Covid 19

Berikut Tren Baru Di Perdagangan Internasional Akibat Pandemi Covid

Covid-19 telah mempercepat perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan telah menciptakan peluang baru. Berkolaborasi dengan HSBC Indonesia untuk ketiga kalinya, Indonesia Economic Forum kembali digelar dan tahun ini mengusung tema “2020 Vision: Rebooting Economic Growth Post Covid-19.” Setelah mengalami penurunan ekonomi yang tajam sejak Krisis Keuangan Asia, Indonesia sedang berada dalam masa pemulihan perekonomian.

Pada hari kedua yang mengambil tema “Emerging Trends in Global Trade”, diskusi panel terbagi dalam tiga sesi. Pada sesi pertama, menghadirkan pembicara utama Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, dan disusul dengan sesi diskusi panel oleh berbagai pembicara seperti Prof. Sarah Danzman, Asst Prof of International Studies, Hamilton Lugar School of International Studies, Indiana University, Bloomington, Dr. Lili Yan Ing, Lead Advisor, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, Shinta Kamdani, Wakil Ketua Kadin bidang Hubungan Internasional.

Diskusi panel ini dimoderasi oleh Dr. Muhammad Hadianto, Deputi Direktur Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral, Kemenko Perekonomian membahas tentang trend – trend baru yang muncul di perdagangan internasional.

Dalam sambutannya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menekankan pentingnya kerjasama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bagi negara anggota khususnya kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kerjasama ini mengangkat tema keberlanjutan, karakteristik unik negara-negara anggota dan volume perdagangan antar anggota. Berbeda dengan kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat, kawasan Asia Tenggara lebih terbuka terhadap kerjasama perdagangan multilateral yang tentunya bisa diperluas ke negara anggota lain di luar Asia Tenggara seperti Australia, Korea Selatan, Jepang, India, Tiongkok dan Selandia Baru.

“Bagi kawasan Asia Tenggara, RCEP adalah kerjasama terbesar kedua setelah WTO. Harapannya ini juga bisa menarik kerjasama perdagangan dengan negara di kawasan lain. Saya melihat RCEP ke depan akan berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan, mengingat secara kebijakan politik perdagangan antar anggota sangatlah identik dan kawasan lain seperti Asia Selatan semoga bisa melakukan kerjasama perdanganan dengan kita, mengingat pasar yang besar. Kita harus sama-sama memanfaatkan momentum ini dengan sebaik-baiknya. Saya harap sesi diskusi panel ini bisa menghasilkan outcome yang positif untuk kemajuan kita bersama,” kata Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga.

Prof. Sarah Danzman, Asst Prof of International Studies, Hamilton Lugar School of International Studies dari Indiana University, Bloomington menekankan bahwa saat ini aktivitas perdagangan material secara global masih berjalan. Namun demikina, banyak tantangan yang harus dihadapi, meskipun baru-baru ini pemerintah Amerika Serikat yang baru memberikan sinyal positif terkait kebijakan perdagangan internasional mereka.

“Meskipun Pemerintahan AS yang baru, Joe Bidden dan Kamala Haris terlihat sangat terbuka untuk mengubah kebijakan perdangan internasional mereka, namun mereka juga perlu tetap memperhatikan kepentingan kelas pekerja dan kelas menengah mereka sendiri. Kerjasama dan negosiasi perdangan dengan negara- negara lain seperti Asia Pasifik misalnya, saya rasa masih akan berjalan lambat karena alasan kebijakan yang memprioritaskan kepentingan domestik tadi. Secara umum aktivitas perdagangan material global masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat, tapi saya tetap optimistis,” kata Prof. Sarah Danzman, Asst Prof of International Studies, Hamilton Lugar School of International Studies dari Indiana University, Bloomington.

Wakil Ketua Kadin bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani menyatakan untuk bisa memanfaatkan momentum penataan ulang landskap perdagangan internasional, Indonesia harus membangun ekosistem yang mendukung iklim usaha dan investasi. Agar para pemain lokal bisa kompetitif, sekali lagi pemerintah perlu benar-benar mengimplementasi kebijakan yang tepat, tidak hanya mencanangkannya semata.

“Refomasi struktural yang dilakukan pemerintah, dalam hal apapun akan selalu dinanti pelaku usaha dan kami percaya ini sangat penting bagi Indonesia agar kita bisa menjadi negara ekonomi besar dan kita harus melakukannya karena kita saat ini benar-benar sangat tertinggal. Masih ada kebijakan yang tumpang tindih, terlalu banyak peraturan yang akhirnya membuat tingkat kemudahan berusaha kita buruk. Karena itu perlu UU Cipta kerja kami percaya ini satu-satunya cara untuk mendatangkan lebih banyak investasi baik dari asing maupun lokal, dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk 112 juta angkatan kerja Indonesia,” kata Wakil Ketua Kadin bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani.

Dr. Lili Yan Ing, Lead Advisor, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia menyatakan bahwa agar Indonesia tetap kompetitif, pemerintah sebaiknya tidak terlalu banyak melakukan intervensi terhadap pasar. Hanya jika pasar sedang underperforme saja pemerintah bisa turun tangan. Sebaliknya, pemeirntah harus fokus menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti listrik, air, pendidikan dan kesehatan.

“Jika pemerintah mampu menyediakan infrastruktur dasar untuk sektor – sektor tersebut, saya yakin Indonesia bia kembali pada jalur pembangunan ekonomi yang fokus pada peningkatkan kualitas hidup masyarakat, peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat,” kata Dr. Lili Yan Ing, Lead Advisor, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia.

Merangkum diskusi panel sesi ini, Deputi Direktur Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral, Kemenko Perekonomian membahas tentang trend – trend baru yang muncul di perdagangan internasional. Dr. Muhammad Hadianto menyatakan ada 5 trend baru yang mewarnai perdangan internasional saat ini: perubahan perilaku konsumen yang lebih memilih produk berkelanjutan dan lokal, makin masifnya penggunaan kecerdasan buatan dan teknologi mutakhir lainnya mengingat saat ini lebih dari 50% dari total pneduduk global beralih online, semakin demokratisnya big data, meningkatnya tantangan perdagangan global dari sisi tarif serta maraknya intervensi perdagangan non tarif seperti regulasi dan sebagainya.

Indonesia Economic Forum adalah platform multi-stakeholder yang mempertemukan semua pihak. Indonesia Economic Forum memiliki visi untuk mempromosikan kemajuan ekonomi dan sosial Indonesia dengan mengidentifikasi tren dan peluang. Sejak didirikan pada tahun 2014, setiap tahun Indonesia Economic Forum telah melibatkan pemerintah Indonesia, masyarakat sipil, komunitas bisnis, akademisi dan organisasi pemuda dalam forum tahunan.

Tahun ini, Forum Indonesia Economic Forum menjadi forum virtual terbesar di Indonesia, dan dihadiri oleh 1.000 peserta dari Amerika Serikat, Australia, India, Singapura, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Melalui platform digital, Indonesia Economic Forum telah menjangkau lebih dari 3.000 pemimpin eksekutif dan bisnis senior serta lebih dari satu juta pengikut di Indonesia.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved