Diaspora Profile Entrepreneur Diaspora

Kisah Hengki Widjaja Memiliki Itree di Australia

Hengki Widjaja, diaspora yang sukses berbisnis di Australia, berkunjung ke Jakarta, baru-baru ini. (Foto : Arsip Hengki).

Satu lagi diaspora Indonesia yang sukses mencetak prestasi adalah Hengki Widjaja. Pria yang akrab disapa Hengki itu salah satu pemilik dan Direktur Itree Pty Ltd, produsen perangkat lunak keamanan lalu lintas darat dan laut, produktivitas lembaga, dan penegakan hukum di wilayah Australia dan Selandia Baru.

Lembaga pemerintah di negara Kanguru ini adalah pangsa pasar terbesar perusahaan yang berkantor pusat di Wollongong, kota ketiga terbesar di New South Wales, yang berlokasi 80 kilometer sebelah selatan Sydney itu. Prestasi Hengki tergolong cemerlang, karena dirinya masuk ke Itree sebagai karyawan biasa tanpa kepemilikan saham sama sekali. Namun perlahan namun pasti kariernya terus menanjak hingga akhirnya diberikan tawaran untuk menjadi pemegang saham.

Hengki berkarier di Itree sejak tahun 1998 ketika perusahaan tersebut baru memiliki tiga orang staf. Ia pun bergabung bukan berarti ingin meniti karier secara serius, melainkan hanya untuk menutupi biaya hidup sebagai mahasiswa perantauan. Sejak kelas 6 Sekolah Dasar, ia sudah mempunyai minat yang demikian besar di bidang pemrograman komputer. Hengki kecil memanfaatkan komputer milik kakaknya untuk belajar. Ketika itu, masih berupa PC IBM 286.

Minatnya terhadap bidang komputer terus dipupuk hingga saat kelas 1 di SMA Petra Surabaya dirinya sukses mengalahkan siswa kelas 3 dalam Lomba Informatika Komputer se-Jawa Timur. Meski demikian, keterbatasan pelajaran ilmu komputer, ditambah belum masuknya internet ke Tanah Air, mendorong Hengki untuk meneruskan pendidikan ke University of Wollongong di tahun 1994. Usai menggondol gelar Bachelor of Computer Science, penyuka bola basket ini pun melanjutkan ke jenjang pascasarjana di universitas yang sama dengan spesialisasi keamanan komputer.

Sayangnya, kala itu 1998, Indonesia terkena krisis moneter. Orang tuanya menyatakan tidak sanggup membiayai kuliahnya karena pendapatan yang terbatas akibat kenaikan kurs rupiah terhadap dolar. Walau begitu, ia tak putus asa. Dirinya pun lantas berjilku mencari pekerjaan di Wollongong hingga dipekerjakan di bidang Access Database, dan Tutorial Programming.

Setelah itu barulah ia bergabung dengan Itree sebagai casual software developer. Seiring berjalannya waktu, Itree terus tumbuh. Kinerja keuangannya semakin baik. Peningkatan kinerja itu tak lepas dari peran Hengki. Kariernya pun cemerlang karena itu. Saat menjadi project manager, pria kelahiran Surabaya tahun 1976 ini berhasil menorehkan keuntungan proyek terbaik dibanding project manager lainnya.

Padahal, memasarkan produk dan layanan Itree—seperti perangkat lunak untuk kamera pengawas kecepatan kendaraan (speed camera), stasiun pengecekan truk (truck checking station), dan pengaturan lalu lintas kapal laut di pelabuhan—yang target pasarnya adalah lembaga pemerintah, apalagi dilakukan oleh orang Indonesia, jelas tidak mudah.

Karena perannya cukup menonjol, ia kemudian ditunjuk oleh pemegang saham Itree untuk menempati posisi sebagai managing director. Saat menjadi pemimpin tertinggi itu, bekerja sama dengan mitra bisnis, ia mampu melejitkan pertumbuhan perusahaan. Meski enggan memaparkan angka pastinya, namun Hengki mengilustrasikan pertumbuhan tersebut dengan peningkatan jumlah karyawan Itree.

“Saat saya menerima jabatan sebagai managing director, jumlah karyawan Itree sudah 60 orang. Puji syukur, bersama dengan tim, saya mampu memimpin perusahaan menjadi sekitar 100 orang,” ujar Hengki dalam keterangan tertulis yang diterima SWA Online di Jakarta (2/5/2018).

Pemegang Saham Itree

Belakangan peruntungan Hengki kian membaik. Dirinya mendapat tawaran untuk membeli saham Itree di 2004. Penyebabnya saat itu dirinya hendak meminta izin kembali ke Surabaya untuk membantu perusahaan saudaranya. Ternyata, pemegang saham Itree keberatan dan justru memintanya membeli saham dan bergabung menjadi salah satu pemilik Itree.

Tawaran itu pun disambut gembira oleh Hengki sekaligus mengurunkan niatnya untuk mudik. Meski demikian, memiliki Itree rupanya belum cukup bagi Hengki. Obsesi untuk mendirikan perusahaan sendiri tetaplah besar. Karena itu, mulai Agustus 2017 ia memilih hanya bertindak sebagai direktur dan pemegang saham, dan tak lagi menjabat sebagai direktur pengelola. Sebabnya dirinya hendak membesarkan dua perusahaan rintisan, yaitu Accelerion dan Dayspring Care, yang dikembangkannya.

Accelerion diambil dari kata accelerate, acceleration, accelerating, atau akselerasi, istilah yang sering digunakan dalam dunia startup. Sesuai namanya, Accelerion akan mengakselerasi ide-ide orang Indonesia sampai terealisasi menjadi sebuah bisnis nyata, termasuk memberikan dana (funding). Saat ini, Accelerion telah mengakselerasi satu produk bernama AccelHealth, aplikasi untuk mendukung gaya hidup ketofastosis. Aplikasi itu akan menjadi pengingat bagi seseorang dalam melakukan ketofastosis dengan baik.

Sementara Dayspring Care merupakan aplikasi untuk sistem kesehatan yang sangat besar dan kompleks. Fungsi dari aplikasi ini aalah menyederhanakan sesuatu yang kompleks tersebut, misalnya formulir berlembar-lembar yang harus diisi oleh klinik kesehatan dan sejenisnya menjadi lebih sedikit dan simpel.

Dalam mengembangkan Accelerion dan Dayspring Care, Hengki tak sendirian. Ia bermitra dengan dua orang, satu dari Indonesia dan satu dari Australia. Memang kedua startup tersebut teregister di Australia, tetapi operasionalnya dijalankan dari dua negara. Tim pengembangan seluruhnya justru berasal dari Jakarta dan Surabaya.Kini, Itree yang dibesarkan oleh Hengki bukan perusahaan kecil lagi. Setelah menguasai pasar Australia, perusahaan tersebut akan memperkuat pasarnya di Selandia Baru, sebelum merambah ke negara-negara lainnya.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved