Business Research Property Trends zkumparan

Bagaimana Kondisi Properti Ritel dan Industri di Tengah Pandemi?

Syarifah Syaukat, Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia

Semester awal tahun 2020 menjadi masa penuh tantangan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk sektor properti. Berbagai sektor properti mengalami koreksi atas performanya. Ritel menjadi salah satu sektor properti yang mendapat tekanan. Pemberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai konsekuensi pandemi memberikan efek negatif terhadap operasional sektor ritel.

Jakarta Property Highlight oleh Knight Frank dalam data terbarunya (semester I-2020/JPH 1H2020) mengungkapkan, secara umum pada okupansi sektor ritel stagnan di angka 86,7%. Lalu okupansi berdasarkan kelas, harga sewa kotor di kelas premium A dan kelas A relatif stabil dengn kenaikan hanya 0,5%. Sementara pada kelas C perlu menerapkan konsep-konsep survival untuk mempertahankan operasionalnya.

Selain itu, konversi ruang ritel menjadi rumah sakit penanganan pandemi terjadi di beberapa lokasi, ditambah renovasi ritel di CBD berdampak atas menurunnya supply ritel di Jakarta.

Syarifah Syaukat, Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia, mengatakan, maka pengelola ritel perlu melakukan inovasi untuk menggenjot penjualan di sektor-sektor yang menjadi potential winner di tengah pandemi, digitalisasi pemasaran diantaranya menjadi jawaban atas tantangan di masa ini.

“Smart technology akan semakin tidak bisa dihindari untuk digunakan. Dan harus ada diferensiasi untuk bertahan,” ujarnya dalam konferensi pers Jakarta Property Highlight (23/7/2020).

Ia melanjutkan, stok ruang yang akan masuk ke pasar sampai akhir tahun ini tercatat akan datang dari 10 pusat ritel dengan total luasan mencapai (283.595m2 ), namun sejauh ini setidaknya ada tiga proyek ritel telah menyatakan akan menunda untuk memasuki pasar di tahun ini.

“Dominasi sebaran ritel yang akan masuk ke pasar di tahun ini, 39% berlokasi di Jakarta Pusat, atau dekat dengan CBD dan umumnya terintegrasi dengan mixed-use development,” ungkapnya.

Pada semester II-2020, Syarifah memprediksi akan tetap ada perlambatan okupanis karena sejumlah sektor dan peritel akan habis masa sewa dan harus memutuskan berhenti atau melakukan perpanjangan usaha. Walau demikian, peritel cenderung memberikan keringanan waktu pembayaran pada tenant lama untuk memelihara okupansi.

“Secara umum, harga sewa relatif stabil dengan beberapa pengelola ritel siap bernegosiasi untuk kesepakatan baru. Namun, ada indikasi kenaikan harga sewa sebesar 0,5% ke depan,” katanya.

Sementara itu pada sektor industri, supply lahan industri cenderung stagnan, hal ini di antaranya terjadi karena kelangkaan dan tingginya harga tanah di perkotaan. Pasokan ketersediaan lahan saat ini sebesar 12.951 ha. Tingkat penyerapan lahan berada di kisaran rerata 54 ha, cenderung stabil dari sebelumnya yaitu sekitar 68,2%. Sebesar 62% serapan lahan berada pada koridor timur, dengn Bekasi sebagai lokasi yang mendominasi penyerapan.

Sebesar 42% pasokan baru berasal dari kabupaten Karawang. Lalu pasokan baru datang dari sektor yang disebut sebagai potential winner yakni FMCG, elektronik, otomotif, farmasi, alat kesehatan, dan data center. Sebesar 97% tenant baru berasal dari sektor otomotif dan autorelated.

Di sektor industri, selain Subang yang akan masuk di tahun ini, beberapa wilayah sedang disiapkan Pemerintah untuk menampung relokasi industri global, seperti Brebes dan Batang. Kawasan industri terpadu Batang saat ini dipersiapkan pemerintah untuk menjadi destinasi relokasi industri global ke Indonesia, dengan peruntukan 4300 ha lahan industri.

“Tantangan berikutnya adalah komitmen akselerasi dalam proses perizinan dan birokrasi agar daya jual kawasan ini menarik bagi para investor,”Willson Kalip, Country Head Knight Frank Indonesia.

Ke depan, ada prediksi peningkatan harga jual lahan industri dan service charge sekitar 3% untuk perbaikan dan pemeliharaan kawasan.

Editor: Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved