Best CEO

Batara Sianturi, CEO Citi Indonesia: Dalam Kondisi Sulit, Pemimpin Harus Tunjukkan Empati

Batara Sianturi, CEO Citi Indonesia.
Batara Sianturi, CEO Citi Indonesia.

Berkarier di Citibank sejak 1988, Batara Sianturi pada Juni 2015 dipercaya untuk memimpin Citi Indonesia. Sebelumnya, ia telah menjabat posisi prestisius lainnya, yaitu sebagai CEO Citi Hungaria, Regional Head Citi Hungaria serta Wilayah Balkan & Baltik, CEO Citi Filipina, sampai akhirnya menjadi CEO Citi Indonesia. Berarti, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina) ini telah berkarier di perusahaan keuangan internasional asal Amerika Serikat itu selama hampir 33 tahun.

Sebagaimana pemimpin perusahaan yang lain, Batara juga menghadapi tantangan yang tidak ringan di tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. “Tahun 2020 merupakan tahun yang tidak pernah orang bayangkan. Tidak pernah dirasakan orang sebelumnya. Krisis yang terjadi sebelumnya merupakan krisis ekonomi keuangan,” katanya. Krisis karena virus ini, lanjutnya, pun tidak pernah ia alami sepanjang kariernya.

“Saya melihat dunia perbankan, khususnya, harus mem-balance, arahan yang seimbang antara kepentingan stakeholders. Kami ingin semua karyawan tetap sehat, baik yang WFH (work from home) maupun WFO (work from office). Namun, di saat yang bersamaan kami juga ingin performance Citibank Indonesia tidak terpengaruh terlalu drastis, customer experience tetap bagus, jangan sampai karena Covid-19 jadi menurun layanannya,” Batara menuturkan.

Dan, di tengah situasi yang berat tersebut, Batara berhasil menjaga kinerja Citibank Indonesia. Bahkan, kepuasan nasabahnya mengalami peningkatan. Di bidang consumer banking, katanya, tingkat kepuasan dapat diukur dari besarnya Net Promotor Score (NPS) yang mengindikasikan seberapa besar kemungkinan nasabah merekomendasikan Citibank Indonesia kepada teman/keluarga mereka.

Di tahun 2020, pengukuran kepuasan nasabah dengan menggunakan metode itu menunjukkan hasil. Wealth management Citibank Indonesia skornya naik, dari 36,4 (2019) menjadi 53,0. Kemudian, skor NPS kartu kredit Citibank naik dari 10,9 menjadi 21,5, sedangkan digital banking naik dari 39,9 ke angka 54,1.

Untuk institutional banking, menurut Batara, tingkat kepuasan nasabah diukur oleh skor Voice of Client (VOC). Per kuartal ketiga/2020, VOC dari unit bisnis Global Subsidiary Group (GSG) Citi Indonesia berada di tingkat 98%, sedangkan VOC dari unit bisnis Corporate Investment Banking (CIB) berada di tingkat 95%.

Kinerja bisnis yang dicatat Citibank Indonesia sepanjang 2020 pun relatif stabil. Untuk pencapaian laba bersih, sampai dengan kuartal ke-3/2020 (karena laporan tahunan baru dikeluarkan pada Februari 2021) sebesar Rp 1,9 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019, memang terjadi penurunan 17,23%; saat itu laba mencapai Rp 2,38 triliun. Sementara, sepanjang 2019, total laba bersih Citibank tercatat Rp 3 triliun.

“Meskipun dalam ketidakpastian ekonomi, Citibank Indonesia tetap mencatatkan kinerja yang positif dan berhasil mencatatkan return on equity dan return on assets sebesar masing-masing 15% dan 3,9%,” kata Batara.

Selama periode tersebut, Citibank juga meningkatkan cadangan kerugian kredit sejalan dengan dampak pandemi yang sedang berlangsung. Meskipun demikian, “Citibank tetap mencatat non performing loans (NPL) gross dan net yang stabil, yakni masing-masing sebesar 2,8% dan 0,3%,” ungkapnya.

Portofolio kredit di akhir kuartal ketiga meningkat 6% secara year-to-date menjadi Rp 47,4 triliun. Kontribusi utama pertumbuhan portofolio kredit, ia menambahkan, berasal dari lini bisnis institutional banking, terutama pada sektor industri manufaktur, pertanian, dan kehutanan, serta perantara keuangan.

Menurut Batara, pertumbuhan portofolio kredit tersebut ditunjang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) berkelanjutan. Tercatat, dalam periode sembilan bulan tahun 2020 tersebut DPK Citibank naik 10%, dan bank ini memiliki rasio lending-to-funding (loan to deposit ratio/LDR) yang sehat, yakni sebesar 76,6%.

“Selain sangat likuid, Citibank juga memiliki tingkat kecukupan modal yang sangat baik dengan rasio KPMM (kewajiban penyertaan modal minimim) atau CAR (capital adequacy ratio) sebesar 26,5%,” tambahnya.

Batara pun menegaskan, di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, Citibank berkomitmen untuk terus menjaga tingkat likuiditas dan meningkatkan kecukupan modal. “Neraca kami memiliki kapasitas untuk terus melayani kebutuhan nasabah kami. Dengan penekanan yang kuat pada manajemen risiko, kami akan terus melayani secara hati-hati di masa-masa penuh tantangan ini,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, kunci menghadapi kondisi pandemi seperti sekarang adalah menyeimbangkan kepentingan stakeholders. Karyawan tetap aman dan sehat, nasabah mendapatkan layanan yang tetap prima, shareholders mendapat profit, juga memenuhi aturan regulator ketika berpartisipasi menanggulagi pandemi.

Dalam memimpin perusahaan, Batara memegang prinsip “Lead by Example”. Dalam setiap call dan meeting, Batara dan Head Citi Indonesia selalu memimpin sendiri.

“Teman-teman manajer tahu saya suka tanya secara detail. Mereka tahu bagaimana saya engage dan bersama mereka melalui kondisi seperti sekarang. Saya tahu mereka butuh Wi-Fiallowance. Ini sebagai bentuk dukungan bagi yang bekerja di rumah, ” kata Batara.

Sementara bagi yang bekerja di kantor, ia melanjutkan, pada saat ada pembatasan sosial berskala besar, dan pada pukul 6 sore sudah tidak ada kendaraan umum, pihaknya menyediakan kendaraan untuk mereka, agar bisa pulang dengan selamat. “Kami harus show empathy sebagai pemimpin dalam kondisi sulit,” ujarnya.

Sementara, jika ada yang terkena Covid-19, manajemen Citi Indonesia konsekuen, peraturan pemerintah diikuti: cabang atau kantor harus tutup beberapa hari, lalu dilakukan penyemprotan disinfektan.

Batara menilai, memang tidak mudah menjaga kinerja tetap baik dan di saat yang bersamaan karyawan tetap aman serta sehat. Untuk itu, ia melakukan find tune operational model. Jadi, bukan business model yang diubah, tetapi operasionalnya.

“Kami tidak pernah tahu bahwa pekerjaan trading bond, risk income,foreign exchange, ternyata bisa dari rumah. Sekarang yang datang ke trading room Citibank paling hanya tiga orang, lainnya bekerja di rumah. Hasilnya tetap bagus karena kami punya panduannya,” ungkap Batara.

Ia menambahkan, dukungan teknologi informasi sangat menunjang dalam melakukan perubahan operasional tersebut. “Siapa yang laptop-nya on saat bekerja di rumah dan siapa yang off, manajemen bisa tahu. Semua meeting dilakukan secara virtual untuk keamanan bersama,” ungkapnya lagi.

Guna menjaga trust atau kepercayaan kepada karyawan selama pemberlakuan kerja di rumah dan di kantor, Citibank Indonesia menerapkan call/meeting rutin sebagai upaya monitoring yang diikuti semua anggota manajemen. Sekali call bisa 100 manajer di seluruh Indonesia.

“Prosesnya tidak bisa hanya dari atas, harus detail, tiap kasus berbeda. Jika ada kejadian positif, akan memengaruhi tim tersebut, regulator, dan image perusahaan. Jadi, harus kami kelola,” Batara menerangkan.

Bagi nasabah yang mengalami kondisi berat dalam membayar kredit, baik kredit usaha maupun kartu kredit, Citibank melihat alasannya, lalu mencari solusi bersama peminjam. Apa yang dibutuhkan nasabah, nasabah mana yang turun bisnisnya, dan nasabah mana yang sedang naik bisnisnya. Citibank, Batara menegaskan lagi, akan memberikan kemudahan bagi mereka. Seperti sekarang, dengan melihat kebutuhan paket data internet tinggi, pilihan reward untuk nasabah pun disesuaikan. Tidak bisa lagi jalan-jalan ke luar negeri, tetapi yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.

“Ke depan, kami harus terus melihat perkembangan pandemi ini. Walaupun sudah ada vaksin, karena herd imunity pun baru terbentuk 2-3 tahun setelah vaksin disuntikkan, kami tetap harus mengembangkan produk yang menarik, dengan melihat lagi sektor-sektor yang mulai rebound, kami harus jeli. Menggandeng Visa dan Master Card, agar kami bisa menawarkan sesuatu yang relevan untuk customer Citibank,” tutur Batara. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved