Green Companies zkumparan

Dirgantara Indonesia: Menjaga Bumi, Mencintai Negeri

Arini Sedawati, Kepala Departemen Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH), kedua dari kanan bersama TIM
Arini Sedawati, Kepala Departemen Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH), kedua dari kanan bersama TIM

Sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara yang bergerak di industri rancang-bangun pesawat terbang dan sekaligus memproduksi pesawat terbang secara mandiri, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menyadari sejak awal kelahirannya telah menjadi sorotan khalayak luas. Kehadirannya yang fenomenal membuat sepak terjang pemilik 29 klaim paten, pengekspor pesawat terbang, serta global supply chain untuk memproduksi dan memasok komponen pesawat ke berbagai negara ini harus benar-benar dijaga karena selalu menjadi pusat perhatian.

Kesadaran itu membawa PTDI terus melakukan upaya-upaya peduli lingkungan. Menyadari posisi strategisnya dan kelangsungan bisnisnya yang banyak dipengaruhi faktor kelestarian lingkungan, dalam setiap aktivitasnya, perusahaan ini berusaha mengembalikan agar dapat memberi manfaat bagi para pemangku kepentingan, terutama lingkungan hidup. PTDI percaya, dengan menjaga bumi dan kelestarian lingkungannya, akan turut membantu menjaga keseimbangan dan keselrasan antara manusia dan alam sekitarnya.

Program PTDI yang terkait dengan program hijau, kata Arini Sedawati, Kepala Departemen Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH), ada beragam. Pertama, program efisiensi energi. Dalam program ini, dicanangkan penggunaan kotoran sapi untuk bahan bakar. Lalu, kampanye hemat energi, dengan penggantian atap dengan fiberglass, sehingga mengurangi pemakaian lampu di siang hari. Dan berikutnya, gerakan penghematan mesin. Upaya efisiensi ini dapat memberikan penghematan cukup besar.

Kedua, program pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Program ini bertujuan mengurangi timbulan B3 dominansi aluminium yang dihasilkan dengan menerapkan produksi besi dan tata kelola pengemasan. Dengan tata kelola pengemasan limbah, PTDI bisa meningkatkan nilai jual limbah untuk dikelola kembali oleh pihak ketiga dengan nilai sekitar Rp 2 miliar per tahun.

Berikutnya, dari aspek 3R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk limbah non-B3. Limbah non-B3 tersebut dimanfaatkan oleh perusahaan dan ada yang diberikan juga kepada masyarakat. Pemanfaatannya, antara lain, logam bekas diolah lagi menjadi tempat sampah dan kayu bekas menjadi palet untuk kemasan. Yang diberikan kepada masyarakat yaitu kayu bekas, kertas dan kardus, juga plastik yang diolah oleh masyarakat menjadi merchandise sehingga punya nilai jual. Ada juga yang untuk natural composting.

Ketiga, program pengurangan emisi. Upaya yang dijalankan adalah penurunan penggunaan bahan kimia dalam proses bonding composit. “Yang semula kami menggunakan solar dalam memanaskan sebuah larutan, kini kami tanpa menggunakan solar, sehingga emisinya menjadi nol. Dengan cara mengganti larutan, kini larutannya yang tipenya tidak membutuhkan pemanasan lagi sudah bisa dipakai,” Arini menjelaskan.

Keempat, program efisiensi dan penurunan beban air. Masih dalam aspek efisiensi dan penurunan beban air, sengaja memanfaatkan air hujan dengan membuat tandon yang nantinya air hujan tersebut digunakan untuk proses electroplanting untuk mengurangi debit pemakaian air baku. Tentunya, upaya ini akan jadi sangat efisien ketika curah hujannya sangat tinggi.

Kelima, program perlindungan keanekaragaman hayati. Seperti diketahui, PTDI juga membuat hidroponik dan apotek hidup. Ada pula pembudidayaan lebah di area disposal. Dan, untuk pemberdayaan masyarakat, dilakukan budidaya sukulen di daerah Jaya Giri Hilir, Lembang.

Keenam, program pemberdayaan masyarakat. Di antaranya, pengembangan infrastruktur masyarakat Bandung Pasteur; pemanfaatan kembali material kayu bekas kemasan sebagai bahan baku kerajinan masyarakat di Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang; dan pemanfaatan limbah dengan teknologi biodigester sebagai subtitusi LPG rumah tangga di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua.

Kepada tim juri Indonesia Green Companies, ajang penghargaan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang punya kepedulian terhadap aspek lingkungan dari bisnisnya, perwakilan PTDI mengatakan, memang masih banyak yang harus dilakukan terkait perbaikan lingkungan. Misalnya, penggunaan komponen pesawat, apakah sudah menggunakan bahan baku yang renewable sehingga menghasilkan produk (pesawat dan atau komponennya ) yang renewable atau belum.

Menurut Arini, bagi PTDI, langkah pemilihan komponen pesawat yang peduli lingkungan sudah dimulai. Pihaknya telah melakukan assessment terhadap proses-proses di perusahaan agar tidak menghasilkan sampah atau zero waste. Salah satunya, dengan penggunaan cat yang water-based, sebelumnya memakai yang berbahan kimia dan minyak. “Kemudian, di sulfate treatment juga lebih ramah lingkungan karena menggunakan bahan organik,” ungkapnya. Hal itu, katanya, sebagai langkah awal menuju PTDI yang menghasilkan produk yang ramah lingkungan.

Konsep green bagi PTDI menyangkut banyak aspek, bahan baku dan bahan pendukung lainnya. Bahkan, untuk procurement pun, kebijakan proses hijau juga sudah disyaratkan. “Kami menggunakan software SAP, yang di dalamnya sudah kami sertakan syarat kepada semua supplier untuk menyertakan produknya itu tersertifikasi eco-label. Untuk bahan tertentu seperti aluminium masih belum bisa diberi eco-label, tapi untuk bahan pendukung lainnya seperti cat, kemudian air conditioner yang non-freon, dll., itu sudah menjadi persyaratan kami,” Arini menjelaskan.

Dari semua proses yang dilalui, efisiensi energi dan pengurangan emisi, seperti yang dijelaskan di atas, tetap menjadi prioritas utama yang digalakkan PTDI. Misalnya, kompresor yang awalnya menggunakan solar, sekarang diganti dengan yang menggunakan listrik sehingga lebih ramah lingkungan. Lalu, ada satu tahap dalam proses produksi yang menggunakan suatu larutan, jika dulu larutannya yang tipenya harus dipanaskan baru digunakan, nah sekarang diganti larutannya dengan yang tipenya tidak perlu dipanaskan sudah bisa langsung digunakan. “Artinya, kami menghemat bahan bakar (karena pemanasan di-skip) dan efisien cost dan waktu,” kata Arini. Tidak hanya itu, dalam kantor pun sudah diupayakan efisiensi listrik. Misalnya, ketika masuk jam istirahat siang (11.30-12.30) lampu-lampu otomatis mati, sudah di-setting. Komputer jika tidak digunakan lebih dari 15 menit, otomatis juga mati.

Pada akhirnya, PTDI berharap, suatu saat dapat membuat angkutan yang ramah lingkungan dan cocok dengan kondisi alam Indonesia. Kini, perusahaan yang kelahirannya dibidani Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie (almarhum) ini tengah menyiapkan N219, pesawat kecil yang tujuannya untuk memudahkan mobilisasi antarpulau-kecil dan daerah pedalaman di Indonesia. Produk yang masih dalam proses sertifikasi ini dirancang bisa mengapung di atas air dan bisa terbang dengan landasan yang pendek. Jadi, N219 merupakan pesawat amphibi. (*)

Dyah Hasto Palupi/Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved