Companies zkumparan

Ferron Par Pharmaceuticals, Kembangkan Obat Inovatif yang Tembus Pasar Eropa

Ferron Par Pharmaceuticals, Kembangkan Obat Inovatif yang Tembus Pasar Eropa
Krestijanto Pandji, Presdir PT Ferron Par Pharmaceuticals
Krestijanto Pandji (kiri), Presdir PT Ferron Par Pharmaceuticals

Nama PT Ferron Par Pharmaceuticals mungkin tak sepopuler nama-nama perusahaan farmasi lainnya bagi masyarakat di Tanah Air. Apalagi, bila dibandingkan dengan perusahaan farmasi yang punya produk obat-obatan over the counter (OTC) yang sudah terkenal. Padahal, kiprah Ferron dalam usianya yang relatif muda –didirikan pada 2001 dan diresmikan pada awal 2003– dibandingkan kebanyakan perusahaan farmasi di Tanah Air lainnya, cukup mengundang decak kagum.

Pasar Eropa, yang terkenal ketat (highly regulated) bagi produk-produk farmasi untuk bisa diedarkan, berhasil ditembus Ferron dengan produknya. Selama ini, selain berupaya memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, Ferron memang dikenal cukup gencar menggarap pasar internasional. Kabar terbaru, anak usaha Grup Dexa Medica ini mencatatkan diri sebagai perusahaan farmasi Indonesia pertama yang berhasil memasuki pasar Polandia, setelah sebelumnya sukses mengekspor produk ke Inggris (2008) dan ke Belanda (2018). Ke pasar farmasi Polandia ini, Ferron melakukan ekspor perdana obat antidiabetes Avamina SR sebanyak 5 juta tablet awal Juli lalu.

Jika membedah strateginya, Ferron lebih dulu berupaya menembus pasar Inggris. Melihat peta potensi penderita diabetes yang tinggi, Ferron berupaya memenuhi persyaratan agar dapat masuk ke pasar Inggris. Manajemen berpikir, bila pasar Inggris bisa ditembus, Ferron akan lebih mudah memasuki pasar negara Eropa lainnya.

Menurut Krestijanto Pandji, Presdir PT Ferron Par Pharmaceuticals, perusahaan yang dikelolanya memiliki strategi pasar yang berbeda dengan industri farmasi lainnya. Ia mengungkapkan, lebih dari tiga tahun Ferron berusaha mempelajari dan memahami faktor-faktor yang diperlukan untuk masuk ke pasar Eropa. Dari analisis ini, ada beberapa faktor yang menjadi kunci penting, yakni daya saing harga, fasilitas produksi dengan sistem dan kultur yang baik, serta kompetensi pengembangan produk yang memenuhi regulasi dan standar yang berlaku di kawasan Eropa.

Setelah menemukan hal-hal tersebut, Ferron berupaya memenuhi sejumlah persyaratan. Antara lain, dengan mencari sumber bahan baku yang memenuhi syarat kualitas, melengkapi dokumen pendukung yang disyaratkan oleh Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency di Inggris, mengupayakan agar bebas masalah Hak atas Kekayaan Intelektual, dan menentukan harga yang kompetitif.

Yang dihadapi Ferron bukan hanya aturan dari regulator (negara), tetapi juga pesaing. Produk obat antidiabetes dari Ferron ini harus bisa bersaing dengan obat antidiabetes atau metformin lainnya yang telah menguasai pasar saat itu, yakni dari perusahaan farmasi internasional Teva dan Merck.

Untuk itu, Ferron menghadirkan inovasi sustained release, yang akan memberikan kemudahan bagi penderita diabetes. Inovasi ini merupakan hasil kegiatan R&D yang dilakukan secara konsisten oleh Grup Dexa, dengan mengalokasikan 5% dari pendapatan bersih. “Inovasi teknologi sustained release telah dikembangkan oleh para ilmuwan di pabrik Ferron di Cikarang, dan merupakan salah satu teknologi yang tidak mudah dikuasai,” ungkap Krestijanto. “Hanya 5-6 perusahaan farmasi saat ini yang menguasai teknologi sustained release,” tambahnya.

Avamina SR, obat antidiabetes buatan Ferron yang berbentuk tablet, menggunakan teknologi sustained release, sehingga menyederhanakan dosis sekaligus memperpanjang durasi kerja obat. Cara kerja obat ini: melepaskan zat aktif ke dalam tubuh secara perlahan dan bertahap pada jangka waktu tertentu, hingga mencapai kadar stabil dalam plasma darah. Dengan cara kerja seperti itu, penderita cukup mengonsumsi obat ini satu kali sehari saat makan malam. “Keunggulan ini membantu pasien diabetes lebih comply mengonsumsi obat diabetes,” kata Krestijanto.

Ferron menargetkan dapat mengekspor 15 juta tablet Avamina SR tahun ini. Sebelum menggarap Polandia, Dexa mencatatkan pertumbuhan penjualan ekspor sekitar 11%. Negara tujuan ekspornya antara lain di Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia. “Pengiriman ke Polandia ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan hingga 20%,” kata Krestijanto. Di Inggris, Ferron sudah berhasil meraih pangsa pasar sekitar 25%, nomor dua dari total pasar. “Dengan penerimaan pasar ini, kami percaya bahwa penetrasi ke pasar Eropa sangat tepat,” lanjutnya.

Upaya Ferron menciptakan produk obat inovatif berteknologi tinggi yang diminati pasar ekspor dinilai telah merespons dengan baik Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Langkah Ferron tersebut juga mengarah pada upaya menciptakan kemandirian sektor farmasi dalam hal bahan baku obat.

Selain memproduksi sediaan tablet, Ferron juga memiliki fasilitas produksi injeksi dan likuida. Ferron merupakan salah satu pabrik injeksi dengan kapasitas besar. Juga, memiliki variasi sediaan ampul dan vial, cairan, dry powder fill, dan lyophilized powder, untuk bisa memasok kebutuhan dari Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Dexa secara konsisten mengembangkan obat herbal modern yang berasal dari bahan baku alam Indonesia. Saat ini Dexa telah mengembangkan aneka produk obat berbahan alam asli negeri ini dengan teknologi Bioactive Fraction, seperti obat diabetes, asam lambung, nyeri haid, kardiovaskular, kanker payudara, obat batuk, influenza, dan sakit kepala. Produk-produk herbal yang merupakan obat modern asli Indonesia tersebut sudah diekspor ke beberapa negara Asia dan Afrika, juga ke Kanada dan Amerika Serikat.

Saat ini Dexa diperkuat sekitar 500 ilmuwan yang bekerja untuk bisa menemukan formulasi baru, produk baru, dan pengembangan obat modern asli Indonesia. “Kami fokus dengan sustainability di bidang riset dan inovasi, agar kami bisa terus bersaing di kancah global,” ucap Krestijanto tandas. (*)

Jeihan Kahfi Barlian & Nisrina Salma

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved