Update Diaspora

Inilah Dinamika Diaspora Indonesia di Luar Negeri

grand launching 1on1 friendship & seminar nasional

grand launching 1on1 friendship & seminar nasional

Tinggal dan bekerja sebagai dosen selama 12 tahun di Inggris bukan berarti membuat Dr. Yanuar Nugroho melupakan Indonesia. Ia memilih kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai Tim Deputi Kepresidenan. Sebagai anggota diaspora di Inggris, ia sudah memahami bagaimana dinamika diaspora Indonesia di luar negeri selama ini.

Berikut wawancara Tiffany Diahnisa dari SWAonline dengan Dr. Yanuar Nugroho, Deputi Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia yang ditemui di acara Tropical Landscape Summit 2015 di Jakarta.

Bagaimana persebaran diaspora Indonesia di luar negeri?

Diaspora itu masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri baik karena menikah dengan warga negara luar negeri, bekerja, sekolah, dan ada yang memang sejak lahir disana, dan lain sebagainya. Untuk penyebarannya sendiri sudah menyeluruh di seluruh dunia, apalagi di Amerika Serikat termasuk diaspora yang aktif berkegiatan apalagi saat itu ada Pak Dino Pati Jalal di sana yang memperkenalkan dan menghidupkan diaspora. Jumlah pastinya saya kurang mengetahui, mungkin sekitar puluhan hingga ratusan ribu. Di Inggris sendiri, jumlah untuk ilmuwan sajasekitar 2000 orang yang bergelar PhD ke atas, ini belum terhitung yang mengambil gelar master.

Lalu bagaimana bila dibandingkan dengan diaspora India ataupun Filipina?

Pendapat saya adalah diaspora mereka lebih kompak. Kompak dalam hal apa? Saya beri contoh anda bekerja di sebuah toko atau perusahaan, begitu ada orang India, Cina, atau Filipina masuk, mereka akan berusaha memasukkan temannya sesama warga negara. Jumlah mereka sangat banyak. Memang apa yang mereka lakukan bisa dikatakan nepotisme. Tapi jika diihat hal positifnya, mereka berusaha membantu teman senegara yang memiliki potensi untuk mendapat tempat pekerjaan di sana. Hal itu yang belum dilakukan oleh orang Indonesia.

Orang Indonesia kalau sudah mendapat posisi di suatu perusahaan terkadang sudah merasa bangga. Sebaiknya kalau ada teman yang memiliki potensi, coba dibantu untuk dapat masuk kesana. Hal lainnnya adalah orang Indonesia tidak siap untuk survive di luar negeri apalagi mereka kurang aktif di kelas untuk bertanya, setelah kuliah berakhir baru mereka maju ke depan menemui dosennya.

Di negara mana saja diaspora Indonesia cukup menonjol aktivitas dan gerakannya?

Semua diaspora unik. tidak bisa dibandingkan. dinamika diaspora, dan yang diketahui media, sangat tergantung pada siapa yang aktif. Umumnya, jika mahasiswa atau ilmuwan, lebih diketahui media daripada jika diaspora tersebut warga ‘biasa’ atau pengusaha.

Walaupun sebenarnya kiprahnya juga banyak. saya tidak tahu soal relawan Jokowi, tetapi saya ingat persis bagaimana diaspora di UK bahu-membahu mengirimkan bantuan ketika terjadi bencana Tsunami 2004, Gempa Bantul 2006, dan Letusan Merapi 2010.

Mungkin tidak terekam media, atau jumlahnya tidak seberapa, tetapi koordinasi bantuan yang diberikan sangat baik dan menunjukkan kepedulian luar biasa warga Indonesia di Inggris terhadap negerinya. Contoh lain: Dalam pemilu (2009 dan 2014) di Inggris, diaspora Indonesia terlibat sebagai Panitia Pemilu bersama KBRI dan juga sebagai Pengawas Pemilu.

Sejauh mana pengorganisasian mereka selama ini?

Mereka mengorganisir diri sendiri. Diaspora Indonesia di UK umumnya mengorganisir melalui dua wadah besar: Persatuan Pelajar Indonesia (baik UK maupun per kota), dan Komunitas Warga Indonesia. Di luar itu, sebagian (kecil) diaspora Indonesia di UK juga aktif mengorganisir diri melalui ormas atau parpolnya.

Inti diaspora adalah jauh dari keluarga di Tanah Air, jadi yang dibutuhkan adalah dukungan dari sesama orang Indonesia. Itu yang membuat survive. Di Inggris sendiri karena kebetulan saya dulu tinggal di Inggris, kami mengorganisir dengan cara membuat berbagai kegiatan seperti arisan.

Kemudian di Manchester ada Indonesian Cultural Night yang diadakan setahun sekali untuk mempromosikan makanan, baju, tarian Indonesia, dll. Di Nottingham ada Indofest di bulan Juni atau Juli. Kami di Mancehster sejak tahun 2004 juga membuat acara Kemisan, yaitu tiap Hari Kamis pada jam makan siang kami berkumpul untuk meminta para mahasiswa yang mengambil gelar master membawa tugas untuk konsultasi.

Ada juga Indonesian Scientific Student Conference di London yang diadakan tiap tahun dengan dukungan KBRI. Hal-hal tersebut dilakukan untuk memperluas jejaring dan membuka jaringan kerja baik dengan pihak di uar negeri maupun di Indonesia ketika mereka kembali ke Indonesia.

Pola hubungan mutualistik yang mungkin atau sudah dan akan dijalankan?

Orang Indonesia yang ada di luar mengirim remitan ke Indonesia. Akan tetapi masih melalui semacam Western Union karena belum ada kerjasama dengan bank yang berasal dari Indonesia. Lalu kerjasama antar lembaga pendidikan dan riset, dimana hasil riset peneliti disini sebagian mulai diterapkan akan tetapi sulit karena di Indonesia belum ada laboratoriumnya.

Serta kerja sama antara komunitas kreatif yang membuat acara tahunan untuk memperkenalkan budaya Indonesia di luar negeri. Seperti yang sudah saya sebutkan seperti Indonesia Cultural Night di Manchester, Indofest di Nottingham, dan ada juga kuliah Online dengan mahasiswa di Indonesia yang dilakukan oleh teman-teman di I-4.

Apa pula bentuk dukungan dari pemerintah yang diperlukan?

Di sini peran KBRI sangat penting, di negara-negara yang diasporanya aktif, pasti KBRI aktif terlibat. Ketika atase pendidikannya aktif, pasti kegiatan kemahasiswaan jalan dan diaspora pun ikut aktif. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana para diaspora yang ada di luar itu bisa berkontribusi kepada pemerintah. Ini hal yang krusial harus dipikirkan. Siapapun masyarakat Indonesia di luar negeri baik peneliti, dosen, pengusaha, karyawan, dan lain-lain masih bisa berkontribusi banyak untuk Indonesia.

Jika berkaca pada istilah brain drain, di mana seolah-olah otak terbaik anak bangsa dimanfaatkan di luar negeri karena negara tidak bisa memfasilitasi.Tapi bukan berarti karena dipakai oleh negara luar jadi tidak pulang ke Indonesia. kami memang mengajar disana, meneliti di`sana tapi kami diaspora juga membangunan jaringan, mendorong mahasiswa Indonesia terlibat, dan memberi masukan kepada pemerintah Indonesia.

Banyak yang punya cara kreatif untuk Indonesia. Contoh lainnya adalah dalam mengirim remitan. Orang Indonesia harus mebayar mahal jika mengirim uang ke Indonesia. Andaikan ada channel bank dari Indonesia yang ada disana pasti akan menjadi lebih mudah. Lalu untuk pebisnis bagaimana mereka bisa terbantu dengan adanya jaringan bisnis. Banyak pengusaha kita yang punya lahan 1 juta hektar di Australia untuk peternakan tapi belum terbuka jaringan yang luas dengan sesama pebisnis di Indonesia.

Kelembagaan pemerintah selevel apakah yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan peran diaspora (di negara lain ada menteri khusus diaspora, sedangkan di Kemenlu RI baru sebatas “desk diaspora”)?

Mungkin desk diaspora harusnya di semua kementerian. Hidup diaspora di luar negeri tergolong aman dalam keadaan ekonomi, mereka hanya butuh saluran untuk berkontribusi. Contoh penelitian bisa jadi bahan pertimbangan, bisa mendapat saluran ke Kementerian Pendidikan, Lembaga Riset dan Teknologi, Kementerian Kesehatan atau ke kementerian/lembaga lain yang sesuai dengan ranah penelitiannya. Saat ini yang sudah terealisasi baru forum pertemuan diaspora, sifatnya lebih ad hoc. Masih banyak yang harus dilakukan, istilahnya tapping the potential. Potensi yang kita miliki banyak tapi harus dilihat. Walaupun baru forum tapi jangan sampai mati.

Sudah perlukah Indonesia mengadopsi kebijakan dwi kewarganegaraan?

Kebijakan dwi kewarganegaraan? Kenapa tidak. Memiliki dwi kewarganegaraan bukan berarti tidak berbakti pada negara asalnya.

Dan apa dampak yang dihasilkan baik positif maupun negatif? Atau, setidaknya bisakah diterapkan kebijakan dwi kewarganegaraan “terbatas atau selektif” dengan meneliti siapa pemohon dan bagaimana track record yang bersangkutan? Saya sudah lama tinggal di Inggris kemudian saya di naturalisasi, tapi bukan berarti paspor Indonesia saya harus diganti. Dengan memiliki paspor hijau (paspor Indonesia) saya butuh waktu lebih lama untuk datang ke konferensi. Karena harus menyiapkan waktu untuk mencari visa.

Menurut saya, memiliki paspor ganda bisa membantu meskipun itu bukan alasan bagi saya untuk melepas paspor Indonesia. Karena dengan memiliki paspor negara dimana saat itu kalian tinggal, bisa membantu orang Indonesia yang ada di luar negeri untuk bekerja lebih baik dan professional sehingga bisa mengharumkan nama Indonesia di luar. Pekerjaan mereka menjadi lebih mudah.

Perlukah di Indonesia diterapkan kebijakan penggunaan bahasa Inggris lebih dini dan intensif di dunia pendidikan seperti negara-negara lain, setidaknya mulai di sekolah menengah (Seperti India dan Filipina)?

Bahasa global tak hanya Inggris. Mandarin juga akan menjadi bahasa besar. Bahkan di ASEAN dan Australia, bahasa Indonesia sudah mulai dikenalkan. Penguasaan bahasa Inggris memang penting dan akan makin penting. Tetapi soal kapan mulai menerapkannya, harus kontekstual. Karena ini terkait dengan karakter dan budaya. Di tingkat SMA atau perguruan tinggi misalnya, mungkin jauh lebih bijak daripada dipaksakan sejak kecil.

Lalu apa dampak positif dan negatif dari kebijakan tersebut? Kebijakan apa? Bahasa? Bahasa membentuk dan bagian dari karakter. Jadi karakter ke-Indonesia-an kita tidak boleh hilang walau kita menjadi warga global. Itu mengapa pendidikan bahasa dan budaya asing harus memperhatikan konteks dan dimensi waktu.

Harapan untuk diaspora Indonesia di luar negeri?

Mengharumkan nama Indonesia dengan menjadi berkarya seprofesional mungkin di negara saat ini mereka berada. Ini adalah bagian dari soft diplomatic dengan menjadi orang Indonesia yang baik di luar anda melakukan diplomasi untuk membawa nama negara. Cari cara untuk kontribusi, kalau pemerintah belum ada ide, kita harus bisa memberi ide. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved