Property

DPD REI Jakarta Optimis Bisnis Properti Akan Membaik

Hasil Riset Properti DPD REI DKI Jakarta yang dilakukan selama Februari – April 2018 menyebutkan 55% pengembang anggota REI DKI Jakarta memprediki kondisi properti 2018 akan tetap sama dibandingkan tahun sebelumnya dan 34% lainnya optimis kondisi properti 2018 lebih baik.

Menurut Chandra Rambey, Wakil Ketua Bidang Riset & Luar Negeri DPD REI DKI Jakarta, riset dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode pengumpulan data primer berupa survei melalui penyebaran kuesioner atau wawancara.

Kali ini riset dilakukan untuk mengetahui persepsi anggota REI DKI Jakarta tentang perkembangan industri realestat. Hasil riset dapat digunakan sebagai dasar oleh para pelaku industri, pemerintah maupun stakeholder untuk mengambil kebijakan atau tindakan.

Amran Nukman Ketua DPD REI DKI Jakarta memaparkan, 57% Anggota REI DKI Jakarta menyatakan kondisi ekonomi 2017 kondusif terhadap industri properti. Kemudian, sebanyak 66,1 % menyatakan yang mempengaruhi iklim investasi properti adalah regulasi pemerintah, kondisi makro ekonomi dan perizinan.

Dari sisi tantangan dan perijinan pembangunan 40% menyatakan birokrasi adalah faktor yang mempengaruhi pengurusan izin.
69 % menyatakan lebih mudah memperoleh perizinan di luar DKI dibandingkan di DKI Jakarta. “Mayoritas pengembang merencanakan mengembangkan perumahan sederhana, menengah atas dan apartemen dengan prioritas kebutuhan infrastruktur berupa air bersih dan jalan,” kata Amran.

Dari kebutuhan Capex 2018, 31% menyatakan akan membutuhkan capex di bawah Rp 100 miliar
, 33 % menyatakan akan membutuhkan capex antara Rp 100 miliar- Rp 500 miliar, 9% menyatakan akan membutuhkan capex Rp 500 miliar- Rp 900 miliar dan 22 % membutuhkan capex di atas 900 miliar.

Untuk pembangunan apartemen, 65% mengembangkan apartemen di Jakarta, sisanya di Bekasi (7%), Depok (5%), Tanggerang (5%) dan Bogor (3%). Luas tanahnya, 26 % membangun di atas lahan kurang dari 1 hektar, 23% antara 1 – 2 hektar dan 51% di atas 2 hektar 32% membangun bangunan kurang dari 50 ribu m2; 48% antara 50 – 100 m2 dan 18% di atas 100 ribu m2 . “Mayoritas (54% ) membangun kelas menengah – menengah atas dan mayoritas (53%) menjual di harga Rp 12 – 30 juta per m2,” tutur Amran.

Untuk gedung perkantoran, 86% mengembangkan perkantoran di Jakarta, sisanya Surabaya (5%), Bekasi (5%), dan Semarang (4%). Luas lahannya, 36% membangun di atas lahan kurang dari 1 hektar, 32% antara 1 – 2 hektar dan 32% di atas 2 hektar, 9% membangun bangunan kurang dari 10 ribu m2, Mayoritas (59%) antara 10 – 30 ribu m2 dan 32% di atas 30 ribu m2 . Harga jualnya, 54% menjual dengan harga Rp 15 – 35 juta per m2.

Untuk Pusat Perbelanjaan, 75% mengembangkan di Jakarta, sedangkan wilayah lain, Bandung (11%), Depok, Bekasi (4%) dan Balikpapan, Palembang (3%). Mayoritas ( 69%) membangun di atas lahan lebih dari 2 hektar
10 % membangun bangunan kurang dari 10 ribu m2, 45% antara 10 – 30 m2 dan 45% di atas 30 ribu m2. Harga jualnya Rp 36-45 juta per m2.

Amran menambahkan, untuk rumah tapak 19% membangun di atas lahan kurang dari 1 hektar, 32% antara 1 – 10 hektar dan 49% di atas 10 hektar 33% membangun bangunan kurang dari 45 m2, mayoritas (68%) antara 46 – 105 m2 dan 43% di atas 106 m2.

Tingkat penjualan 15% membangun rumah subsidi & sederhana, 50% membangun rumah menengah, 27% membangun rumah besar 60% menjual di bawah Rp 300 juta per-unit, 32% menjual antara Rp 301 – 600 juta, 24% menjual di atas Rp 600 juta. Sementara, untuk metode pembeliannya, 46% melalui KPR dengan DP 20%, 64% cicilan ke developer sebanyak 12 – 36 kali dan 38 % tunai keras menggunakan cicilan 6 kali.

Diakui Amran, kondisi properti saat ini memang sedang menghadapi tekanan akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), Namun demikian, pengembang dan pasar properti harus tetap optimis bahwa kondisi 2018 akan semakin membaik.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved