SWA100 zkumparan

Sido Muncul, Kunci Hadapi Pandemi: Diversifikasi dan Inovasi Produk

Sido Muncul, Kunci Hadapi Pandemi: Diversifikasi dan Inovasi Produk
Leonard, Direktur Keuangan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.
Leonard, CFO PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk.

Tidak satu pun perusahaan di negeri ini yang lolos dari imbas pandemi, tak terkecuali PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO). Bagi perusahaan dari Semarang ini, pembatasan jam operasional jelas memengaruhi penjualan produknya. “Kami harus menyikapinya dengan tidak berhenti berinovasi,” ujar Leonard, Direktur Keuangan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.

“Covid-19 merupakan pandemi yang mengharuskan masyarakat tetap menjaga imunitas. Maka, SIDO terus melahirkan inovasi produk baru yang mendukung kebutuhan pasar tersebut,” Leo menegaskan.

Upaya tak kenal lelah terbukti membuahkan hasil. Selain produk yang sudah ada (existing product) tetap tumbuh, performa SIDO juga tetap stabil dan mendukung pertumbuhannya, baik top line maupun bottom line.

Bahkan, kinerja sahamnya pun tumbuh. Pada Maret 2020 harganya Rp 600-an dan sekarang di harga Rp 700-an per saham, rata-rata naik 24%. “Sekarang memang tidak tertinggi harganya. Harga saham tertinggi di September-Oktober 2020, sampai Rp 820,” Leo mengakui. Namun, jika ditarik garis lurus dari Maret 2020 hingga sekarang, nilai saham SIDO naik 24%, sehingga jika dibandingkan dengan perusahaan FMCG lain, masih termasuk sangat baik.

Menurut Leo, saat pandemi banyak investor institusi yang tidak confident dengan kondisi Indonesia. Namun di sisi lain, di investor ritel terjadi pergerakan yang sangat aktif. Maka, pihaknya berusaha lebih dekat dengan investor ritel melalui berbagai kegiatan, seperti webinar, serta menggunakan berbagai kanal, sehingga informasi yang didapatkan investor ritel tepat waktu, jelas, dan efisien.

“Pada 2018 investor SIDO hanya 7.000, baik ritel maupun institusi. Pada akhir Juni 2021 sudah 97 ribu investor, naiknya sekitar 14 kali lipat,” katanya.

Laporan keuangannya dibuat cepat, tepat, dan efisien, sehingga informasi bisa cepat diterima para investor. Perusahaan ini menggandeng lebih banyak institusi yang mengeluarkan research report. Awalnya hanya lima, kini yang mengeluarkan research report tentang SIDO sampai 25 institusi.

Bisa dibayangkan, dengan pesatnya kenaikan yang mengeluarkan research report, makin banyak yang mengenal perusahaan dan saham SIDO. Menariknya, kata Leo, yang mengeluarkan research report perusahaannya banyak dari luar juga, bukan hanya institusi lokal. Tentu saja, ini menambah kepercayaan investor.

Menurutnya, strategi SIDO bukan saja dengan melahirkan produk baru, tetapi juga melakukan adaptasi dan perubahan dalam strategi pemasaran, juga dalam mengomunikasikan produk sesuai dengan kondisi saat ini. “Dulu, misalnya, mobilitas kita tinggi, traveling butuh Tolak Angin. Tapi kini, dengan orang banyak di rumah, kampanye kami lebih mengajak masyakarat mencegah sakit,” katanya.

Dalam hal distribusi, SIDO mengikuti kondisi saat ini dengan naiknya e-commerce, yaitu menghadirkan official store di 13 marketplace Indonesia. “Produk-produk kami mudah didapat di marketplace, bukan saja karena kami menghadirkan official store, tapi juga karena para distributor kami pun mulai melek digital marketing dengan membuka toko-toko di marketplace,” Leo menjelaskan.

Ia pun menegaskan, SIDO sejak awal dikenal sebagai produsen produk herbal dengan standar produksi yang baik, yang terus digaungkan. “Kami beruntung memiliki manajemen yang solid, dari keluarga dan profesional sangat solid. Pak Irwan Hidayat yang expert di marketing, langkahnya unik tapi berhasil di pasar. Pak David Hidayat sangat ahli di bidang produksi. Lalu, Pak Sofyan, komisaris kami yang kuat di distribusi, dan Pak Darmadji yang juga sangat bagus di penjualan, didukung karyawan yang baik dalam bekerja,” Leo memaparkan sembari memuji.

Sekilas kinerja SIDO, pada tiga tahun terakhir profitnya naik di atas 23% per tahun. Tahun 2021 ini penjualannya naik di atas 10%, laba bersih di atas 15%. Jadi, dalam kondisi seperti ini, perusahaan masih membukukan pertumbuhan dua digit, baik profit maupun bottom line.

“Kami bersyukur didukung pemerintah. Di tengah pandemi, dorongan mencintai produk lokal ini makin kuat. Bahkan, Presiden Jokowi mengatakan suka minum jamu, ini jadi menguatkan kami juga. Tentu, mendorong tren masyarakat yang makin pintar memilih produk yang terbaik, produk natural atau herbal yang baik,” tutur Leo.

Strategi perusahaannya dalam hal diversifikasi dan inovasi produk, menurutnya, menjadi kunci di masa pandemi ini, terutama yang sesuai dengan pasar atau masyarakat saat ini. “Hampir semua produk kami yang diluncurkan di tahun terakhir CAGR-nya di atas 20%, bahkan ada yang di atas 50%. Jadi, penting menghadirkan produk bagus yang sesuai dengan demand perusahaan. Setelah mengeluarkan produk bagus, harus kita dorong dengan distribusi yang maksimal, bukan saja di pasar domestik tapi juga ekspor,” Leo menjelaskan.

Pasar ekspor SIDO, menurut Leo, makin bagus dalam 2-3 tahun terakhir, bahkan makin baik di 2021, terutama di Nigeria dan Malaysia. Karena itu, pihaknya akan melirik ke pasar negara baru.

Penting sekali juga meningkatkan strategi di digital dan media sosial. SIDO sebagai perusahaan yang sehat juga terus menjaga perusahaan ini tetap sehat. “Investor relations pun terus menjaga kinerja dengan memberikan informasi yang jelas, cepat, dan tepat waktu,” ujarnya. Ia meyakini bahwa perusahaan yang fundamentalnya baik akan makin dipercaya investor. Mereka makin cerdas, tidak akan memilih saham karena euforia semata.

“Kami terus menjaga imbal hasil ke pemegang saham yang konsisten dengan cara memberikan divident payoutratio yang cukup bagus. Divident payout ratio 2020 yang dibagikan pada 2021 untuk pemegang saham SIDO adalah 100%. Kami meyakini penting memberikan hasil yang baik ke pemegang saham,” kata Leo tandas.

Selain itu, SIDO juga sangat memperhatikan Sustainable Development Goals (SDGs), dengan makin peduli pada lingkungan hidup. Perusahaan menggunakan panel surya dan green house agar bibit yang dipasok petani makin bagus dan memberikan imbal hasil yang lebih baik.

“Ada banyak langkah SDGs yang sudah kami siapkan namun belum bisa kami sampaikan. Yang pasti, kami mengambil langkah yang bisa dipastikan sangat bermanfaat bagi kinerja perusahaan dan pemegang saham,” Leo menuturkan.

Capex SIDO tahun ini sekitar Rp 200 miliar, mayoritas untuk maintenance, juga untuk proyek green house. “Hingga saat ini sudah digunakan 20%-30% dari total capex Rp 200 miliar hingga akhir tahun,” ujarnya. (*)

Dyah Hasto Palupi dan Herning Banirestu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved