Green Companies

Royal Lestari Utama, Kembangkan Karet Alam Berkelanjutan

Arifadi Budiarjo (paling kanan), GM Public Affairs RLU.
Arifadi Budiarjo (paling kanan), GM Public Affairs RLU.

Komitmen terhadap kinerja bisnis, sosial, dan lingkungan yang berkelanjutan sudah ditunjukkan PT Royal Lestari Utama (RLU) sejak berdiri pada 2015 sebagai joint venture antara PT Barito Pacific Group dan Michelin (raksasa produsen ban asal Prancis). Beroperasi di atas area yang merupakan hutan produksi yang sebelumnya telah terdegradasi karena deforestasi, perambahan, dan pembalakan liar, RLU mentransformasi area ini menjadi perkebunan karet yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Agar budidaya karet selalu dalam koridor ramah lingkungan, ada departemen khusus yang bertugas mengelola dampak lingkungan, memastikan semuanya sesuai dengan peraturan dan amdal, serta melaporkannya secara rutin. Salah satu yang dipastikan itu, limbah B3 dan bahan yang berdampak negatif lainnya, seperti pestisida, masuk ke tempat khusus penampungan limbah.

Arifadi Budiarjo, GM Public Affairs RLU, menjelaskan bahwa pengelolaan limbah adalah bagian utama operasional perusahaan. Penanganannya disesuaikan dengan tipe limbah. Terdapat kolam penampungan limbah untuk memastikan semua limbah ditangani dan ditindak, sehingga aman ketika masuk ke dalam tanah. “Kunci penanganan limbah adalah memastikan setiap aliran sungai memiliki sempadan yang cukup. Kami bahkan lebih detail dalam mengalokasikan sempadan sungai maupun anak sungai. Bahkan, kami juga ada di permanent stream dan terlihat dari lebar badan air,” Arifadi menjelaskan.

Dalam menangani bisnis intinya ini, RLU yang mengelola 88 ribu hectare Hutan Tanaman Industri (dua area di Jambi dan satu di Kutai Timur) melakukan inklusi sosial dengan melibatkan masyarakat dalam kemitraan petani hutan di sekitar perusahaan. Menurut Arifadi, seluas 7.000 ha akan didedikasikan untuk perusahaan dan masyarakat. Saat ini, ada 20-an desa di sekitar area kerja yang dilibatkan dalam program pemberdayaan masyarakat, khususnya pemberdayaan petani karet.

Jumlah petani yang sudah dilatih sekitar 1.000 orang, dan sebanyak 500 petani telah bekerjasama dengan perusahaan. Perusahaan menyadari perlunya memberikan transfer of skill and knowledge agar petani memiliki praktik budidaya yang lebih baik; mulai dari pendampingan, sekolah lapangan, sampai pengembangan tata kelola kelompok terkait pemahaman tentang bisnis dan administrasi.

Langkah RLU mendapat perhatian pemerintah. Pada Juni 2020, perusahaan mendapatkan SK dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai perusahaan pemegang HTI pertama di Jambi dalam hal pengadaan program kemitraan kehutanan yang juga menjadi program pemerintah. “Kami bersama pemerintah daerah dan provinsi mengembangkan program petani karet yang dipadukan dengan agroforestry untuk bisa meningkatkan kesejahteraan petani dalam kehutanan,” kata Arifadi.

Dalam prosesnya, RLU mengadakan pelatihan budidaya secara intensif, sekaligus mengajak petani menanam tanaman agroforestry. Selain karet, masyarakat juga diajak menanam tanaman pangan agar bisa menjaga ketahanan pangan keluarga mereka. Hasilnya dibeli oleh koperasi karyawan. Selain itu, petani pun dikembangkan untuk memproduksi makanan kecil, seperti keripik pare, agar bisa menghasilkan value bagi hasil panen mereka.

Arifadi menambahkan, mereka berupaya terbuka kepada petani. Termasuk, urusan harga. Setiap minggu RLU memberitahukan harga internasional dan harga yang diberikan, sekaligus memastikan bahwa harga yang diberikan tersebut lebih tinggi dibandingkan harga pengepul di tingkat lokal. “Satu cerita menarik dari petani, sebelum terlibat dalam program ini pendapatannya Rp 2 juta per bulan. Setelah ada program pendampingan, kemudian produknya diserap oleh perusahaan, pendapatannya hingga Rp 8 juta,” Arifadi menceritakan.

Selain itu, RLU menjalankan forum kolaboratif yang terdiri dari pemerintah, LSM, lembaga adat, dan pemerintah desa untuk menginisiasi program-program pemberdayaan komunitas suku Anak Dalam di wilayah tersebut. Salah satu programnya adalah pendidikan. Bagi anak-anak usia sekolah yang belum berani masuk ke sekolah formal, RLU mengirim tenaga pengajar. Sementara bagi yang mau bersekolah di sekolah formal, mereka diintegrasikan dengan sekolah yang tersedia di area perusahaan. Di samping itu, juga mengajarkan pembibitan tanaman hutan.

Di bidang kesehatan, RLU bekerjasama dengan puskesmas terdekat untuk memberikan fasilitas kesehatan dan penyuluhan. Juga, memfasilitasi kegiatan perekaman kependudukan, bekerjasama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, untuk memberikan identitas kependudukan kepada suku Anak Dalam. “Dengan memiliki identitas kependudukan, harapannya, mereka bisa mengakses program pemerintah, seperti bantuan tunai,” ujar Arifadi. Ia menjelaskan, saat ini ada 150 orang suku Anak Dalam yang diberdayakan di wilayahnya.

Selain mengelola bisnis dan inklusi sosial, RLU juga peduli lingkungan. Salah satu inisiatifnya untuk lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati adalah wildlife conservation area (WCA). Proyek ini dijalankan melalui anak usaha, PT Lestari Asri Jaya, di selatan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Di dalam area WCA, selain ada hutan yang perlu dijaga, juga satwa yang dilindungi seperti harimau Sumatera dan gajah. “RLU mengalokasikan 9.700 ha untuk menjadi area penyangga. Kami juga mendedikasikan tim patroli untuk menjaga daerah sana,” kata Arifadi.

Ia mengungkapkan, alokasi dana untuk pengelolaan lingkungan dalam setahun sebanyak 5-10% dari biaya operasional. Dalam beberapa waktu terakhir mereka juga mendapat bantuan dari berbagai pihak –termasuk USAID dan Pemerintah Inggris– untuk merintis inisiatif dalam pengembangan program WCA.

“Sejak awal, kami ingin menjadi perusahaan yang mengembangkan karet alam berkelanjutan. Kalau perusahaan ingin berkelanjutan, dia harus mengalokasikan resources-nya untuk kontribusi bagi lingkungan hidup dan sosial,” Arifadi menandaskan. (*)

Yosa Maulana & Anastasia A.S.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved