Wisdom

Cerita Sheila Tiwan dan Lee Kuan Yew di Carsurin

Cerita Sheila Tiwan dan Lee Kuan Yew di Carsurin

Sheila Tiwan tak kuasa menolak permintaan ibundanya untuk membenahi perusahaan keluarga, Carsurin, yang tengah amburadul selepas ditinggal sang ayah. Ini sederet langkahnya menata ulang perusahaan bergerak di bidang survei, layanan independen, dan sertifikasi itu.

Putri Christopher Tiwan itu dihadapkan pada beragam masalah. Mulai dari kultur kerja yang buruk, dimana tidak ada Key Performance Index (KPI), manajemen buruk, serta visi & misi yang tidak jelas. Semua orang bebas melakukan apa saja bahkan memperkaya diri sendiri alias korupsi.

Selepas membeli kembali saham yang telah dijual ke 13 pemegang saham, wanita yang menguasai 5 bahasa yakni Indonesia, Inggris, Jepang, Prancis dan Belanda itu langsung mengambil alih kendali perusahaan di tahun 2004 silam. Apa yang pertama dia lakukan?

“Saya banyak melakukan riset dan due diligence. Kami punya banyak masalah dalam hal integritas. Padahal, kami ada di bisnis integritas. Kami melakukan survei, penilaian, dan harus melaporkan apa adanya,” katanya.

sheila tiwan carsurin

Sheila Tiwan, President and Chief Executive Officer PT Carsurin

Pada saat yang sama, wanita yang menghabiskan masa SD hingga SMA di Australia ini mempelajari aspek teknis perusahaan. Pembenahan sumber daya manusia menjadi prioritas sebagai tulang punggung perusahaan. Untuk membuat karyawan patuh, ia mengikuti cara Lee Kuan Yew, yakni memberlakukan denda.

“Karyawan akan dipotong gaji hingga Rp 100 ribu jika kedapatan merokok di kantor. Jika terlambat datang meeting akan kena penalti juga. Dari situ, karyawan mulai patuh,” katanya.

Tiwan juga menyingkirkan orang-orang yang tidak memberi kontribusi untuk perusahaan dan tidak punya integritas, mulai dari posisi top management hingga ke bawah. Selanjutnya, perusahaan mulai merekrut orang dengan kompetensi yang dibutuhkan. Ibarat merenovasi rumah, fondasi perusahaan harus kuat.

“Saya harus punya orang yang dapat dipercaya di perusahaan dan itu cukup menantang. Kami juga melakukan banyak penilaian dari sisi teknis maupun nonteknis. Mulai dari performance appraisal, KPI, dan personality assesment,” ujar jebolan University of San Francisco ini.

Perlahan, tapi pasti, kinerja Carsurin mulai membaik. Dari awalnya jumlah karyawan hanya 200 orang, kini sudah bertambah menjadi 600 orang. Setiap pekan, rutin digelar rapat dengan direksi. Semua karyawan, termasuk tenaga surveyor di lapangan pun kini memiliki KPI untuk memastikan kinerja di lapangan.

Wanita kelahiran 30 Januari 1970 juga tidak segan-segan menutup kantor cabang di Banjarmasin dan Samarinda yang memberi kontribusi besar untuk pendapatan perusahaan. Di matanya, integritas adalah nomor satu. Lebih baik kehilangan pendapatan daripada integritas terbeli. Untuk itulah, klien dengan profil buruk mulai ditinggalkan.

“Setelah membangun ulang profil klien, mereka justru memberi kontribusi yang lebih besar dari sebelumnya. Kami sangat selektif memilih klien. Saat industri migas dan tambang masih lesu, kami siap menggarap pasar energi terbarukan,” ujarnya.

Sederet nama besar kini masuk jajaran klien Carsurin, seperti Pertamina, BP Migas, Total, Chevron, Indocement, PetroChina, Berau Coal, Sinarmas, dan yang lain dari berbagai sektor seperti laboratory, consumer products, dan agriculture. (Reportase: Jeihan Kahfi Barlian)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved