Indonesia Best CFO

Beatrice Kartika, Lebih Strategis dan Memacu Digitalisasi

Beatrice Kartika, CFO PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (MPM.
Beatrice Kartika, CFO PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (MPM.

Tak salah bila menyebut Beatrice Kartika sebagai profesional loyal di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (Saratoga Group). Lulusan Akuntansi Universitas Trisakti ini tak kurang dari 14 tahun berkarier di Saratoga dan pernah ditempatkan di berbagai posisi keuangan di sejumlah anak usaha.

Tak mengherankan, pada akhir 2017 Beatrice dipromosikan sebagai CFO PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (MPM), salah satu portofolio bisnis utama Saratoga. MPM dimiliki Saratoga (56,7%), Persada Capital (5%), treasury (2,5%), dan investor publik (35,8%). Perusahaan yang didirikan William Soerjadjaja pada 1987 ini melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 2013 dengan ticker MPMX.

Jelas menjadi tantangan tersendiri bagi Beatrice untuk mengelola keuangan Grup MPM yang bisnisnya bidang distribusi otomotif konsumer dan telah berkembang secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Selain menjadi dealer resmi sepeda motor Honda (mengelola 40 dealer resmi), juga mengelola MPM Insurance, JACCS MPM Finance, bisnis rental, bisnis lelang mobil bekas, dan lain-lain. Tahun 2021, MPM mencatatkan pendapatan Rp 12,9 triliun, naik 15% dari tahun 2020. Skala bisnis yang tak kecil tentunya.

Salah satu peran penting Beatrice di MPM dalam dua tahun terakhir ialah mendorong percepatan transformasi digital di berbagai lini, termasuk bidang keuangan. “Kami mengarahkan seluruh organisasi untuk memprioritaskan implementasi teknologi digital yang memiliki relevansi dengan bisnisnya masing-masing,” katanya. Ia mendorong tim di MPM agar lebih berani dalam mengambil risiko untuk mencari inovasi digital yang dapat diukur juga benefit-nya, paling tidak benefit secara finansial.

“Kami juga banyak mengembangkan smart mobility dengan tujuan embrace better environment,” ujarnya. MPMX didorong untuk terus menjalankan bisnis dengan memperhatikan kaidah-kaidah berkelanjutan dan mengembangkan well-being masyarakat sekitar.

Beatrice juga mendorong tim pelayanan di perusahaannya untuk mengembangkan customer experience dengan lebih baik dan terus mampu beradaptasi dengan perubahan. Selama masa pandemi yang baru saja lewat, contohnya, bisnis lelang MPM (Auksi) sempat terhenti karena terdampak pandemi.

Namun, hal itu mampu diadaptasi setelah memindahkan bisnis Auksi ke media digital dengan sejumlah inovasi. “Hingga saat ini penjualan Auksi yang online itu bisa terus jalan bersama-sama dengan yang offline, dan malah membuat margin kami lebih tinggi,” ungkapnya.

Selain itu, dengan penguatan digital yang dilakukan, kini perusahaannya juga sudah punya kemampuan data analytics untuk lebih mengenal customer secara lebih baik dan tajam. “Misalnya, di daerah ini konsumen lebih suka motor tipe ini, atau di daerah sana sukanya motor warna apa. Kami juga bisa mapping kebutuhan customer, kira-kira keluarga ini butuh beli motor lagi kapan?” Beatrice menjelaskan. Transformasi digital memberikan banyak pelajaran bisnis ke MPM Group secara keseluruhan.

Namun, sebagai pemimpin bidang keuangan, Beatrice tetap harus disiplin menjaga fundamental keuangan dan bottom line perusahaan. Di sejumlah lokasi, MPM sudah menjadi market leader, tapi risiko finansial juga tetap harus diwaspadai.

Ia mengakui, bisnis MPM sangat mudah terpengaruh perubahan kebijakan suku bunga oleh Bank Indonesia. Sehingga, bila BI menaikkan suku bunga ―misalnya, karena BI menyesuaikan dengan kebijakan dari The Fed― hal itu berdampak langsung ke MPM.

“Yang kemudian kami lakukan, kalau kami cari financing, kami langsung lakukan hedging, untuk mengurangi dampak kejadian kenaikan suku bunga seperti itu,” katanya. Dengan pola itu, keuangan MPM akan lebih terproteksi dari berbagai kemungkinan gejolak di pasar.

Tak lupa, sebagai CFO, ia tak ingin seperti CFO pada zaman dulu yang hanya identik dengan akuntan yang serba angka. “Saya tak mau lupa melihat big picture. CFO harus memberi peran manajemen, menjadi komite strategis untuk bisnis. CFO saat ini harus dapat menjembatani transisi dari teknis ke pengaruh strategis,” Beatrice menegaskan.

Jadi, CFO harus bisa membantu menunjukkan arah strategis perusahaan, harus bisa menerjemahkan langkah-langkah menjadi rencana operasional yang membawa pertumbuhan, perubahan, dan transformasi. “Maka, CFO harus memiliki keahlian strategis untuk menjadi seperti co-pilot untuk berbagai pemangku kepentingan, seperti CEO, komisaris, board, investors, dan bankers,” katanya tandas. (*)

Sudarmadi & Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved