Companies

Pegadaian, Bertransformasi agar Tidak Stagnan Lagi

Kuswiyoto, Direktur Utama Pegadaian,
Kuswiyoto, Direktur Utama Pegadaian.

Pertumbuhan bisnis PT Pegadaian (Persero) yang cenderung stagnan dengan compound annual growth rate (CAGR) hanya 5% dalam kurun waktu 2015-2018 membuat manajemen BUMN ini risau. Pangkal persoalannya, sebagaimana dijelaskan Kuswiyoto, Direktur Utama Pegadaian, sebelum dilakukan transformasi, nasabah Pegadaian meliputi 67% ibu rumah tangga dengan rata-rata pinjaman kecil, Rp 3 juta-4 juta. Mayoritas nasabah (lebih dari 60%) berusia di atas 45 tahun dan berasal dari kalangan menengah-bawah, serta bertransaksi gadai konvensional (lebih dari 90% gadai emas).

Ditambah lagi, Kuswiyoto melanjutkan, saat itu gadai masih bersifat tradisional (manual/paper-based), bunga pinjaman kurang fleksibel, single channel(outlet), teknologi belum up-to-date, dan faktor utama yang membuat kurang maju adalah budayanya masih sangat pasif (menunggu).

Di sisi lain, lingkungan eksternal berkembang sangat luar biasa, mulai dari munculnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bunganya hanya 6%, kredit supermikro (bunga hampir 0%), bank syariah, pinjaman fintech (financial technology), hingga perusahaan pegadaian lain. Itu menjadi hal yang sangat memengaruhi kinerja Pegadaian. Apalagi, Pegadaian merupakan perusahaan yang sangat komersial dan tidak ada program kredit khusus seperti halnya bank yang banyak menyalurkan produk pinjaman program dari pemerintah yang bunganya sangat murah.

Kondisi tersebut mendorong manajemen Pegadaian mentransformasi bisnis. Kuswiyoto menjelaskan, ekspektasi dari transformasi yang dilakukannya adalah, ke depan, gadai tidak lagi identik dengan ibu-ibu, mulai masuk ke pembiayaan besar dengan rate bersaing, dan Pegadaian juga ingin masuk ke semua kalangan yang dimulai dengan regenerasi nasabah milenial.

“Dari sisi produk, kami juga telah siapkan gadai dengan barang jaminan beragam, serta beragam fitur untuk segala keperluan, termasuk investasi dan multi payment,” ia menjelaskan.

Dari sisi layanan, pihaknya fokus pada digitalisasi dengan minimum kontak langsung dengan nasabah. “Digitalisasi ini tidak hanya untuk pelayanan ke nasabah, tetapi juga untuk internal. Kami pun membuat multi channel (agen, sinergi outlet, sales force, dan digital channel,” kata Kuswiyoto. Selain itu, agar dapat bersaing, Pagadaian juga menetapkan bunga murah dengan jangka waktu yang lebih fleksibel/harian.

Dan, Pegadaian tidak lagi bekerja sendirian, melainkan mulai merangkul berbagai perusahaan untuk bekerjasama dalam rangka meningkatkan profitabilias perusahaan. Data yang tercatat sampai Februari 2021, Pegadaian telah melakukan 948 memorandum of uderstasing (MoU) dan perjanjian kerjasama (PKS) dengan berbagai instansi/lembaga.

Di sisi teknologi, Kuswiyoto menambahkan, Pegadaian menerapkan teknologi terkini dalam bisnis ataupun operasional perusahaan. “Ini bukan lagi competitive advantage, tetapi sudah menjadi suatu keharusan,” ia menegaskan.

Namun, dalam transformasi ini, menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana mengubah budaya orang-orang Pegadaian. Maka, perubahan budaya yang dilakukan adalah, pertama, never say no”. Artinya, semua insan Pegadaian tidak boleh berkata “tidak bisa”, tidak boleh berkata “sulit”. Berapa pun target yang dibebankan kepada mereka, prinsipnya pasti harus melampauinya.

Kedua, mengubah mindset, dari “di” menjadi “me”, dari “dilayani” menjadi “melayani”, dari “dicari” menjadi “mencari”. Artinya, dari pasif menjadi aktif. “Inilah yang selalu kami dengungkan kepada semua insan Pegadaian,” ujar Kuswiyoto. Kemudian, ketiga, selalu berpikir positif.

Dan, keempat, everyone is a marketer. Seluruh karyawan Pegadaian yang jumlahnya sekitar 30 ribu orang dijadikan marketer. “Employee Get Customer,” kata Kuswiyoto menyebut nama programnya. Jadi, setiap pekerja plus keluarganya dijadikan tenaga pemasaran dan itu hadiahnya luar biasa. “Setiap tahun kami bisa mengirim 30-40 orang ke luar negeri untuk berwisata,” ia menambahkan.

Grand strategy transformasi Pegadaian (G-Star+) dibagi menjadi enam. Pertama, Grow Core, mengembangkan core business Pegadaian melalui perluasan fitur produk dan produk turunan, serta meningkatkan integrated customer experience untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah.

Kedua, Go Further, yakni memperluas jangkauan serta mengoptimalkan fungsi sebagai agen inklusi keuangan melalui kerjasama dengan mitra strategis dan optimalisasi jaringan. Pegadaian mempunyai 4.087 unit kerja, tetapi kebanyakan berada di kota-kota, di remote area sangat kurang. Maka, BUMN ini bekerjasama dengan berbagai pihak, antara lain bank BUMN, fintech besar, dan e-commerce untuk perluasan jangkauan kepada nasabah.

Selanjutnya, ketiga, Grab New, dengan mengembangkan potensi bisnis berbasis digital serta bisnis fee-based dengan memberdayakan ekosistem saat ini. “Kami juga menginisiasi produk-produk baru yang berbasis digital, seperti fintech, melalui kerjasama dengan Investree. Akan tetapi, belum kami kembangkan secara penuh karena kondisi saat ini belum kondusif,” kata Kuswiyoto.

Keempat, Talent, yakni menjaring dan mengembangkan talenta dengan kapabilitas sesuai dengan standar global. Pegadaian melaksanakan program Groom Talent, baik dari internal maupun eksternal. Sebagai contoh, mulai tahun ini Pegadaian mengirim beberapa pegawai untuk belajar S-2 ke Amerika Serikat, yang baru pertama kali dilakukan.

“Harapannya, ini akan menarik talent-talent yang bagus dari berbagai universitas ternama, karena selama ini kami masih kesulitan untuk menarik talent-talent bagus dari universitas ternama, baik dari dalam negeri maupun luar negeri,” ungkap Kuswiyoto.

Kelima, Gen-Z Tech, yakni mengembangkan sistem TI terkini serta mengembangkan kapabilitas dan tata kelola TI untuk meningkatkan daya saing serta menunjang pengembangan bisnis dan operasional perusahaan. “Kami harus update teknologi agar tidak ketinggalan zaman, karena, sekali lagi, ini bukan lagi competitive advantage, tetapi suatu keharusan,” ungkapnya.

Dan, keenam, Good Governance & Culture, yaitu menguatkan tata kelola dan manajemen risiko yang selaras dengan pengembangan bisnis serta menciptakan budaya kerja yang selaras dengan core values AKHLAK: Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. “Skor GCG (good corporate governance) kami saat ini yang sebesar 98,6 menjadi modal penting, sehingga kami bisa lebih mudah untuk langkah-langkah selanjutnya,” tutur Kuswiyoto.

Agar bisnis Pegadaian tumbuh lebih baik, sejumlah produk baru pun diluncurkan, antara lain Kartu Emas (konsep kartu kredit berbasis jaminan tabungan emas atau titipan emas), Drop Box Gadai (konsep layanan gadai contactless antara nasabah dan karyawan melalui sarana smart locker, serta digital lending (penyaluran kredit modal produktif/B2B dengan sistem fidusia dan jaminan invoice, melalui platform internal). Namun, menurut Kuswiyoto, produk gadai ke depan pasti akan tetap hidup, karena gadai itu bersifat short term financing.

Transformasi di Pegadaian tersebut menunjukkan hasil yang positif. Sepanjang tahun anggaran 2020, pendapatan usaha perusahaan pelat merah ini meningkat 24,27% dibandingkan dengan tahun 2019, dari Rp 17,67 triliun menjadi Rp 21,96 triliun. Kemudian, laba bersihnya di tahun 2020 tercatat Rp 2,02 triliun, serta mencatatkan kenaikan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dari Rp 154 miliar di tahun 2019 menjadi Rp 2,12 triliun di tahun 2020.

Outstanding loan kami tumbuh 5% di 2020 menjadi Rp 54,7 triliun, dari Rp 50,4 triliun di 2019. Khusus produk gadai sendiri di tahun 2020 tumbuh 20,6% YoY(year on year) atau Rp 48,6 triliun. NPL (non performing loan) pun sangat terjaga dengan baik di angka 1,01%,” ungkap Kuswiyoto.

Jumlah nasabah yang dilayani meningkat 22,15%, dari 13,86 juta menjadi 16,93 juta orang. Adapun omzet pembiayaan yang disalurkan terdapat peningkatan 13,34% dari tahun 2019 yang sebesar Rp 145,63 triliun menjadi Rp 165,06 triliun pada 2020. Dan, sepanjang 2020, aplikasi Pegadaian Digital telah digunakan oleh 2,1 juta nasabah dengan 3,4 juta transaksi senilai Rp 5,1 triliun.

“Kami sangat menyadari bahwa pelayanan di outlet sangat mahal dan juga kurang nyaman bagi beberapa nasabah. Sosialisasi dan edukasi terus kami jalankan dan kami juga memberikan insentif kepada para pekerja kami apabila mereka berhasil membuat nasabah pindah dari manual ke digital, termasuk satpam kami,” kata Kuswiyoto. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved