Covid 19

Kampanye We Love Bali, Perkuat Penerapan Protokol Kesehatan berbasis CHSE

Pariwisata merupakan sektor yang paling pertama terdampak akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini tentu bukan hal yang mudah bagi Provinsi Bali, yang menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan. Untuk itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemanparekraf) bersama Pemerintah Provinsi Bali meluncurkan program ‘We Love Bali’.

Program ini merupakan bentuk edukasi sekaligus kampanye peningkatan kualitas penerapan protokol kesehatan berbasis Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainability (CHSE) bagi pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif, serta masyarakat di Bali.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio mengatakan, pelaksanaan protokol kesehatan yang baik di Bali akan menimbulkan citra positif, tidak hanya untuk sektor pariwisata di Bali tapi juga Indonesia di mata internasional.

Ia pun berharap, kampanye ini dapat membentuk safety awareness sekaligus memberikan edukasi dalam mengimplementasikan protokol kebiasaan baru bagi pelaku usaha pariwisata, masyarakat pengelola destinasi wisata, dan masyarakat umum yang mengikuti kegiatan tersebut.

“Saya harap semua stakeholder dan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif dapat melaksanakan protokol kesehatan dengan penuh kedisiplinan, penuh rasa kepedulian terhadap sektor pariwisata. Dengan rasa kepedulian yang tinggi dalam melaksanakan kesehatan saya yakin sektor pariwisata akan segera bangkit kembali,” katanya saat peluncuran kampanye di Bali Safari, Rabu (14/10/2020).

Program ‘We Love Bali’ melibatkan masyarakat di Bali untuk meninjau destinasi dan melihat langsung penerapan protokol kesehatan yang dijalankan pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif. Terdapat 12 program perjalanan (famtrip) yang masing-masing akan berlangsung selama tiga hari dua malam ke berbagai destinasi di Bali.

Program famtrip tahap pertama sebelumnya telah dijalankan beberapa waktu lalu ke destinasi di Denpasar, Lovina, dan Kintamani. Secara keseluruhan program ini akan melibatkan 409 pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif, 8.421 tenaga kerja, serta 4.800 peserta dari kalangan masyarakat yang berasal dari Provinsi Bali.

Wishnutama mengungkapkan, Kemenparekraf bersama Kemenkeu juga telah menyiapkan dana hibah sebesar Rp3,3 triliun bagi pelaku usaha pariwisata dan pemerintah daerah untuk membantu meningkatkan penerapan protokol kesehatan di destinasi wisata. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta rasa aman dan nyaman bagi wisatawan sekaligus membantu industri pariwisata bertahan di tengah pandemi.

“Tujuan utama dari hibah pariwisata ini adalah membantu pemerintah daerah serta industri hotel dan restoran yang saat ini sedang mengalami gangguan finansial serta recovery penurunan pendapatan asli daerah (PAD) akibat pandemi Covid-19 dengan jangka waktu pelaksanaan hingga Desember 2020,” ujar Wishnutama.

Program tersebut ditujukan untuk membantu operasional industri seperti pembayaran gaji karyawan dan lainnya sesuai dengan peruntukkan program. Selain itu, program yang masuk dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini juga untuk membantu industri melengkapi atau penguatan penerapan protokol kesehatan.

“Program ini secara keseluruhan diharapkan dapat membantu industri untuk bertahan dan bangkit dari pandemi sekaligus memperkuat penerapan protokol kesehatan. Sehingga industri dapat kembali produktif dan tetap aman dari Covid-19 serta kepercayaan wisawatan pun semakin meningkat,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyampaikan, melalui kegiatan ini masyarakat dapat melihat langsung penerapan protokol kesehatan yang dijalankan di destinasi atau hotel-hotel tempat mereka menginap. Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat melakukan transaksi di destinasi sehingga dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.

“Dengan melihat langsung penerapan protokol kesehatan yang dijalankan diharapkan dapat tercipta atau terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap pariwisata di Bali, dan juga terhadap pasar. Pasar juga akan terbangun kepercayaanya terhadap penerapan protokol kesehatan di Bali,” kata Oka.

Sebelumnya, Kemanparekraf telah membuat Program Sertifikasi CHSE sebagai salah satu strategi menghadapi masa adaptasi kebiasaan baru di sektor parekraf. Sertifikasi CHSE ini juga berfungsi sebagai jaminan kepada wisatawan dan masyarakat bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.

Untuk mendapatkan Sertifikasi CHSE, para pemilik/pengelola usaha dan destinasi pariwisata yang ingin melakukan penilaian mandiri dapat melakukan pendaftaran secara daring/online di website resmi chse.kemenparekraf.go.id dan melakukan pengisian formulir identitas usaha.

Setelah pendaftaran dilakukan dan telah memiliki akun, pelaku usaha dapat melakukan penilaian mandiri, dan mengunduh format surat pernyataan deklarasi mandiri sebagai pernyataan resmi bahwa penilaian mandiri yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan dapat divalidasi secara langsung.

Selanjutnya, akan dilakukan Proses Audit/Penilaian oleh Lembaga Sertifikasi yang memiliki kompetensi khususnya di bidang sistem manajemen lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja. Pemilik/pengelola usaha dan destinasi pariwisata yang lolos audit/penilaian akan mendapatkan Sertifikat CHSE dari Lembaga Sertifikasi, dan kemudian akan diberi Label InDOnesia CARE (I Do Care) oleh Kemenparekraf.

Untuk tahap awal, sertifikasi CHSE akan diprioritaskan untuk usaha hotel, restoran/rumah makan, pondok wisata/homestay, daya tarik wisata, usaha wisata arung jeram, usaha wisata selam, dan usaha lapangan golf, juga desa wisata. Semua tahapan proses sertifikasi ini dibiayai oleh Kemenparekraf, biaya tidak dibebankan ke pengelola destinasi dan usaha pariwisata, artinya sertifikasi ini gratis

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved