Trends Economic Issues zkumparan

Jurus Bank Indonesia Meningkatkan Peran Kredit Usaha Mikro

Jurus Bank Indonesia Meningkatkan Peran Kredit Usaha Mikro

Dilihat dari jumlah debiturnya, kredit mikro memegang peranan penting untuk perekonomian Indonesia. Bagian terbesar kredit subsidi pemerintah yang diberikan untuk UMKM ada pada usaha mikro. Total dari penerima kredit UMKM mencapai 13,4 juta, sementara untuk usaha mikro sebesar 11,7 juta penerima. Jika dilihat dari nominal kredit yang didapat oleh usaha mikro memang kecil, namun penerimanya sangat banyak.

Menurut Kepala Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia, Yunita Resmi Sari, dalam rentang tahun 2012-2014 pertumbuhan kredit terus meningkat. Tahun 2012 pertumbuhan kredit mikro sebesar 10%, naik di tahun 2013 menjadi 22%, dan 2014 menjadi 33%. Hal ini dipengaruhi masuknya juga laporan dari bank syariah yang tadinya hanya bank konvesional saja. Namun, di tahun 2015 turun menjadi 11%, di tahun 2016 juga turun 10,8%. Faktor penurunan ini dikarenakan terhentinya penyaluran KUR (Kredit Usaha Rakyat).

NPL (Non Performing Loans) kredit mikro justru lebih kecil dibandingkan dengan NPL kredit usaha kecil dan menengah. NPL kredit mikro di tahun 2016 hanya 2,10%, sedangkan usaha kecil dan menengah mencapai 4,30% dan 5%. Pengunaan kredit yang diberikan oleh pengusaha mikro sangat bijak karena mereka taat dan hanya difungsikan untuk usahanya saja. Berbeda dengan pengusaha yang lebih besar, kredit yang didapatkan besar mempengaruhi tingkat konsumtifnya untuk membuka cabang lainnya. “Perlambatan ekonomi yang terjadi ini relatif tidak mempengaruhi usaha mikro karena posisi mereka berada di ekonomi domestic dan pembelinya dari domestik juga. Hal ini menyebabkan lebih tahan meskipun terjadi perubahan ekonomi secara global,” ungkap Yunita.

Pemberian kredit ini diatur oleh Bank Indonesia dengan mengeluarkan kebijakan yang diperuntukan tidak hanya bagi usaha mikro saja, tetapi bagi UMKM secara umum. Melalui PBI Nomor 17/12/PBI/2015 menyatakan bahwa bank umum mewajibkan untuk mengalokasikan sebagian kreditnya untuk UMKM yang diatur secara bertahap yaitu 5% tahun 2015, pada tahun 2016 sebesar 10%, 2017 sebesar 15% dan 2018 sebesar 20%. “Dengan demikian bank harus mencari usaha mikro yang layak, namun terkadang bank mengalami kesulitan untuk mendapatkannya. Permasalahan terjadi pada sisi bank dan UMKM. UMKM kebanyakan tidak bisa membuat laporan keuangan secara proper, jadi mereka hanya mencatat tagihannya saja. Di sisi lain bank harus tetap melakukan assessment untuk kelayakan kredit,” ujarnya.

Untuk menjembatani itu, Bank Indonesia membantu melakukan edukasi kepada usaha mikro untuk membuat laporan keuangan yang memenuhi kaidah akutansi. Diluncurkannya SIAPIK (Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan) yang disusun bersama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat di download di smarthphone yang berbasis Android. Bagi Yunita Resmi Sari, aplikasi ini dapat mereka jadikan laporan keuangan yang proper sehingga dapat di submit ke perbankan. Meskipun masih pilot project, namun telah dipasarkan dan dilakukan pelatihan kepada usaha mikro. Saat ini SIAPIK telah mencapai empat ribu pengguna.

Selain itu, Bank Indonesia juga mengembangkan program cluster untuk para petani yang bergerak di bidang volatile food. BI membantu mengembangkan cluster-nya dari hulu ke hilir, khusus untuk komoditi yang mempengaruhi inflasi seperti bawang merah, bawang putih, beras, dan cabai. Guna program ini agar terbentuk supply yang konsisten dan pemasarannya bisa terjaga hingga hargana tidak bergejolak. Program ini dijalankan melalui seluruh kantor perwakilan BI dengan melakukan monitoring dan nantinya dilakukan inovasi. “Nantinya dari sini kami melihat bagaimana prakteknya, bila ada yang bagus misalnya seperti di Kalimantan ada pengembangan padi hazton, kemudian ini kami tawarkan ke daerah lain yang mempunyai cluster padi dengan mengenalkan metode hazton tersebut,” cerita Yunita.

Program tersebut telah berjalan hampir lima tahun dan dirasa cukup efektif. Program cluster telah dilakukan evaluasi dan memperlihtkan dampak positif kepada kinerja dari pelaku usaha pada sisi peningkatan dan produksi. Lebih lanjut lagi, evaluasi dilakukan untuk mengetahui impact ke pendapatan daerah dan inflasi daerah.

Bank Indonesia melihat tantangan yang dihadapi usaha mikro adalah bidang pemasaran dan permodalan. Pemasaran menjadi persoalan krusial karena jika diiringi dengan peningkatan produksi. Begitu juga dengan dengan ekspansi produk yang naik akan muncul kebutuhan modal. “Jadi selama ini mereka selalu membutuhkan modal, produksi banyak namun bingung pemasarannya ke mana dan ini akhirnya yang menyebabkan kredit macet. Jadi kami harus bergerak dahulu dari hilir, kami kembangkan dulu aspek pemasaran. Begitu sudah banyak peminat dengan pemasaran yang bagus dan membutuhkan modal maka kami akan berikan,” ungkapnya.

Kebijakan utama BI untuk menjaga stabilitas moneter dengan pengendalian inflasi serta stabilitas sistem keuangan dapat dilakukan lewat pengembangan UMKM. Target tahun 2018, sebesar 20% kredit bank akan disalurkan kepada UMKM dan melakukan pemerataan kredit UMKM dengan harga yang wajar. Saat ini suku bunga yang diberikan relatif turun pada Maret sebesar 11,71%. Melalui KUR juga sangat mendukung UMKM dengan memberikan bunga lebih rendah dan subsidi jaminan dan bunga untuk mengatasi masalah yag serimg dihadapi UMKM.

Belum meratanya kredit UMKM secara sektoral maupun daerah juga menjadi cita-cita BI. “Secara daerah kredit UMKM sebagaian besar diperoleh di Jawa yaitu 59, 2%, Sumatera 20,2% dan selebihnya baru tersebar di wilayah lain. Secara sektoral sebagaian besar ke perdagangan 52,9%, pengolahan 10, 3%, pertanian 8,3%. Pertanian yang lebih banyak menyerap tenaga kerja tidak berbanding lurus dengan menyerapnya kredit UMKM dan hanya penyumbang PDB nomor dua, “ jelasnya. Pemerataan ini telah dilakuka pemerintah dengan menyalurkan KUR melalui BPD, namun harus ada sektor usahanya yang dikembangkan terlebih dahulu untuk dapat mendorong kredit. Untuk pemerataan sektoral, pemerintah menetapkan KUR 2017 mininum 40% harus harus diterima oleh sektor-sektor primer seperti pertanian, perikanan, perhutanan. Karena sebelum-sebelumnya banyak ke perdagangan.

Reportase: Sri Niken Handayani


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved