Management Strategy

Ayo, Belajar Manajemen Suksesi dari Para Komandan SDM Perbankan

Ayo, Belajar Manajemen Suksesi dari Para Komandan SDM Perbankan

Istilah war for talent sudah dikenalkan konsultan global McKinsey & Co. belasan tahun lalu. Namun hingga kini, di dunia korporasi isu tersebut masih menjadi salah satu topik hot ketika berbicara soal ketersediaan SDM dan kompetensi yang dibutuhkan. Perkembangan bisnis yang cepat dengan lanskap yang jauh berbeda dari sebelumnya, memang membuat banyak perusahaan membutuhkan SDM mumpuni.

Sayangnya, mengembangkan orang-orang yang mumpuni (langkah “build”) ini tidak mudah dan membutuhkan waktu lama. Padahal, di sisi lain, sering kali dunia bisnis membutuhkan aksi segera. Tak ayal, kebutuhan cepat (dan biasanya dalam jumlah banyak) akan talenta mumpuni itu melahirkan jalan pintas perusahaan untuk membajak dari pasar tenaga kerja alias dari perusahaan lain (“buy”). Persaingan berebut talenta ini akan makin mahal dan keras, bila talenta yang diperebutkan sudah di level posisi kunci (critical role) atau di posisi kepemimpinan.

Sanjay Bharwani,(Chief Human Capital Officer Bank Mandiri (paling depan), bersama tim HR Bank Mandiri

Sanjay Bharwani,(Chief Human Capital Officer Bank Mandiri (paling depan), bersama tim HR Bank Mandiri

Dunia perbankan, yang kondisi bisnisnya cukup kompleks dan mengalami perkembangan pesat, termasuk sektor bisnis yang cukup haus dengan orang mumpuni. Tak heran, tingkat turnover karyawan dan pembajakan talenta perbankan relatif tinggi dibanding sektor lainnya. Dan ini bukan hanya terjadi pada karyawan level bawah, tetapi juga di level atas (kepemimpinan).

Karena itu, bagi bank-bank, mengelola sucession plan untuk posisi kunci dan kepemimpinan, merupakan kewajiban. Tanpa manajemen succession plan, kondisi sebuah bank amat rentan dan bakal mudah tersisihkan dalam kompetisi bisnis yang amat keras. Bank besar dan mapan tampaknya amat paham dengan “peta permainan” seperti itu.

SWA berkesempatan mendiskusikan (secara terpisah) fenomena dan masalah tersebut dengan para petinggi SDM/human capital beberapa bank besar di Indonesia, yakni: Sanjay Bharwani (Chief Human Capital Officer Bank Mandiri), Irvandi Ferizal (Human Capital Director Maybank), dan Pambudi Haju Tri Soenarsihanto (Director Country Human Resource Group Citibank). Dalam perbincangan ini, mereka membahas tentang alasan mengelola succesion plan, apa prinsip dan jurus yang mereka jalankan, dan apa tantangan terbaru yang mereka hadapi.

Mari kita belajar dari hasil perbincangan dengan mereka, berikut ini:

Apa saja alasan perusahaan Anda merasa perlu menjalankan program manajemen succession plan pada posisi kepemimpinan kunci?

Sanjay Bharwani (SB):

Succession plan management di perusahaan kami untuk menjaga kesinambungan strategi perusahaan. Sebab, pelanggan, pemasok, para pemangku kepentingan, dan karyawan sudah lebih familier dengan calon yang datang dari dalam. Dengan ini waktu pembelajaran dan adaptasi akan lebih cepat. Di Mandiri kami telah petakan kebutuhan suksesi untuk tiga tahun ke depan.

Irvandi Ferizal (Human Capital Director Maybank)

Irvandi Ferizal (Human Capital Director Maybank)

Irvandi Ferizal (IF):

Succession plan dijalankan untuk memastikan ketersediaan kandidat yang siap mengisi posisi kunci di perusahaan untuk kesinambungan organisasi. Ini juga untuk memberikan kejelasan dan kesempatan adanya keterbukaan pengembangan karier.

Pambudi Haju Tri Soenarsihanto (PHTS):

Bagi Citi, succession plan merupakan salah satu bagian terpenting dari strategi perencanaan bisnis jangka panjang. Sebagai perusahaan kami harus memastikan bahwa perusahaan selalu tumbuh dan berkembang di masa depan. Maka, di setiap critical position kami harus menyiapkan beberapa talenta yang mampu menggantikan apabila yang incumbent ternyata tidak berada di posisi itu.

Dapatkah Anda sebutkan berapa posisi kunci di perusahaan Anda, bagaimana rasio pengisian posisi, dan tingkat kesiapannya?

SB:

Kami menggunakan rasio 1:3 di level bawah dan 1:2 di level atas. Karena, jumlah posisi dan calon lebih banyak di level bawah. Kesiapan talenta tentunya belum 100%. Namun memang itulah yang perlu dilakukan, yaitu pengembangan talenta yang potensial dengan cara memberi mereka kesempatan untuk menjadi suksesor.

IF:

Posisi kunci perrusahaan atau yang disebut critical role, di setiap perusahaan berbeda-beda. Critical role tidak harus menggambarkan senioritas atau hierarki di perusahaan, tetapi lebih ditunjukkan oleh besarnya impak dari posisi itu. Untuk setiap role, harus dipersiapkan suksesornya. Untuk suksesor, harus diukur tingkat kesiapannya: apakah R0, R1 atau R2, dan seterusnya. R0 artinya suksesor yang diajukan, siap menggantikan sekarang juga, R1 artinya siap setahun lagi, R2 siap dua tahun lagi, dan seterusnya. Kalau di Maybank kami tidak mengukur dengan tahun, tetapi berapa role lagi harus diemban. Jadi, kalau R1 artinya yang bersangkutan masih harus mengemban satu role lagi sebelum siap menjadi suksesor. Jumlah R0 dan R1 ini yang menjadi ukuran perusahaan dari segi tingkat kesehatan perusahaan. Jika jumlah R0 dan R1 di suatu perusahaan di bawah 40%, perusahaan sangat rapuh.

PHTS:

Ada sekitar 200 posisi kunci di Citi. Mereka bervariasi dari level manajer, vice president sampai CEO. Saat ini untuk posisi satu dan dua level di bawah CEO, lebih dari 90% sudah ada talenta yang siap menggantikan mereka bila diperlukan. Sebagian besar adalah talenta yang siap untuk kami promosikan dari satu level di bawahnya, dan ada juga yang kami rotasikan dari level yang sama, tetapi di departemen yang berbeda.

Apa prinsip yang dipakai dalam menjalankan program manajemen suksesi ini dan bagaimana praktik pengembangan talentanya?

SB:

Kami terapkan prinsip: terbuka dalam penilaian para talenta, mendengarkan banyak masukan, memberikan kesempatan kepada talenta untuk mencoba berada di posisi yang lebih tinggi atau menjadi suksesor. Lalu kami berikan dukungan kepada mereka yang baru diangkat sebagai suksesor.

IF:

Untuk meningkatkan kinerja organisasi, Maybank mengembangkan pembelajaran agility. Kami lebih memberikan treatment berdasarkan performa dan potensi hasil penilaian setiap individu. Lalu, kami gunakan skenario 70-20-10 (70% on the job traning, 20% coaching & mentoring, dan 10% pelatihan kelas). Dalam pengembangan suksesi, kami melihatnya bukan untuk kebutuhan organisasi saat ini saja, tetapi menuju future ready organization. Artinya, kami melihat kompetensi apa yang dibutuhkan dalam 5-10 tahun lagi. Di luar program pengembangan 70/20/10, talenta diwajibkan memperoleh pengalaman penempatan di luar negeri, 6 bulan hingga periode dua tahun, dan adanya kesempatan untuk dirotasi ke fungsi/departemen lain.

PHTS:

Ada sejumlah prinsip untuk menjalankan succession plan, yakni: menilai tingkat criticality dari posisi para talenta, menilai kinerja dan potensi mereka, selanjutnya prinsip memadupadankan kebutuhan bisnis dan aspirasi karier mereka. Kami menggunakan program pengembangan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan talenta dan kompetensi yang terkait, yang merupakan kombinasi antara metode classroom training, workshop, competence assessment, online training, coaching & mentoring, dsb.

Pambudi Haju Tri Soenarsihanto (Director Country Human Resource Group Citibank)

Pambudi Haju Tri Soenarsihanto (Director Country Human Resource Group Citibank)

Adakah bentuk program penawaran (semisal internal job posting) dan kompetisi para talenta untuk mengisi posisi kunci yang lowong?

SB:

Internal job posting belum diterapkan di Bank Mandiri. Alasannya, hal tersebut lebih pas untuk posisi generalis. Jika kami butuh spesialis akan sulit menerapkan internal job posting. Ini dapat menimbulkan pertanyaan dari sisi pegawai, karena akan ada posisi yang dilelang dan ada yang tanpa lelang.

IF:

Kami menjalankan internal job posting, sehingga karyawan memiliki kesempatan untuk mengajukan diri jika ada posisi yang kosong. Kami memberikan kesempatan yang sama. Tentunya, kesempatan ini dikaitkan dengan standar kompetensi yang harus dipenuhi oleh kandidat.

PHTS:

Ya, semua posisi yang lowong selalu disebarkan informasinya melalui e–mail yang dikirim langsung oleh Country Human Resource Officer/Direktur HR kepada semua karyawan, dengan harapan mereka memiliki kesempatan yang sama untuk melamar jika merasa cocok dan mampu. Kemudian kami kompetisikan secara fair untuk memilih kandidat terbaik.

Bagaimana bila para talenta yang sudah disiapkan sebagai suksesor dibajak perusahaan lain? Jadi, apa yang mesti dilakukan?

SB:

Jika jumlah suksesor yang tersedia: satu banding tiga, atau satu banding dua, tidak terlalu bermasalah jika ada yang dibajak. Di Bank Mandiri salah satu program kompensasi yang diberikan kepada top talent adalah program retensi secara berkala. Tujuannya, selain diberikan pengembangan, para talenta juga dijaga dari sisi kompensasinya.

IF:

Talent war (perebutan talenta) adalah hal yang tidak bisa dihindari. Untuk itulah, tingkat cover ratio harus sehat. Kami harus proaktif melakukan banyak hal, dan jangan sampai setelah talenta mengajukan pengunduran diri, baru kebakaran jenggot dan berusaha melakukan counter offer, yang pada akhirnya hanya bersifat tindakan reaktif. Yang harus diperhatikan: apakah betul talenta itu sudah dipersiapkan dengan program pengembangan yang baik, sudah banyak diekspose ke tingkat direksi dan komisaris, dan bagaimana reward–nya. Harusnya talenta mendapatkan reward lebih baik dibanding karyawan biasa. Dan apakah sudah rutin dilakukan dialog pengembangan kepada mereka. Sebab banyak talenta keluar karena ternyata tidak tahu bahwa perusahaan sedang mempersiapkan dirinya ke jenjang lebih tinggi.

PHTS:

Memang yang sering kali terjadi, talenta yang sedang kami didik itu dianggap sudah mampu menjadi leader oleh perusahaan lain. Padahal, masa pengembangan mereka belum selesai. Dan untuk memenuhi kriteria leadership kami pun, mereka belum 100% siap. Nah, jika mereka dibajak perusahaan lain, kami akan berusaha mempertahankannya. Tetapi jika mereka tetap keluar, kami akan menggantikannya dengan talenta kami yang lain.

Apa lagi kendala atau tantangan yang biasanya dihadapi dalam rangka menyiapkan para pemimpin dari dalam ini?

SB:

Kesempatan untuk dirotasi bagi top talent dari satu unit ke unit lain dalam rangka pengembangannya kadang kala berbenturan dengan kepentingan pengembangan usaha perusahaan jangka pendek dan menengah.

IF:

Mempersiapkan talenta dari dalam butuh waktu, sedangkan bisnis menghendaki aksi sekarang juga. Talent war yang sangat tinggi. Selain itu, perubahan organisasi yang demikian cepat menyebabkan talenta yang dipersiapkan memiliki kapabilitas berbeda atau tidak dibutuhkan lagi dalam struktur baru.

PHTS:

Ada beberapa hal, yakni: kondisi bisnis makin rumit dan penuh ketidakpastian, kompetensi yang harus diajarkan makin banyak dan kompleks. Juga, bagi talenta, sulit membagi waktu antara melakukan pekerjaan sehari-hari dan menyediakan waktu untuk mengembangkan diri mereka sendiri.

Lalu, dengan segala program succession plan ini, mengapa kadang-kadang perusahaan masih perlu prohire (merekrut profesional dari luar)?

SB:

Experienced professional hire dibutuhkan jika kapabilitas yang diperlukan organisasi tidak tersedia, atau diperlukan perubahan yang lebih pada unit tertentu, atau gap kompetensi bagi calon dari dalam masih besar, atau calon dari dalam dibajak dan penggantinya dari dalam belum siap. Ini juga dilakukan bila perusahaan perlu perbaikan pada unitnya, budaya sudah kurang kondusif, dan tidak ada inovasi yang dihasilkan. Memang ada pro dan kontranya sendiri, harus dipertimbangkan sebelum digunakan.

IF:

Kenyataannya, tingkat talent readiness di semua lini tidaklah sama. Business have no choice, sehingga harus memilih “buy” untuk memastikan kesinambungan bisnis, sementara “develop” dari dalam dilakukan secara bersamaan. Untuk itu harus dimiliki strategi hiring yang jelas, berapa persen akan prohire, dan berapa persen akan develop from within. Prohire tidak selalu jelek, karena kadang kala dibutuhkan untuk memberikan warna dan wawasan yang berbeda dari luar organisasi tentang praktik atau sudut pandang yang berbeda. Juga bisa memberikan energi berbeda kepada tim. Hanya saja, harus diperjelas. Sebab, jika terlalu banyak prohire, tentunya tidak sehat bagi organisasi.

PHTS:

Hal ini masih kami lakukan disebabkan sekalipun kami sudah melakukan manajemen talenta dan pengembangan talenta dengan baik, ada kalanya beberapa talenta kami tergoda keluar dari perusahaan, dengan berbagai alasan, seperti gaji atau posisi yang lebih baik, sedangkan di sisi lain talenta yang kami persiapkan untuk mengganti incumbent belum siap.

Reportase: Maria H. Azzahra, Raden Dibi Irnawan, Tiffany Diahnisa


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved