Green Companies

Austindo Nusantara Jaya Agri: Efisiensi Energi, Pemberdayaan Warga, dan Pelestarian Hayati

Sukrisdianto, General Manager ANJA.
Sukrisdianto, General Manager ANJA.

Bertekad mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang baik yang selaras dengan prinsip pengembangan bisnis serta pembangunan sosial dan lingkungan hidup yang berkesinambungan yang mengacu pada prinsip 3P: people, planet, profit. Merancang dan melaksanakan berbagai program terpadu, antara lain memberdayakan pegawai, meningkatkan kapasitas masyarakat, mengembangkan perekonomian warga, dan meremajakan ekosistem flora-fauna.

Itulah yang dilakukan PT Austindo Nusantara Jaya Agri (ANJA), produsen CPO dan palm kernell yang memiliki perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Sukrisdianto, General Manager ANJA, menjelaskan, pihaknya mengemban visi menjadi perusahaan pangan berbasis agribisnis berkelas dunia yang meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan alam. Perseroan mencanangkan kebijakan menjalankan bisnis yang berkelanjutan, seperti operasional yang efisien dan pemberdayaan masyarakat yang sejalan dengan upaya pengelolaan lingkungan hidup.

Untuk itu, manajemen mencanangkan program bertajuk AGRI (ANJA Green Industry) pada 2017 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, efisiensi energi, hingga tata kelola limbah. Program AGRI diproyeksikan berlangsung hingga tahun 2021. Untuk mencapai target pengurangan emisi d an lainnya itu, perseroan menentukan delapan aspek sebagai indikator untuk mengukur pencapaian target tersebut.

Kedelapan aspek itu adalah efisiensi energi, penurunan emisi, daur ulang atau 3R (reduce, reuse,recycle) limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), 3R limbah non-B3, sistem manajemen lingkungan, efisiensi air dan penurunan beban pencemaran, perlindungan keanekaragaman hayati, serta pengembangan masyarakat.

“Dalam mengelola lingkungan, kami berpatokan pada delapan aspek tersebut dan melakukan benchmarking nasional dengan mengikuti Peraturan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, khususnya untuk sektor industri sawit,” tutur Sukrisdianto.

Tim khusus yang terdiri dari 26 orang mengimplementasikan delapan aspek itu sejak 2017. Pada tahun pertama, menurut Sukrisdianto, ada aspek yang belum mencapai target, yakni pengurangan konsumsi energi dan air. Namun, upaya menekan emisi gas rumah kaca serta limbah B3 dan non-B3 berhasil dipangkas. Di 2018 hingga 2019, target yang dicanangkan ANJA itu tercapai. Pengurangan konsumsi energi dan air, misalnya, tercapai pada 2018, disusul pengurangan emisi karbon di 2019 (selengkapnya lihat Tabel).

Sumber: ANJA

Sukrisdianto menjabarkan beragam keberhasilan di berbagai aspek. Antara lain, penghematan biaya air senilai Rp 681 juta dan energi Rp 8,7 miliar, pengelolaan limbah B3 menghemat dana sebesar Rp 807 juta, dan efisiensi biaya pengelolaan limbah non-B3 senilai Rp 20 miliar. “Kami juga melakukan pendampingan kepada 100 petani dan peternak, mengidentifikasi 227 fauna dan 2.851 flora yang dilindungi,” ungkapnya.

Untuk efisiensi biaya dari penghematan air, Sukrisdianto mencontohkan, langkah nyata ANJA adalah melakukan sirkulasi ulang air pendingin turbin di pabrik kelapa sawit yang dialirkan ke proses penampungan sebelum disaring (filterasi) ke instalasi pengolahan air (water treatment). Langkah ini menghemat dana senilai Rp 98 juta dari sebelumnya menggunakan air baru di pabrik.

”Kami membuat waduk yang menampung curah hujan agar menjaga sumber daya air. Lalu, air rebusan sawit digunakan kembali untuk proses delusi CPO, sehingga mengurangi penggunaan air bersih,” tuturnya.

Di aspek pengolahan energi, ANJA memanfaatkan cangkang kelapa sawit dan serat atau fiber sebagai bahan bakar ketel uap (boiler), sehingga mengurangi konsumsi solar untuk genset dan sekaligus menghemat biaya Rp 7 miliar. Juga, memodifikasi mesin babat rumput berbahan bakar solar menjadi memakai listrik, dan menggunakan lampu hemat listrik.

Selanjutnya, daur ulang limbah B3 yang memanfaatkan sampah plastik sebanyak 1.722 ton sebagai bahan baku pembuatan paving block untuk digunakan di kawasan perumahan dan pabrik. Adapun sampah organik dijadikan pupuk kompos untuk perkebunan ANJA.

“Selain itu, kami menjalankan program Traceability TBS (tandan buah segar) masyarakat, yaitu pendampingan dan penyuluhan petani lokal pemasok TBS ke perusahaan, dan program Peremajaan Sawit Rakyat agar mereka tidak menanam sawit di area hutan, serta mengikuti prinsip berkelanjutan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat,” Sukrisdianto menerangkan.

Program yang lain, misalnya, penghijauan di sekolah, konservasi dan pendataan keanekaragaman hayati, pengelolaan kebun tanaman obat, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan hewan ternak, desa sehat, dan petani sawit mandiri. “Konservasi dikelola di kawasan seluas 2 ha,” ujarnya. ANJA berkomitmen menjaga konservasi flora dan fauna dengan membentuk komite dan kebijakan yang mendukung program konservasi hayati.

Sederet pencapaian dan pelaksanaan program ANJA ini telah mendapatkan apresiasi pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memberikan penghargaaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) berkategori Hijau pada 2019. ANJA, yang merupakan anak perusahaan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk., menduduki peringkat kedua Proper Hijau dari 29 perusahaan industri sawit. “Sebelumnya, kami berturut-turut memperoleh Proper kategori Biru,” ungkap Sukrisdianto.

Proper merupakan penghargaan yang diberikan oleh Kementerian LHK atas kinerja perusahaan dalam ketaatan pengelolaan lingkungan yang menerapkan prinsip ekonomi hijau. Penilaiannya pada sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi air, pengurangan emisi, perlindungan keanekaragaman hayati, 3R limbah B3 dan limbah padat non-B3, serta pengurangan kesenjangan ekonomi dengan penerapan program pemberdayaan masyarakat.(*)

Herning Banirestu & Vicky Rachman

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved