukup dan keuangan sehat. Tinggal bagaimana kita sekarang bagaimana membesarkan size perusahaan ini,” lanjutnya. Dari sisi pemasaran, Perinus kini berupaya untuk menjadi eksportir langsung tanpa harus melalui perusahaan lain. Pasalnya, sebelumnya, produk Perinus banyak dibeli perusahaan lokal lain untuk kemudian dijual kembali ke pasar ekspor dengan mengemas dan memberikan label sendiri.

Hal itu juga tak lepas dari rencana Perinus punya visi untuk membangun industri perikanan terintegrasi, bukan hanya pada penangkapan. “Kami sudah rencanakan untuk kembangkan produk yang value added. Itu bagian dari strategi hilirisasi yang kita lakukan,” lanjutnya. Untuk membangun industri hilir atau memiliki pabrik pengolaan produk value added tersebut, pihaknya sudah menyapkan anggarakan Rp 65 miliar untuk investasi.

Selain itu, pihaknya juga mulai berpikir untuk mengembangkan teknologi perikanan, termasuk budidaya lepas pantai (offshore). “Sya kira tidak baik kalau kita hanya berkutaat soal penangkapan dan ribut cantrang. Kita harus kembangkan budidaya ikan laut dengan teknologi,” ungkap Dendi seraya menunjuk contoh negara Norwegia yang sangat maju perikananannya hingga menjadi sumber pendapatan terbesar bagi negara.

Dari sisi keuangan, kini pihaknya mendapatkan dukungan penuh untuk investasi pembelian kapal baru, membuat industri hilir perikanan, dan beberapa proyek investasi. “Saya roadsow ke bank bersama Direktur Keuangan untuk menjelaskan bahwa bisnis ini bankable. Mereka menyambut baik,” katanya.

Dengan berbagai terobosan yang dilakukan, tim manaajemen Perinus yakin bahwa realisasi produksi Perinus akan naik siginifikan. Selama ini bahan baku BUMN Perikanan tersebut di kisaran 5.060 ton dan produksi pengolahan ikan sebesar 3.300 ton. Maka tahun ini setidaknya akan bisa naik 30-40% dengan revitalisasi aset, penambahan sourcing dan perluasan pasar yang dilakukan.

Budhi Prihartono, pakar manajemen dari ITB menandaskan, upaya revitalisasi yang dilakukan jajaran Direksi PT Perinus (Persero) merupakan langkah yang tepat di moment yang tepat. “Ini seiring komitmen Pemerintah Pusat pada program nasional prioritas, yakni peningkatan produksi ikan dan pembangunan sarana dan prasarana perikanan,” katanya.

Budhi melihat sangat mungkin Indonesia memiliki BUMN perikanan yang kuat. “Namun perlu kedisiplinan yang tinggi untuk berkomitmen dalam mewujudkan budaya kinerja yang ekselen dan berdaya saing di semua rantai nilai usaha”. Dalam hal ini aspek yang perlu dibangun terutama menjaga kualitas produk dan kualitas rantai nilai usaha perikanan (pengadaan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, dan pemasaran produk perikanan). Itu kunci utama untuk meraih kepercayaan (trust) dari para pembeli utama,” katanya.

Ia menyarankan agar Perinus fokus pada upaya peningkatan nilai tambah usaha dan daya saing proses. “Karena itu perlu ditingkatkan dari sisi PQCD (Productivity, Quality, Cost, Delivery) atas produk dan prosesnya,” katanya. Juga harus melakukan inovasi produk perikanan yang diminati pasar, inovasi sistem rantai pasok dan sistem logistik perikanan yang didukung oleh ICT (Information & Communication Technology) agar lebih efisien dan ada keterjaminan pasokan di tingkat pembeli.

www.Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved