Property

Mencari Solusi Kejar Target Program Sejuta Rumah

Ketua Umum Realestate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida (tengah) saat diskusi Qua Vadis Subsidi Perumahan Rakyat, di Jakarta.

Target program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah, tahun ini dikhawatir tidak tercapai. Hal ini dikeluhkan Ketua Umum Realestate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah, Ketua Umum Apernas Jaya Andre Bangsawan, Ketua Umum Himpera Endang Kawidjaja dan wakil ketua komite IV DPD RI Sukiryanto, dalam diskusi Qua Vadis Subsidi Perumahan Rakyat, di Jakarta.

Diakui Ketua Umum REI, Paulus Totok Lusida, aturan teknis terkait pembangunan perumahan bersubsidi seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), subsidi selisih bunga (SSB), subsidi bantuan uang muka ( SBUM ), BP2BPT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan) terus berubah.

Misalnya, aturan yang selalu berubah spesifikasi bangunannya di saat proses pembangunan sudah berlangsung. Apalagi bila unitnya sudah terbangun, pihaknya akan kesulitan untuk menjual rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) karena konsumen terancam tidak akan mendapatkan subsidi dari pemerintah apabila tidak memenuhi ketentuan dan spesifikasi yang ditetapkan.

Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah menambahkan, hambatan lain adanya sistem atau aplikasi perumahan. Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang) yang diluncurkan PUPR pada Desember 2019, ternyata justru menyusahkan pelaku usaha.

Karena sistem ini kerap eror sehingga KPR tidak segera cair. Bahkan data-data konsumen kerap hilang dari sistem yang pada akhirnya membuat pengembang tidak bisa segera menyalurkan rumah bersubsidi tersebut.

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Nasional (Apernas) Jaya, Andre Bangsawan menambahkan perlunya pembenahan sistem subsidi seperti yang dipakai sekarang agar mencapai hasil ideal dan mampu mengakomodir semua pihak.

Diakui Andre kebijakan menaikkan harga rumah subsidi secara simultan setiap tahun dapat berdampak pada kenaikan dana APBN yang harus disediakan. Serta berpotensi terjadi salah sasaran subsidi untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR).

Menurut Totok, untuk membangun rumah terjangkau harus ada dorongan dari pemerintah baik dalam bentuk subsidi maupun regulasi. Apalagi, hampir 80 persen anggota REI merupakan pengembang kecil yang berkontribusi dalam pembangunan hunian terjangkau.

Tahun ini, REI menargetkan bakal membangun 259.808 unit rumah bersubsidi untuk mendukung program sejuta rumah, belum termasuk dari asosiasi lainnya seperti Apersi, Himpera, Apernas Jaya dan lain sebagainya.

Meskipun, tahun ini pemerintah langsung menggelontorkan anggaran FLPP sebesar Rp11 triliun untuk memenuhi permintaan 102.500 unit rumah. Namun angka ini dirasakan masih kurang mengingat kapasitas produksi rumah subsidi 2020 sebanyak 260.000 unit rumah.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved