Sajian Utama

D'Cost: Melesat Berkat Harga Murah dan Layanan Cepat

Oleh Admin
D'Cost: Melesat Berkat Harga Murah dan Layanan Cepat

Mutu Bintang Lima, Harga Kaki Lima. Itulah slogan restoran seafood D’Cost yang nampang dalam ukuran besar di kaca depan gerai yang didominasi warna oranye. Sejak hadir pada 9 September 2006, D’Cost telah mampu menarik perhatian banyak konsumen karena layanannya yang cepat, harganya relatif murah, ruang restonya luas, bersih dan tertata apik.

Keberhasilan D’Cost tak bisa dilepaskan dari peran David Vincent Marsudi dan Harry Setiadi Tjiptono. Menurut David, kehadiran resto ini didorong oleh masih minimnya resto seafood yang lebih merakyat. Kalau pun ada, harganya wah. “Padahal Indonesia memiliki kekayaan bahari yang luar biasa,” kata David. Memang cukup banyak pedagang makanan seafood di pinggir jalan. Namun, tak terjamin aspek higienitasnya. Di sinilah David melihat ada peluang membuka resto seafood yang terjangkau harganya (seperti harga kaki lima), tetapi menyediakan layanan, menu makanan dan suasana yang tak kalah dari resto berkelas.

Gerai resto pertama pun dibuka David dkk. di Kemang, Jakarta. “Saat itu, jalanan di sekitar resto menjadi macet karena banyaknya pengunjung yang datang,” kata David. Melihat respons yang bagus, maka sepanjang tahun pertama mereka membuka tiga cabang.

Kecepatan layanan menjadi keistimewaan D’Cost. Rahasia kecepatan D’Cost terletak pada pengelolaan pesanan makanan sejak pertama pengunjung mengorder hingga pemrosesan di dapur, yang informasinya didukung sistem berbasis teknologi informasi (TI). Menurut David, sejak awal para pendiri D’Cost memang sudah melihat pentingnya dukungan TI untuk dapat memberikan layanan terbaik. Maka, awak D’Cost menggunakan iPod (produk Apple Inc.) untuk menulis pesanan menu dari pelanggan. Info pesanan yang dicatat di iPod itu langsung ditransfer ke dapur kemudian diolah. Dalam waktu rata-rata kurang dari 15 menit, pesanan sudah siap di meja makan. “Jika ada pesanan yang kelamaan dilayani, kami di kantor pusat segera tahu dan bisa langsung menegur,” ujar Ferry Kurniawan, GM TI D’Cost.

Hal lain yang menjadi keunggulan D’Cost adalah terobosan dalam hal harga dan paket promo, misalnya: paket makan sepuasnya; bayar sesuka hati; Rp 1.000 untuk harga nasi dengan porsi sepuasnya; dan diskon sesuai umur di cabang-cabang D’Cost yang sudah ditunjuk. Pernah ada rombongan yang membawa seorang ayah berusia 70 tahun ke gerai D’Cost dan kebetulan ada promo “diskon sesuai umur”, maka seluruh menu yang dipesan, total mendapat diskon 70%. ”Pernah di Surabaya kami kasih diskon 103% atau free karena ada tamu yang membawa neneknya yang berusia 103 tahun,” ujar Eka Agus Rachman, Manajer Umum Promosi dan Humas D’Cost.

Menurut David, D’Cost berupaya melakukan promo yang bisa langsung dirasakan oleh konsumen. “Kami mengurangi promo di media, karena hanya akan membebani pelanggan. Kami buat promo yang efisien agar harga yang kami tawarkan seharga ‘hidangan yang dimasak ibu sendiri di rumah’,” ujar David seraya menjelaskan arti D’Cost yaitu tak lain harga pokok.

Dengan promo tersebut, pihak D’Cost berharap pelanggan akan puas, dan bisa merekomendasikan resto ini ke rekan atau saudaranya. Promosi ini tidak pernah berubah dari awal dibukanya resto D’Cost hingga sekarang.

Bagaimana dengan masalah margin mengingat D’Cost menawarkan hidangan dengan harga murah? Menurut David, kekuatan D’Cost memang pada volume. Jadi makin banyak volumenya maka efisiensi makin terjaga. Contohnya D’Cost membeli bahan baku dalam jumlah besar langsung dari petani ataupun nelayan. “Kami beli dari nelayan beberapa ribu ton ikan,” ujar David seraya menjelaskan, resto ini dijalankan dengan filosofi Give and Receive, yang berarti lebih mengutamakan memberi sebesar-besarnya pada konsumen dan karyawan, bukan sekadar berpikir untung rugi.

Segala pendekatan itu memang memberikan hasil luar biasa. Resto yang kini memiliki sekitar 800 karyawan ini berkembang amat pesat. Sekarang D’Cost memiliki 36 cabang di 7 kota di luar Jakarta, yakni Solo, Makassar, Pekanbaru, Bandung, Banjarmasin, Denpasar dan Surabaya. Dalam waktu dekat akan genap menjadi 38 cabang karena ada dua cabang lagi yang hendak dibuka. Menurut Hari Setiadi Tjiptono, Direktur D’Cost, pada 2011 pihaknya menargetkan akan membuka 11 cabang baru. Sebagai perbandingan, pada 2010 D’Cost membuka 10 cabang.

Toh, keberhasilan ini tampaknya tak membuat David dan timnya terbuai. David mengungkapkan, tiap tahun pihaknya selalu memikirkan apa yang bisa dilakukan dan terus lebih baik dari tahun sebelumnya. Tahun 2010, misalnya, mereka melakukan banyak terobosan, seperti mendirikan D’Cost Academy, D’Cost Logistic dan mulai uji coba penggunaan iPad di salah satu cabang D’Cost (Mall Ambassador, Jakarta). Ambil contoh, dengan D’Cost Academy, D’Cost bisa mendidik SDM-nya untuk bisa memberikan pelayanan terbaik, termasuk menciptakan kreasi menu terbaru serta inovasi promo yang unik dan menarik. “Kami punya moto, Stupid guys keep learning,” ujar David.

Saat ini manajemen D’Cost juga sedang mengembangkan inovasi Delivery Services dengan nomor 292 77777, yang menawarkan menu khusus dan kemasan yang eksklusif. Layanan yang dikembangkan sejak 10 Oktober 2010 ini baru dijalankan di tiga kota yaitu Jakarta, Surabaya dan Bandung.

Di mata Yoris Sebastian Nisiho, pengamat pemasaran dan kreativitas, D’Cost memiliki konsep yang sangat unik. Seperti halnya low cost carrier atau maskapai penerbangan murah. Yoris menilai, keunggulan D’Cost adalah mampu menawarkan harga murah, dengan menu tidak asal-asalan. “Mereka tetap menjaga kualitas dengan banyak gimmick lain yang mengundang pengunjung datang kembali,” ujarnya.

Yoris menyarankan agar D’Cost terus berinovasi dan berkreasi. “Harus selalu diingat saat awal buka resto yang selalu melakukan inovasi,” katanya.

Yuyun Manopol & Herning Banirestu


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved