Indonesia Best CFO

Elisa Lumbantoruan: Organisasi Keuangan Garuda Telah Menjadi Value Integrater

Elisa Lumbantoruan: Organisasi Keuangan Garuda Telah Menjadi Value Integrater

“Chief financial officer (CFO) berpikiranlah sebagai chief executive officer (CEO) supaya terbuka kemungkinan memberikan nilai tambah sebagai value integrater di dalam satu perusahaan,” ujar Elisa Lumbantoruan, mantan CFO PT Garuda Indonesia Tbk., yang baru saja memangku jabatan sebagai VP Eksekutif Pemasaran & Penjualan. Menurut pria kelahiran 19 Juli 1960 ini, dengan membuka diri dan berpikir layaknya CEO, akan muncul berbagai alternatif pemikiran terkait dengan organisasi pengelolaan keuangan.

Contohnya di Garuda, sejak ia menjadi CFO, fungsi organisasi keuangannya berhasil menjadi value integrater. Maksudnya, organisasi keuangan Garuda bisa mengembangkan fungsi lain seperti sebagai score keeper. Lalu, bagian keuangan juga mampu memberikan value-added reporting, dari sisi pengelolaan, integrasi disiplin, dsb. “Intinya, kami dari organisasi keuangan sudah menjadi value integrater yang lebih berorientasi bisnis, berorientasi pada pertumbuhan, oportunitas profit, dan return to shareholder,” paparnya tentang apa yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir ini.

Elisa Lumbantoruan, VP Eksekutif Pemasaran & Penjualan PT Garuda Indonesia Tbk.

Bagi lulusan dari ITB ini, hal utama yang dilakukannya adalah mendukung pertumbuhan. Kemudian, mengelola strategi modal menjadi strategi pendanaan (funding strategy) yang bersumber pada tiga hal. Pertama, free cash flow internal (dana dari penumpang yang dibayarkan di depan). Kedua, hasil ekuitas, misalnya dari hasil IPO sendiri ataupun anak perusahaan dan hasil rights issue. Dan ketiga, dana dari perbankan baik berupa pinjaman maupun obligasi. “Ketiga hal itulah yang selalu kami kelola sebaik-baiknya,” ujarnya.

Prinsip Elisa, dalam pengelolaan funding harus menghasilkan return on invested capital yang lebih tinggi. Hal itu bisa dilihat dari posisi minimum cash balance dan menjaganya jangan terlalu besar, tetapi juga jangan terlalu kecil. Kalau terlalu besar, itu menjadi waste, karena harus berpikir seandainya itu dari bank maka harus bayar bunga, tetapi kalau dana ini tidak produktif berarti tidak memberikan return.

Yang ketiga adalah dari sisi pengelolaan cost. “Maksudnya, kami mengatakan sebagai cost efficiency, bukan cost cutting,” tutur mantan Presdir HP Indonesia ini. Menurutnya, untuk membuat cost efficiency ini harus berkeyakinan menjadi yang terbaik. Itu sebabnya, struktur biaya di Garuda selalu dibandingkan dengan full service airlines di regional.

Selain itu, cost efficiency juga harus memperhatikan bagaimana tingkat utilisasi atau penurunan aset yang ada. Tentang hal ini, mudah dilakukannya. Yang paling gampang dilihat dari tren keuntungan pendapatan dan laba Garuda. “Itu yang sangat signifikan di mana kalau kami lihat trennya sangat bagus, makin tinggi,” katanya.

Dalam pengelolaan biaya, tidak kalah penting adalah perspektif dari investor dengan indikatornya adalah harga saham. Ini yang terlihat telak dari Garuda. “Berdasarkan grafik pertumbuhan harga saham Garuda dalam 12 bulan terakhir, terlihat bahwa Garuda adalah one of the highest di Bursa Efek Indonesia. Indikator paling clear saat ini,” ujar Elisa bangga. Diakuinya, tingkat kepuasan dari lembaga keuangan ataupun lessor yang mendukung pertumbuhan Garuda.

Bagi ayah dua putri ini, tantangan ke depan dari seorang CFO adalah bagaimana melakukan alignment dari seluruh organisasi keuangan untuk berorientasi pada pertumbuhan bisnis. Apalagi di perusahaan penerbangan butuh mikromanajemen karena harus mengelola margin profit yang sangat kecil, tetapi volumenya besar. Sehingga risiko untuk benar-benar untung atau risiko untuk benar-benar rugi itu sangat sensitif terhadap beberapa parameter.

Maka di Garuda pihaknya selalu melakukan analisis sensitivitas. Sensitivitas ini biasanya dilihat dari perspektif harga fuel, forex exchange, seberapa naik turunnya sheet load factor, yield atau harga tiket, dan utilisasi aircraft. Itu ada beberapa aspek yang dianalisis melalui analisis sensitivitas. ”Dengan kami bisa memberikan prediksi terhadap analisis sensitivitas ini, maka kami bisa avoid untuk mencegah supaya hal yang tidak diinginkan tidak terjadi,” tuturnya.

Dr. Sugiharto, Komut PT Pertamina (Persero), salah satu juri Indonesia Best CFO, memuji kecekatan Elisa dalam mengendalikan Garuda yang mengalami dua kali turnaround dan puncaknya berhasil mencatatkan saham di publik. Menurutnya, Garuda bisa menjadi sebuah role model untuk sebuah kasus manajemen. Keberadaan Elisa, menurut mantan Menneg BUMN ini, sangat menjanjikan bagi Garuda untuk berekspansi. “Saya tidak khawatir dengan ekspansi Garuda, baik dari segi pinjaman maupun investasi, karena pasti proses bisnisnya sudah dilakukan secara lebih prudent dibandingkan dengan mungkin sebelumnya, sekalipun dia masih sebagai BUMN,” tuturnya memuji.

Djoko Wintoro, juri Indonesia Best CFO dari Prasetiya Mulya Business School, menambahkan, peran CFO Garuda berhasil diperluas dari pengelolaan tradisional keuangan ke pengelolaan pertumbuhan perusahaan yang menguntungkan. “CFO menjadi lebih peduli pada tingkat tren bisnis sebagai mesin penggerak kinerja perusahaan dan harga saham perusahaan, sehingga terlihat istimewa,” katanya. Kinerja keuangannya pun menurut Djoko diyakini akan terus membaik sejalan dengan perbaikan alokasi modal untuk mendukung pertumbuhan perusahaan yang menguntungkan.

Bagi kedua juri tersebut, tantangan ke depan adalah bagaimana Garuda harus menjadi bagian yang utama dalam membangun kesadaran koletif tentang perlunya value creation. CFO harus menjadi key driver atau value driver dari peningkatan shareholder value. Shareholder value kalau sudah perusahaan publik itu ujung-ujungnya adalah kapitalisasi pasar. “Karena CFO itu yang paling mengerti for every one dollar you spend how much you get the return,” Sugiharto menandaskan. Ia percaya Elisa Lumbantoruan bisa melakukannya.

Dede Suryadi dan Gustyanita Pratiwi

Riset: Sarah Ratna Herni


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved