Future Business Leaders

Muhammad Arif Susanto, Terapkan Prinsip Designpreneur dan Millenials Leadership

Muhammad Arif Susanto, CEO Kreasi Karya Raya.
Muhammad Arif Susanto, CEO Kreasi Karya Raya.

Menjalankan bisnis dibutuhkan kreativitas dan manajerial yang baik. Dua hal inilah yang diandalkan Muhammad Arif Susanto dalam membesarkan usahanya, PT Kreasi Karya Raya (Dus Duk Duk Group). Bisnis yang dirintisnya sejak di bangku kuliah ini sarat kreativitas: mengembangkan material kardus menjadi produk-produk kreatif seperti dekorasi furnitur, homedecor, souvenir, sampai mainan anak.

“Spirit kami adalah mengimplementasikan keilmuan desain yang dibarengi manajerial bisnis agar kami bisa menjadi salah satu barometer yang mampu memberikan contoh bagi UMKM usaha rintisan untuk menjadi usaha yang lebih profesional,” kata pendiri dan CEO Kreasi Karya Raya ini.

Dus Duk Duk merupakan akronim dari “kardus untuk duduk”. Ini tak lepas dari inovasi pertama yang diluncurkan, yakni produk furnitur berupa kursi yang mampu menahan beban hingga 180 kilogram (kini sudah mencapai 300 kilogram).

Diakui Arif, ide bisnis yang didirikan tahun 2013 tersebut didapat dari mata kuliah dasar desain saat ia kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Berbagai material untuk desain dipelajarinya; salah satunya kardus. “Saya melihat ada potensi di sini. Saya berpikir bahwa seharusnya benda di sekitar, misalnya yang terbuat dari plastik, bisa dibuat dari bahan yang lebih ramah lingkungan dengan waktu yang lebih cepat,” katanya.

Di tiga tahun pertama, Dus Duk Duk mengolah kardus yang diambil dari pemulung, Tahun berikutnya, Arif bekerjasama dengan pabrik-pabrik di sekitar wilayahnya di Surabaya. “Banyak sekali pabrik yang mengolah material kardus. Saya bekerjasama dengan mereka untuk mendaur ulang kardus ini. Bahkan, beberapa dekorasi yang kami buat, ada yang mereka gunakan lagi,” ia menerangkan.

Lambat tetapi pasti, kreativitas Arif kian terasah. Ia melihat material kardus masih menyimpan berbagai peluang lain. Maka, kemudian dalam perkembangannya, Dus Duk Duk memproduksi berbagai macam dekorasi selain kursi. “Kami membuat custom decoration, mulai dari dekorasi untuk mal, butik, dsb. Klien kami antara lain H&M, Mal Tunjungan Plaza, Grand Indonesia, Plaza Indonesia, juga beberapa kantor besar,” ungkapnya.

Perkembangan terkini, Arif meluncurkan dua merek baru, Totoys dan Packimpact. Keduanya baru dirilis di tengah situasi pandemi Covid-19 ini. Totoys fokus memproduksi mainan anak. “Di masa pandemi ini kami berusaha tetap tumbuh. Kami melihat peluang di masa ini anak-anak berada di rumah saja atau stay at home,” ujarnya. Adapun Packimpact fokus pada custom dan ritel kemasan, terutama bagi pelaku UMKM yang membutuhkan kemasan.

“Produk baru ini scale up-nya sejak 2019. Karena saya berpikir bahwa Dus Duk Duk ini tidak bisa hanya dikembangkan sebagai custom dekorasi atau furnitur, tapi harus lebih diperluas masuk ke mass product,” kata peraih Forbes 30 Under 30 tahun 2020 itu.

Hingga tahun 2019, pasar Dus Duk Duk telah menyebar ke 37 kota di Indonesia dan enam negara, dengan total 500 desain dan sekitar 4.500 cardboard sheet. Meluasnya pasar ke mancanegara ini berawal dari ambisi Arif untuk membuat kardus naik kelas.

”Tahun 2015 mulai berpikir bahwa material kardus ini harus di-branding dengan baik karena kita tahu bahwa kardus ini konotasinya jelek. Saya memikirkan bagaimana supaya kardus bisa naik kelas,” ia menjelaskan. Maka, kemudian ia mengikuti berbagai pameran berkelas internasional yang membuat Dus Duk Duk mulai dikenal dan permintaan pun terbentuk.

Menurut Arif, bakat kepemimpinan dan bisnisnya terasah sejak masih kecil. Saat duduk di bangku sekolah dasar, ia menjual gambar buatannya, juga berjualan kaus dan barang lain. Ia juga menjabat Ketua OSIS saat SMA, serta mengikuti sejumlah pendidikan nonformal dan aktif di berbagai komunitas.

Kini Arif memimpin tim tetap beranggotakan 12 orang, dan tim freelance sebanyak 10-20 orang. Ia mengungkapkan, dalam memimpin, ia menerapkan prinsip designpreneur serta millenials leadership, dengan budaya memimpin entrepreneurial mindset, aktif, berani berpendapat, menyeimbangkan target pribadi dengan perusahaan, dan menciptakan perkembangan personal tim.

Terkait yang terakhir, Arif berusaha membuat anggota tim bisa menjadi leaders yang mandiri melalui tiga tahap. Pertama, mencontohkan. Kedua, bekerjasama. Ketiga, memantau dan mengevaluasi, yakni memantau hasil kinerja setiap tim dan memberikan masukan. “Tidak jarang saya melakukan evaluasi one on one untuk menumbuhkan solusi serta kepercayaan lebih,” ujar Arif. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved