Companies Green Companies zkumparan

Dilema Vale Indonesia Kelola Tambang Nikel

Manajemen PT Vale Indonesia Tbk. (VI) menyadari keberadaan mereka bagai buah simalakama. Di satu sisi sebagai penyebab rusaknya lingkungan, namun di sisi lain mereka tidak akan memiliki masa depan bila tidak punya kepedulian pada lingkungan.

Selama ini VI dikenal sebagai perusahaan tambang dan pengelolaan nikel di kota Sorowako, Sulawesi Selatan. Produk yang dihasilkan adalah nikel dalam matte berkadar 78%. Tahun 2017, produksinya hampir 77 ribu ton nikel, setara dengan 4% dari konsumsi dunia.

Meski VI merupakan bagian dari Vale global, perusahaan tambang dari Brasil, namun mayoritas pegawainya adalah warga asli Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Menurut Senior Manager of Communications PT Vale Indonesia Tbk., Budi Handoko, pertambangan tidak dapat lepas dari rehabilitasi paska aktivitas tambang. “Kami memiliki rehabilitasi paska penyemaian berdiri di atas lahan 1,5 hektar sejak 2006. Kapasitasnya bisa ditanami 700 ribu batang bibit pohon yang bisa mengisi kurang lebih 10 hektar per tahun,” ungkapnya. Lahan rehabilitasi ini dilengkapi dengan fasilitas lengkap, yakni green house, vegetatif, generatif, produksi pupuk hayati, dan area penyemaian bibit agar dapat survive saat ditanam di reklamasi nanti.

Perusahaan berusaha memastikan bahwa yang dibuka dan yang direklamasi dapat sejalan. Sedangkan, untuk penangangan limbah efluen dan limbah cair, VI bekerja sama dengan BPPT dalam pembuatan Lamela Gravity Settler yang dikombinasikan dengan waste water treatment. “Kami berupaya memastikan baku mutu air yang keluar dari compliance point selalu memenuhi dan di bawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah, bahkan selalu membaik. Itu usaha yang selalu kami capai,” ungkap Budi.

VI berhasil menghasilkan 100% listrik untuk kebutuhan pabrik yang dipasok PLTA, hemat 1,47 juta barel BBM. Terkait diatom, tahun 1942 sempat dilakukan penelitian di Danau Matana. Beberapa tahun yang lalu, perseroan membandingkan kondisinya dan tidak banyak perubahan yang terjadi. “Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air Danau Matana, sebelum dan sesudah Vale Indonesia beroperasi selama 40 tahun bisa dibilang tidak ada dampak berarti dari operasionalnya di sekitar danau tersebut,” jelasnya.

Terkait emisi, VI melakukan pengukuran dan pemantauan secara terus menerus dengan melibatkan pihak ketiga untuk memastikan hasil pengukuran yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Tahun lalu, telah menyelesaikan pemasangan electrostatic precipitator (ESP) di kilang empat. “Ini salah satu komitmen kami untuk terus memperbaiki. Dengan fasilitas baru peningkatan kemampuan penyaringan debu dari 400 menjadi 50 mg/mm3 debu yang keluar dari cerobong kami, berarti ada peningkatan delapan kali lipat,” tuturnya.

SO2 menjadi salah satu emisi penting yang diupayakan untuk dijaga supaya tetap memenuhi baku mutu yang diberikan pemerintah, yaitu 0,86 ppm. Dalam berapa tahun terakhir VI mendorong petani lokal untuk berpindah ke pertanian organik dan dibantu penyuluhannya. “Kami bantu dalam hal sertifikasi dan bekerja sama dengan BUMN untuk melakukan pemasaran. Selain itu, ada juga industri rumah tangga berbasis herbal,” jelasnya.

Empat tahun berturut-turut VI memperoleh penghargaan Aditama untuk kategori kelompok Pemegang Kontrak Karya dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selama enam tahun berturut-turut perushaan ini juga mendapatkan PROPER Biru. “Kami harus menjadi lebih baik. Targetnya, tahun 2020 Vale Indonesia harus mendapat PROPER Hijau. Kini, beberapa program telah dicoba untuk tingkatkan,” kata Budi.

VI berhasil mendapatkan keuntungan US$170.455 ribu pada kuartal I/2018 dibandingkan kuartal I/2017 yaitu US$143.945. Pada kuartal IV/2017 perusahaan membukukan pendapatan US$629.334 ribu, naik dibandingkan kuartal IV/2016 yang berjumlah US$584.143 ribu. Sementara pada kuartal IV/2016 labanya US$1.906 ribu dan kuartal IV/2017 sebesar US$15.271.

Reportase: Nisrina Salma

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved