Next Gen Profile Next Gen zkumparan

Misi Kebangsaan Wendy Kusumowidagdo, Sang Penerus OBI

Misi Kebangsaan Wendy Kusumowidagdo, Sang Penerus OBI

Outward Bound Indonesia (OBI), perintis pendidikan karakter berbasis aktivitas alam bebas di Indonesia, selama puluhan tahun memimpin pasar di bidang ini. Kini, di tangan generasi kedua, Wendy Kusumowidagdo, OBI meluaskan pasar ke berbagai segmen lain seraya terus berkontribusi bagi Indonesia.

Wendy Kusumowidagdo

Sebelum bergabung di OBI, wanita kelahiran Jakarta 1982 itu sempat berkarier sebagai Manajer Humas Hotel Grand Hyatt, Bali, selama 1,5 tahun. Namun, bisnis keluargalah yang akhirnya memikat hati alumni Jurusan Komunikasi Pemasaran Ohio State University, AS, itu.

Keterlibatannya di OBI berawal dari sumbang saran yang kerap dia berikan saat mengobrol dengan ayahnya di meja makan. Wendy sering memberi masukan untuk berbagai proyek OBI. “Dari situ, kata ayah saya, kenapa tidak sekalian ikut saja proyeknya,” Wendy mengenang peristiwa 10 tahun silam ketika wawancara dengan SWA di Foodhall Cafe, Mal Grand Indonesia, Jakarta, ujung September lalu.

Berawal dari sebuah proyek majalah internal, peran Wendy kian membesar. Pada 2010, dia mulai diberi kesempatan mengelola penjualan dan pemasaran hingga akhirnya diserahi amanat sebagai Direktur Eksekutif OBI. Sejumlah terobosan pun digelarnya. Di antaranya, memperluas segmen pasar OBI, dari dunia korporasi hingga ke pendidikan menengah, yakni siswa SMP dan SMA.

Wendy memaparkan, selama 27 tahun OBI berdiri, 95% kliennya adalah korporasi, sisanya sekolah. Padahal, merujuk pada sejarah berdirinya Outward Bound di Inggris 75 tahun silam usai Perang Dunia II, institusi tersebut lebih ditujukan untuk pendidikan karakter anak muda, layaknya pelatihan kepanduan. Dulu, pesertanya dimulai dari usia remaja atau setara anak-anak di bangku sekolah menengah pertama.

Uniknya, segmen pasar di Indonesia berkebalikan dengan di 38 negara lain cabang Outward Bound. “Di luar negeri, pasar korporat Outward Bound hanya 5%, mayoritas pasarnya justru segmen akademik, kebalikan dengan kami. Jadi, yang kami lakukan ini bukan menambah, tapi melengkapi yang sebenarnya sudah ada,” Wendy menerangkan.

Karena itu, dalam lima tahun terakhir, OBI gencar mendekati berbagai sekolah di Jabodetabek. Strateginya, antara lain, kampanye dan presentasi ke berbagai sekolah. Orang tua siswa pun diedukasi mengenai pentingnya pendidikan di alam bebas demi menempa karakter anak-anak mereka. Hasilnya, kata Wendy, saat ini segmen pasar mulai berimbang dengan 40% peserta OBI adalah pelajar SMP dan SMA.

Tak hanya mendongkrak nilai bisnis OBI, Wendy juga berupaya meningkatkan kontribusi sosial perusahaannya. Antara lain, dengan menggagas program out reach yang menyasar orang-orang dengan disabilitas dan anak-anak remaja yang terlibat tawuran, hingga preman. “Anak sekolah yang tawuran, dan bahkan preman, kami beri beasiswa untuk ikut program kami. Akhirnya, mereka jadi berkawan dan memandang hidup secara positif. Pendidikan luar ruang ini jadi seperti rehabilitasi,” tutur Wendy dengan antusias.

Menurut dia, para penyandang disabilitas terlihat sekali meningkat kepercayaan dirinya setelah mengikuti aktivitas panjat tebing, treking, dan sebagainya, yang lazimnya dilakukan peserta OBI. Hasil akhirnya ternyata di luar dugaan. Sejumlah perusahaan yang turut mendanai program beasiswa OBI tersebut bahkan bersedia menarik orang-orang disabilitas itu menjadi karyawannya. “Kami share CV para penyandang disabilitas yang ikut program tersebut ke perusahaan-perusahaan yang membantu. Ternyata, mereka direkrut. Itu output yang membahagiakan kami,” ungkapnya.

Salah satu program teranyar yang digagasnya adalah Ekspedisi Bhineka Tunggal Ika bagi Tunas Bangsa yang ditujukan kepada siswa/siswi SMA. Ekspedisi perdana dalam jenisnya di Indonesia ini menggabungkan 14 siswa-siswi dari tujuh SMA-SMK se-Indonesia dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-72. Selama lima hari, mereka menjalankan berbagai aktivitas seperti berinteraksi di komunitas lokal, mendaki, dan melaksanakan upacara kemerdekaan di puncak gunung hingga menggelar ekspedisi air di Waduk Jatiluhur. “Ekspedisi ini menjadi pengalaman mereka belajar tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika secara riil. Kami berharap ekspedisi ini seperti layaknya kelas praktik Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,” Wendy menguraikan misi sosialnya.

Acara yang didukung BCA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kopi Kapal Api itu berhasil menarik minat 14 siswa/siswi dari berbagai sekolah. Di luar dugaan, angkatan kedua yang akan digelar pada 28 Oktober 2017 banjir peminat, hingga 60 siswa dari berbagai pulau di Indonesia telah ikut mendaftar. “Kami melihat anak-anak yang punya semangat tinggi seperti ini harus punya pendanaan. Bagaimana caranya mendatangkan anak dari daerah? Makanya, sekarang kami sedang mencari strategic partner untuk membantu pendanaan program lanjutan ini,” kata Wendy.

Program untuk korporasi pun telah berkembang, dari kepemimpinan, kerja tim, dan pengembangan karakter, kini ditambah dengan assessment atau penilaian selama dan setelah pelatihan. OBI juga menambah satu program baru, Public Course, yakni memperkenankan perusahaan hanya mengirimkan satu wakilnya. “Nah, setelah di lokasi, mereka dijadikan satu tim. Dari situ, klien belajar bagaimana menghadapi budaya orang lain, karakter orang lain yang masih asing,” Wendy menjelaskan.

Dengan hanya mengandalkan strategi getok tular dan pemasaran via media sosial, Wendy mengaku OBI tetap mampu tumbuh. Kini dalam sebulan OBI mendidik tak kurang dari seribu eksekutif dari berbagai korporasi di Indonesia. Klien OBI umumnya klien loyal seperti BCA, yang setelah 14 tahun menjadi kliennya hingga kini masih memercayakan pendidikan para eksekutifnya pada OBI.

Wendy pun kian jatuh cinta pada dunia barunya ini. “Cita-cita saya saat ini, bagaimana bisa memberi dampak atau kontribusi yang besar bagi Indonesia. Itu misi saya. Dan, sekarang menjadi misi juga untuk OBI,” katanya tandas.

Reportase: Arie Liliyah


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved