Management zkumparan

Life Begin at 50

Life Begin at 50

Kalimat bijak “Hidup berawal di usia 40 tahun” rupanya tak berlaku buat Nany Wardhani. Dia bahkan berani mengulurnya hingga 10 tahun. Tepat di usia 50 tahun pada 2011, profesional andal di PT Len Industri ini mengajukan pensiun dini, lalu mengawali hidup barunya sebagai pengusaha.

Nany Wardhani

Nany bercerita, pada 1997 PT Len Industri –bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi– menjalankan program produksi dan pemasangan solar home system di total 38.500 rumah yang tersebar di seluruh Indonesia, didanai bantuan lunak dari AUSAID, Australia. Dari proyek ini, Len memulai satu lini produksi assembly Solar Module yang pertama di Indonesia. “Melalui pengalaman ini, saya belajar mengenai solar energy, dari pabrikasi/assembly solar module, design system, sampai dengan penanganan proyeknya,” kata Nany mengenang.

Pertengahan 2009, Len Industri membentuk anak perusahaan khusus di bidang energi terbarukan, terutama energi surya, bernama PT Surya Energy Indotama (SEI). Nany, yang saat itu menjabat Kepala Unit Bisnis Energi Surya di Len, ditugaskan menjadi direktur utama di anak perusahaan baru tersebut.

Baru dua tahun menduduki posisi dirut, dia mengajukan pensiun dini pada Mei 2011. “Saya merasa, 24 tahun sudah cukup untuk mengabdi dan berkontribusi bagi kemajuan PT Len Industri. Saya ingin menjadi konsultan lepas saja,” tuturnya.

Setelah itu, Nany pun menjalani babak baru hidupnya, antara lain menjadi konsultan energi surya di PT Industri Telekomunikasi Indonesia/INTI (Persero), membantu BUMN ini memenangi tender pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Dia juga sempat menjadi konsultan Samsung C&T untuk studi kelayakan bisnis energi terbarukan di Indonesia, serta menjadi konsultan PT Bakrie Power ketika perusahaan ini akan masuk ke bisnis energi surya.

Pada akhir 2011 sampai awal 2012, bersama 16 teman eks Surya Energy Indonesia dan Len Industri yang sebagian besar anak muda, Nany mendirikan PT TMLEnergy yang kompetensi intinya di bidang engineering, procurement & construction (EPC). Saat itu bertepatan dengan dimulainya pemerintah mengalokasikan dana cukup besar untuk pembangunan PLTS, sehingga klien TMLEnergy umumnya dari dana APBN/APBD.

Proyek pertama yang digarap TMLEnergy pada 2012 adalah pembangunan PLTS di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dengan memenangi tender proyek untuk 20 lokasi yang tersebar di Jambi, Nusa Tenggara Timur, Bangka-Belitung, Jawa Barat, dan Kepulauan Seribu. Pada tahun yang sama, TMLEnergy memenangi tender untuk penerangan jalan umum tenaga surya (Solar Street Light) untuk ruas tol Pluit-Cengkareng dan ruas tol Jagorawi.

Nany mengaku, bisnisnya dirintis dari nol, tak ada investor. “Kami mengerjakan proyek pemerintah dengan memenangi tender lewat proses lelang online,” ujarnya. Pendanaan didapat dari perbankan melalui kredit konstruksi dari BNI dan BRI. Jaminannya, kontrak proyek dari pemerintah itu sendiri, sisanya dibantu pemasok yang memberikan pembayaran lunak back to back. “Yang utama dalam bisnis adalah personal attitude dan networking, saling percaya dan menjaga kepercayaan tersebut. Saya percaya pada ungkapan, ‘Financial capital is not everything, human capital is the most valuable business asset’. Dari sanalah TMLEnergy dibentuk dan dijalankan,” kata CEO TMLEnergy ini.

Sejak 2016, dengan semakin dikenal luasnya energi surya dan mulai berkurangnya anggaran pemerintah, arah bisnis TMLEnergy yang bermarkas di Jl. Soekarno-Hatta 541C, Bandung, lantas bergeser, lebih fokus membidik swasta dan BUMN. “Tahun lalu, kami bahkan memulai bisnis ritel pemasangan rooftop solar system di rumah-rumah individual, untuk mulai memperkenalkan diri di market swasta yang baru buat kami,” kata Nany.

Untuk mempercepat perkembangan bisnisnya, TMLEnergy akhirnya mengundang pemegang saham baru sejak pertengahan 2017. Pertimbangan dalam memilih partner, kata Nany, adalah kesamaan visi dan misi serta dapat saling sharing, saling mem-back up kelebihan dan kekurangan masing-masing. “Saat ini Baramulti Group adalah pemegang saham mayoritas TMLEnergy,” ungkapnya.

Kini pasar energi surya sudah berkembang dan secara internal kapasitas SDM TMLEnergy juga terus meningkat. Di sisi lain, banyak PLTS yang dibangun sudah mulai habis masa pemeliharaannya. TMLEnergy pun mulai menawarkan layanan Operating and Maintenance (O&M). Pertimbangannya lebih untuk menjaga keberlanjutan sistem sehingga PLTS tetap bisa berjalan dan dapat selalu berkontribusi dalam energy mixed nasional. “Untuk Independent Power Producer (IPP), saat ini kami sedang dalam tahap persiapan secara dokumen legal perusahaan dan mencari partner yang sesuai sambil menunggu kebijakan pemerintah,” tutur Nany.

Selain Kementerian ESDM dan Jasa Marga seperti disebutkan di atas, berikut ini deretan klien TMLEnergy, yaitu Pertamina, PLN, Carterpillar Indonesia, Conbloc Infratecno, Telkom, Kementerian Perhubungan, Pemkab Dharmasraya, Jaya Teknik Indonesia, Tesaputra Adiguna, Angkasa Pura 2, BPPT, INTI, Baramulti, Conergy, Engie, Bakrie, Juwi, Hino, serta Len Industri.

TMLEnergy kini memiliki 50-60 karyawan tetap, didukung karyawan kontrak ataupun kontrak proyek dan tenaga alihdaya yang setiap tahun mencapai 200-250 orang. Karyawan tetap didominasi sekitar 85% oleh tenaga engineering dan sisanya supporting, yaitu teknisi, administrasi dan keuangan. Adapun persentase pendidikannya: 90% S-1 & S-2, selebihnya SMA, D-1, dan D-3. “Diferensiasi kami dengan perusahaan sejenis adalah kami kuat di bidang engineering,” kata Nany.

Dia menambahkan, sesuai dengan alogan citra TMLEnergy, yaitu “Solar Energy Solution”, struktur organisasi TMLEnergy dibuat lengkap. Yakni, mempunyai tim engineering yang kuat, bersertifikasi internasional dan lokal, untuk menangani preparation works seperti studi kelayakan dan interkoneksi. Juga, didukung tim proyek berpengalaman –terbukti saat membangun sekitar 200 lokasi PLTS yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total lebih dari 10 MW.

TMLEnergy juga bekerjasama dengan Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), perusahaan internasional milik Pemerintah Federal Jerman, guna mendapatkan pola bisnis yang terbaik untuk O&M dengan melibatkan lembaga atau institusi lokal/daerah.

“Di Indonesia, saya rasa kami salah satu perusahaan swasta yang terbesar di bisnis energi surya,” kata Nany bangga. “Ke depan, kami berkeinginan menjadi perusahaan listrik swasta, sehingga berkontribusi dalam elektrifikasi nasional.” (*)

Reportase: Chandra Maulana


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved