Indonesia Best CFO

Arief Adhi Sanjaya, PT JIEP: Menjadi “Defensive Playmaker” untuk Siapkan VUCA Ready

Arief Adhi Sanjaya, Direktur Keuangan & Business Services PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung.
Arief Adhi Sanjaya, Direktur Keuangan & Business Services PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung.

Sejak resmi dilantik menjadi Direktur Keuangan PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) dua tahun lalu, tepatnya 17 Oktober 2018, Arief Adhi Sanjaya mencoba memetakan perannya di perusahaan BUMD tersebut. Dalam pemikirannya, direktur keuangan (CFO) adalah penyeimbang perusahaan. CFO berperan sebagai kolaborator dan kontributor yang secara lebih aktif menghadapi berbagai tantangan masa depan perusahaan untuk meningkatkan value-added korporasi, tanpa melanggar bidang tugas dalam prinsip korporasi yang baik.

Arief mendefinisikan ulang peran CFO yang sebelumnya disebut goalkeeper, sekarang menjadi defensive playmaker. Mengapa? “Karena sebagai defensive playmaker, kami berkontribusi secara aktif mempersiapkan perusahaan untuk VUCA Ready, sedangkan sebelumnya peran kami lebih banyak menjaga sheet balance dan profit atau disebut sebagai goalkeeper,” katanya.

Diakui Arief, peran baru CFO ini memang tidak mudah. Selain sebagai penyeimbang, CFO juga harus berbicara tentang product, people, profit, purpose, program, dan planet yang semua ini terhubung dalam bentuk kolaborasi dan kontribusi. “CFO diharapkan memiliki fungsi agregator dan katalis, bukan semata-mata menjaga benteng keuangan,” ujarnya tandas.

Jadi, Arief menegaskan, CFO sekarang menghadapi enam tantangan sekaligus. Yaitu, human capital challenges, strategic challenges, social & demographic challenges, business challenges, product challenges, hingga environmental challenges.

Begitu pula di JIEP, dia harus berhadapan dengan tantangan bagaimana membangun manajemen ekosistem kawasan yang komprehensif. Sebagai perusahaan pengembang dan pengelola kawasan industri yang berkantor pusat di Pulogadung, Jakarta Timur, JIEP yang didirikan pada 1973 dengan kepemilikan saham 50% Pemerintah Indonesia dan 50% Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini menjadi rumah bagi kurang-lebih 350 perusahaan, baik mutinasional maupun nasional.

Secara khusus, ada empat tantangan yang dihadapi Arief di JIEP yang memiliki total areal seluas 433 hektare. Keempat tantangan itu: (1) intensitas lahan rendah, yang berdampak pada pemanfaatan lahan; (2) diversifikasi dari segmen industri relatif rendah; (3) portofolio bisnis belum seimbang; dan (4) human capital cenderung pasif dan kurang proaktif.

Di sisi lain, JIEP juga menghadapi tantangan eksternal yang tidak kalah berat. Antara lain, tuntutan kinerja sekaligus transparansi yang sangat tinggi, perubahan regulasi yang sangat tidak pasti, meningkatnya pengaruh eksternal sehingga melahirkan risiko bisnis tersendiri, mahalnya biaya pengelolaan risiko organisasi, serta dampak bahaya dari risiko yang tidak teridentifikasi, yang harus menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan.

Intinya, JIEP berusaha bagaimana agar lahan seluas 433 ha tersebut bermanfaat bagi daya dukung lahan yang berkesinambungan. “Kami melihat, sebagai lokomotif penggerak ekonomi, selama ini belum sesuai dengan purpose-nya,” ungkap Arief yang terus mencari formula penanganannya.

Berdasarkan financial map yang dimiliki, dia merancang strategi penanganan JIEP.. Pertama, membenahi pos pengeluaran terbesar di human capital yang selama ini belum optimal. Peningkatan kapasitas, penguatan budaya kinerja, dan pemberian remunerasi yang berkeadilan, merupakan beberapa hal yang menjadi prioritas perbaikan.

Kedua, membangun fondasi sistem keuangan yang terintegrasi. “Dulunya JIEP hanya semi-automasi pencatatannya. Ini menyulitkan pengambilan keputusan,” Arief menjelaskan. Sehingga, kemudian dilakukan pembenahan dengan menyiapkan Enterprise Resource Planning (ERP). “Sistem ERP dikembangkan sejak tahun 2019 untuk menggantikan sistem konvensional yang bergantung pada ketelitian manusia,” katanya. Perjalanan panjang dalam memilih platform ERP terbaik dilakukan.

Saat ini pihaknya tengah menyiapkan implementasi PSAK 73. Pertimbangan Arief, pemberlakuan PSAK 73 dengan mengoptimalkan pendapatan antarwaktu akan berguna ketika akhirnya JIEP bergerak masuk ke market, termasuk ketika masuk ke investasi dan pendanaan di masa mendatang.

Dari segi balance sheet, Arief menemukan banyak aset yang tidak produktif. Contohnya, Grand JIEP BizHomes yang dibangun di area seluas 13.403 m2 di Jl. Pulosidik 50, Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur, dekat dengan pusat industri, finansial, logistik, dan distribusi Jakarta. Sebanyak 58 unit Grand JIEP BizHomes ini didukung akses transportasi dekat dengan terminal Rawamangun dan Pulogadung, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Bandara Halim Perdanakusuma. Aset yang dibangun pada 2014 tersebut ternyata tidak dapat dimanfaatkan. “Sehingga melalui serangkaian upaya hukum dan keuangan, Grand JIEP Bizhome dijual pada 2018,” Arief menerangkan.

Selain itu, diakui Arief, banyak sekali pembayaran yang tidak layak dibayar. Sayangnya, penegakan pemerintah semacam ini sering ditangkap berbeda oleh mitra JIEP, sehingga mereka melakukan PKPU. “PKPU ini merupakan langkah untuk menjaga khittah good corporate governance perusahaan,” katanya.

Intinya, sebagai CFO, Arief merasa bertanggung jawab untuk turut berkontribusi terhadap peningkatan total aset sebesar 151% periode tahun buku 2017-2019. “Ini adalah fondasi yang baik ke depannya, karena kami bertekad berubah dari mono use land menjadi terintegrasi. Ada media hub, culture hub, green hub, business hub, halal hub, IT hub, dll.,” katanya.

Caranya? JIEP membuat empat proyek yang diharapkan menjadi jembatan menuju pertumbuhan berkelanjutan. Yaitu, management complex, hotel & office tower, modern warehouse, dan condominium & flats. “Inilah yang diharapkan menjadi recurring income yang bagus. Tentu saja, pembangunan ini tidak bisa dikerjakan sendiri sehingga kami mengeksplorasi kemungkinan pendanaan yang ada,” kata Arief.

Ia menunjukkan beberapa proyek strategis dengan total kebutuhan pendanaan hingga Rp 898 miliar dengan average blended IRR 16,73%. Adapun WACC JIEP saat ini masih berada di 21,15% di atas blended IRR Project JIEP ke depan 16,73% dan untuk dapat menurunkan WACC hingga di bawah blended IRR project dibutuhkan porsi debt 70%.

Arief yakin, pada tahun 2023, JIEP siap menyongsong masterplan Kawasan Industri Pulogadung yang baru. Saat ini 83% industri masih bertopang pada industrial, dan diharapkan ke depannya akan shifting ke 41% industrial, 5% komersial, 37% residensial, dan sisanya warehouse management serta trading utilitasi.

Perjalanan JIEP menuju masterplan baru memang masih panjang. Apalagi, sekarang kita tengah menghadapi Covid-19. Diakui Arief, dampak Covid-19 cukup menekan pendapatan perusahaan yang berasal dari sewa tanah dan bangunan. Namun, untuk kelanjutan masterplan, Arief terus terang mengatakan, menemui blessing in disguise, yaitu dalam proses politis. “Proses politis yang berjalan, yaitu adanya perubahan RDTR. RDTR sedang diproses oleh DPRD DKI Jakarta,” ungkapnya.

Secara khusus, untuk menghadapi Covid-19 ini, JIEP melakukan sejumlah langkah. Di antaranya, mempersiapkan disrupsi talent dan memvirtualkan organisasi dengan pelaksanaan IT-based human capitalmanagement; meningkatkan likuiditas, dengan pengaturan kredit jangka pendek, penekanan biaya, dan kebutuhan minimal performa; mendorong perbaikan operasional untuk mendapatkan kinerja optimal dengan pelaksanaan cost leadership dalam RKAPP 2020; dan mengelola risiko dengan melaksanakan manajemen asset, sehingga tidak meningkatkan capital expenditure melainkan intensifikasi produk, seperti pemanfaatan gudang kosong untuk sewa produk ketahanan pangan dalam masa Covid-19. (*)

Dyah Hasto Palupi dan Andi Hana Mufidah Elmirasari

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved