Leaders

Reputasi dan Dedikasi Elia Massa Manik di BUMN dan Swasta

Elia Massa Manik. (Foto dok Majalah SWA)

Rekam jejak Elia Massa Manik sebagai bos di perusahaan BUMN dan swasta dinilai berbagai kalangan sebagai sosok pemimpin perusahaan yang piawai membereskan aneka macam permasalahan di berbagai perusahaan, seperti Kiani Kertas, PT Elnusa Tbk atau PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III).

Pria kelahiran kelahiran Kabanjahe (Karo), Sumatera Utara, ini sangat cakap membenahi kinerja negatif perusahaan menjadi positif. Tak mengherankan, prestasinya itu diapresiasi berbagai pihak, antara lain menyabet penghargaan sebagai The Best CEO di ajang BUMN Leaders Award 2016 yang diselenggarakan Majalah SWA dan IPMI (Institut Pengembangan Manajemen Indonesia). “Saya tidak tahu bagaimana Tuhan memperjalankan diri saya. Kebetulan karier saya memang mengurus perusahaan bermasalah, mengelola aset-aset yang distress dan meningkatkan business development,” kata Elia kepada Majalah SWA pada medio Desember 2016.

Anggota Dewan Juri di ajang BUMN Leaders Award 2016 itu Hotbonar Sinaga (mantan Dirut Jamsostek), Zulkifli Zaini (mantan Dirut Bank Mandiri), Rinaldi Firmansyah (mantan Dirut Telkom), dan Hasnul Suhaimi (mantan Dirut XL), angkat topi atas pencapaian Elia ketika menangani PTPN III.

Hotbonar mengaku terkesan dengan prinsip kepemimpinan Massa yang berpatokan pada tiga hal, yakni: knowledge (pengetahuan), speed (kecepatan), gut (keberanian/nyali). Misalnya, Massa yang sebelumnya tak punya latar belakang perbankan, pernah ditugasi membenahi kredit bermasalah di BNI dan hasilnya memuaskan. Dari jejak kepemimpinannya, Massa terlihat berani pula memecat karyawan yang melanggar aturan, bahkan di level direksi.

Elia yang kala itu menjabat CEO PTPN III memang berhasil membenahi kinerja 14 anak perusahaan PTPN I hingga PTPN XIV yang mengalami keuangan negatif. PTPN III, selaku induk usaha, menganggung utang sekitar Rp 33,24 triliun. Permasalahan lainnya dihadapi Elia, antara lain produktivitas kebun yang rendah, biaya operasional membengkak, kinerja SDM tak optimal , program pengembangan bisnis stagnan, atau rendahnya daya saing perusahaan dibandingkan perusahaan perkebunan swasta.

Sejak ditugaskan di PTPN III pada April 2016, Elia bersama timnya berani mengambil keputusan penting untuk membenahi perusahaan, antara lain memangkas jumlah direksi di anak usaha sebanyak tiga orang dari sebelumnya lima direksi. Keberhasilan anak usaha, menurut Elia, adalah jeli memilih direksi atau pemimpin bisnis yang berani mengambil perubahan dan bergerak cepat mengatasi masalah. Pria yang gemar bermain golf ini menetapkan skala prioritas untuk mengubah sektor tertentu di perusahaan.

Guna mengejar ketertinggalan, PTPN III membutuhkan tambahan dana Rp 9,5 triliun untuk meremajakan (replanting) kebun. Elia turut serta menghimpun pendanaan dengan melakukan kunjungan (roadshow) ke beberapa bank. Rupanya, pihak bank mengucurkan pinjaman karena mempertimbangkan deputasi direksi PTPN III dibawah komando Elia dan prospek bisnis perusahaan.

Dia tak segan-segan melakukan restrukturisasi organisasi dan keuangan. Ia bersikap skeptis ketika menerima laporan rugi-laba dari anak usaha. “Saya tidak mau kalau sekadar dikatakan profit. Dari mana profitnya? Yang saya tanya, mana uang cash yang dimiliki? Mana operating cash flow-nya? Ini berbisnis di sektor riil, yang penting justru operating cash flow,” ia menekankan. Dari sisi SDM, setelah merestrukturisasi organisasi di level direksi, dia juga mulai mengembangkan talent pool satu lapis di bawah direksi sehingga jabatan yang ditempati sesuai dengan kompetensi. Holding melakukan job enlargement dan job enrichment serta menghapus jabatan yang redundant sehingga diperoleh organisasi bisnis yang lebih sederhana, tanpa mengurangi kontrol dan efektivitas organisasi. Pihaknya juga terus menjalin komunikasi dengan semua anak usaha.

Rekam Jejak Elia

Kiprah Elia menangani perusahaan yang merugi bisa ditelusuri ketika menjabat sebagi CEP PT Kiani Kertas di awal tahun 2000-an. Perusahaan ini dibeli oleh pemilik baru dari BPPN di tahun 2002. Ia juga berhasil menghidupkan roda bisnis PT Kertas Basuki Rahmat Tbk. Contoh lainnya, ketika memimpin PT Elnusa Tbk (2011-2014), Elia berhasil melepaskan Elnusa dari utang jumbo yang membekap perusahaan. Selain itu, Elia berhasil meningkatkan likuiditas serta mendongkrak kas Elnusa sehingga memiliki dana sekitar Rp 1 triliun untuk diinvestasikan.

Kiprah Elia di perusahaan itu tercium oleh manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang mempercayakan Elia menangani kredit macet. Elia pada Agustus 2015-April 2016 ditugaskan menyelesaikan kredit macet di bank pelat merah ini. Kendati latar belakangnya bukan sebagai bankir, dia berhasil mengemban tugas ini “Saya juga nggak ngerti, saya bukan bankir tetapi ditugaskan untuk membereskan kredit-kredit bermasalah di bank. Syukurnya, hanya sembilan bulan di sana saya bisa menghidupkan Rp 16 triliun kredit bermasalah,” ungkapnya.

Kariernya kian mentereng tatkala Elia pada Maret 2017 ditunjuk Kementerian BUMN sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk menggantikan Dwi Soetjipto. Lantas, bagaimana dengan kehadirannya di Pertamina? Tentu saja, tantangan yang dihadapi Elia bukan hanya bagaimana membuat solid manajemen Pertamina, tetapi juga melanjutkan langkah transformasi yang sudah dijalankan di BUMN minyak ini. “Banyak target yang dipasang, termasuk peningkatan omset, profit, hingga membangun kemandirian energi,” ujar Elia saat dihubungi SWA pada pertengahan tahun 2017. “Tahun-tahun mendatang akan menjadi tahun sulit bagi Pertamina, khususnya bagaimana mencapai kemandirian energi, yang menjadi program besar Presiden Jokowi,” ia menambahkan tantangan tugasnya di Pertamina.

Agenda besar Pertamina, menurut Elia, adalah merevitalisasi kilang minyak yang sudah ada dan membangun kilang baru. Ini memang proyek yang dinilai banyak ahli harus dilakukan mengingat sudah selama dua dasawarsa Pertamina tidak membangun kilang. Dalam sejarahnya, Pertamina terakhir kali membangun kilang besar pada 1997 di Balongan dengan nilai proyek US$ 2,5 miliar. “Dalam tujuh tahun ke depan akan dilakukan pembangunan kilang dengan dana US$ 30 miliar,” ungkap alumni Institut Teknologi Bandung dan Asian Institute of Management ini.

Posisi Elia di Pertamina berakhir pada 20 April 2018 lantaran Kementerian BUMN memberhentikannya dengan hormat Elia. Nicke Nicke Widyawati ditunjuk sebagai Plt Direktur Utama Pertamina sekaligus Direktur SDM. Selain Elia, Kementerian BUMN juga mengganti Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, Direktur Pengolahan, Direktur Manajemen Aset, dan Direktur Pemasaran Korporat. Berikut susunan jajaran direksi Pertamina yang baru;

Plt Direktur Utama sekaligus Direktur SDM: Nicke Widyawati

Direktur Pengolahan: Budi Santoso Syarif

Direktur Keuangan: Arief Budiman

Direktur Pemasaran Korporasi: Basuki Trikora Putra

Direktur Pemasaran Retail: Masud Hamid

Direktur Manajemen aset: M. Haryo Junianto

Direktur MPP: Heru Setiawan

Direktur infrastruktur: Gandhi Sriwidjojo

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved