Management Strategy

Berebut Kue Logistik yang Menggiurkan

Berebut Kue Logistik yang Menggiurkan

Akhir-akhir ini industri logistik kita tumbuh kian pesat dengan size market ribuan triliun rupiah. Bagaimana potensi bisnis logistik di Indonesia?

Dalam pengertian sederhana bisnis logistik adalah jasa pengiriman paket atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tren maraknya belanja online atau e-commerce belakangan ini turut mendongkrak pertumbuhan industri logistik. Perusahaan logistik berperan mengirim barang dari toko online kepada end user atau konsumen.

TikiJNEresepsionis

suasana pelayanan pelanggan logistik

Meski terlihat sederhana proses bisnis logistik itu, tapi siapa sangka jika potensi pasarnya luar biasa! Berdasarkan data Frost & Sullivan (2014), hingga akhir tahun 2014 market size logistik di Indonesia mencapai sekitar Rp 1.800 triliun, setara dengan APBN 2014 (Rp 1.816,7 triliun). Angka itu tercapai dengan estimasi pertumbuhan bisnis logistik di Tanah Air tahun 2014, diperkirakan sekitar 14,7%.

Peningkatan pertumbuhan bisnis logistik yang mencapai dua digit ini terjadi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mendorong meningkatnya kelas menengah dan konsumsi masyarakat, ditambah dengan pertumbuhan perdagangan internasional.

Ya, Frost & Sullivan memprediksi industri logistik nasional bisa tumbuh 14,7 persen, dari Rp 1.600 triliun di tahun 2013 menjadi Rp 1.800 triliun pada 2014. Yang menjadi faktor pendorong adalah pertumbuhan di sektor jasa dan konsumsi rumah tangga. “Konsumsi domestik selama ini telah mendorong pertumbuhan (ekonomi) Indonesia, yang berkontribusi lebih dari 50% dari Product Domestic Brutto,” ujar Gopal R, Global Vice President Transportation & Logistics Practice Frost & Sullivan, di Jakarta.

Bila dirinci, Gopal menuturkan, pengiriman logistik lewat laut bisa mencapai 1,04 miliar ton tahun 2014. Ada kenaikan 4,3 persen dari tahun 2013. Sedangkan pengiriman kargo melalui kereta api ditaksir tumbuh 8,5 persen menjadi 25,5 juta ton. Untuk pengiriman logistik lewat udara meningkat lebih tinggi sebesar 15,3 persen atau mencapai 1,34 juta ton pada 2014.

Data Frost Sullivan diperkuat oleh pendapat Zaldy Ilham Masita, Presiden Asosiasi Logistik Indonesia. “Saya rasa kalau pertumbuhan 15 persen setiap tahun itu sudah bagus. Makanya banyak perusahaan asing mau masuk ke Indonesia karena melihat pertumbuhannya yang sangat bagus,” ujar Zaldy menganalisa.

Menurut Zaldy, dua faktor pendorong pertumbuhan logistik adalah, pertama, perkembangan ekonomi Indonesia dan terus meningkatnya perdagangan domestik plus luar negeri. Kedua, maraknya perusahaan yang melempar aktivitas logistiknya ke pihak ketiga atau alih daya (outsourcing). Jumlahnya pun kelak akan terus membesar, karena saat ini baru 15-20% perusahaan yang menyerahkan urusan logistiknya ke pihak luar.

Zaldy Ilham Masita, Presiden Asosiasi Logistik Indonesia

Zaldy Ilham Masita, Presiden Asosiasi Logistik Indonesia

Apa saja cakupan industri logistik? Jawabannya beragam. Bisa dikatakan, segala industri tersentuh logistik. Semua industri pengolahan pasti memerlukan jasa logistik, mulai dari mendatangkan aneka bahan baku dan bahan penolong, hingga mengirimkan hasil produksinya ke gudang penampungan dan melempar pasar atau konsumen.

Pertumbuhan berbagai sektor industri mendorong perkembangan bisnis logistik itu sendiri. Mulai dari produk minyak, gas, batu bara, kelapa sawit, otomotif, properti, bahan bangunan, hingga produk konsumer atau fast moving cosume goods (FMCG). Apalagi, di industri transportasi laut ada keharusan menggunakan kapal berbendera Indonesia jika melintasi perairan Indonesia.

Bagaimana peta pemain bisnis logistik? Sebelum memperkenalkan para pemain industri logistik, alangkah baiknya jika kita petakan dulu kategorisasinya berdasarkan layanan dasar yang ditawarkan, yaitu angkutan laut (shipping), angkutan udara (cargo), angkutan darat (trucking), freight forwarding, pergudangan dan distribusi (warehousing & distribution), kurir & ekspres, plus distributor.

Berdasarkan riset SWA, shipping disemarakkan Damco Indonesia, Meratus Line, NYK Line Indonesia, OOCL, Tanto Intim Line dan Temas Line. Mayoritas pemain besar bisnis ini perusahaan asing atau campuran, seperti OOCL yang berasal dari Cina, NYK yang berafiliasi dengan Jepang, dan Damco dari Eropa. Shipping lokal yang bisnisnya mengglobal diwakili Samudera Shipping. Di kategori kargo, pemain besarnya antara lain Garuda Cargo International dan TNT (PT Skypak International). Untuk layanan trucking yang menonjol adalah Dunia Express Transindo (DET) dan Puninar Jaya. Sedagkan layanan freight forwarding ada APL Logistics, CKB Logistics dan Kamadjaja Logistics. Lalu, warehousing & distribution dimarakkan oleh Ceva Logistics, DHL, Linfox Logistics dan YCH Indonesia. Pelaku bisnis kurir dan ekspres yang kondang tergolong pemain kawakan. Sebut saja, Cardig Express Nusantara, FedEx/RPX, JNE, TNT, TIKI, dan Pandu Siwi.

Betul, jumlah pelaku bisnis logistik terus berlimpah. Tidak hanya pemain lokal, tetapi juga perusahaan asing. Mulai dari perusahaan kelas gurem hingga kakap bertarung di sini. Lihat saja, di third party logistic kurang-lebih ada 50-60 perusahaan, freight forwarding ada 2.000 perusahaan, transporter menurut Organda ada 3.000 dan perusahaan kurir menurut Asperindo ada 1.200 perusahaan.

Pemain besar dan kawakan pun tetap eksis meramaikan bisnis logistik. Sementara wajah baru terus bermunculan. Saking menggiurkannya bisnis ini, sejumlah perusahaan rental pun terjun ke sana, seperti TRAC dan Cipaganti. Bahkan, beberapa BUMN tak rela hanya sebagai penonton legitnya kue logistik. Tak mengherankan, mereka pun melebarkan sayap, misalnya Pelindo, Kereta Api dan Garuda Indonesia.

Yang menarik, dan menjadi fenomena belakangan ini, adalah masuknya perusahaan ritel ke industri logistik karena tergelitik ingin mencicipi. Siapa dia? Dia tidak lain adalah Grup Sigmantara (Alfamart, Alfamidi, Alfa Express, Atri Distribution) dengan mengibarkan bendera Atri X’press yang bergerak dalam layanan kurir dan total logistik.

Seiring peningkatan kebutuhan jasa logistik, model bisnis logistik pun berkembang. Kilen ingin fokus menangani bisnis inti perusahaan, sehingga pengelolaan logistik diserahkan logistic provider. Untuk itu, perusahaan-perusahaan logistik ramai – ramai berusaha menyediakan jasa one stop solution dan membangun positioning sebagai third party logistic company (3PL) dan fourth party logistic company (4PL).

Mekanisme model bisnis 3PL, perusahaan pengguna biasanya menyerahkan pekerjaan logistik sejak barang keluar dari pabrik hingga ke tingkat gudang distributor atau gudang peritel. Contoh, untuk perusahaan kosmetik, perusahaan 3PL bisa menangani pengiriman barang dari pabrik, masuk ke gudang si perusahaan logistik, dan kemudian dikirim ke bagian stok di ritel seperti Carrefour dan Giant. Di dalam gudang milik perusahaan logistik itu biasanya juga ada proses penambahan nilai, termasuk dengan melakukan sortir dan pengemasan bila diperlukan. Contoh perusahaan yang melakukan 3PL antara lain: Wira Logistic, Ceva, DHL Supply Chain dan Kamadjaja Logistic, Pos Logistik Indonesia.

Salah satu ciri perusahaan 3PL biasanya adalah sudah mengelola gudang tersendiri, entah itu gudang yang propertinya milik sendiri atau sewa. Hal inilah yang membedakan dengan perusahaan logistik tradisional yang sekadar melakukan pengiriman (transporter).

Pada dasarnya model bisnis 3PL mengelola proses trucking, warehousing, dan distribusi dalam satu atap. Namun, dalam model bisnis 3PL juga ada beberapa nilai tambah yang bisa diberikan kepada klien. Misalnya, alih daya pekerjaan logistik tradisional seperti transportasi, pergudangan, solusi teknologi dan tracking; inbound & outbound logistics; jasa pick and pack (pengambilan dan pengemasan), termasuk marking and labeling, product returns distribution, packaging and repackaging, serta telemarketing.

Contoh layanan 3PL dengan nilai tambah dilakkan oleh Kamadjaja Logistic. Sebagaimana dijelaskan Ivy Kamadjaja, Direktur Pemasaran Kamadjaja Logistic, pihaknya memasuki next stage dalam pelayanan logistik karena telah menjadi supply chain solution company. Dia mencontohkan kliennya Taro dan semen Holcim.

“Di Holcim kami mulai kelola dari produk semen cair (linker) keluar dari pabrik hingga ke gudang distributor. Kami tawarkan solusi total ke mereka. Trucking juga kami yang manage walaupun tidak semua pakai truk kami,” kata Ivy. Hal yang sama juga dilakukan pada produk Taro (Tiga Pilar Sejahtera). Bukan hanya mengangkut, Kamadjaja bahkan melakukan mulai dari penggorengan Taro, pemberian bumbu, pengemasan, hingga distribusi produk itu di Sumatera Utara. Jadi, sudah memberikan nilai tambah berupa contract manufacturing. Nilai tambah yang diberikan lebih banyak.

Sementara itu, model bisnis 4PL, biasanya perusahaan pengguna telah menyerahkan secara total urusan logistiknya kepada satu logistic provider. Bahkan, perusahaan penyedia logistik ini juga mengelola perusahaan-perusahaan logistik (3PL) yang menjadi mitra perusahaan pengguna (user). Pada model bisnis 4PL, dimungkinkan perusahaan provider tak punya aset atau gudang karena yang ditonjolkan lebih kepada solusi, sistem, dan manajemen software.

Indonesia baru memasuki tahap 3PL. Itu pun pemainnya belum banyak. Namun, ada banyak alasan mengapa permintaan jasa 3PL diprediksi akan makin menguat selain alasan fokus di bisnis inti. Dengan menggandeng penyedia jasa 3PL, perusahaan pengguna bisa memetik beberapa keuntungan: mengeliminasi biaya investasi infrastruktur logistik (gudang, armada truk, mesin gudang, dsb); punya akses untuk proses dan teknologi logistik terkini yang dimiliki si perusahaan provider; cashflow lebih lancar dan operating cost berkurang karena tak harus membangun gudang; bisa menggeser fixed cost (biaya logistik) menjadi variable cost; serta lebih lincah dan cepat mengubah strategi bila ada perubahan lingkungan bisnis. Alhasil, melihat tren itu, tak mengherankan, perusahaan logistik pun berlomba-lomba bermetamorfosis menjadi 3PL.

Seiring berjalannya waktu, persaingan pemain bisnis logistik makin mencekik. Agar tetap eksis, pera pelaku dituntut untuk mempertajam spesialisasi masing-masing. Ada yang kuat di bisnis logistik alat berat, barang berbahaya (dangerous goods), barang-barang proyek konstruksi, barang kimia cair, produk konsumer, dan farmasi. Tentu saja, spesialisasi itu terkait kompetensi dan kesempatan di pasar.

Sebut contoh, Cipta Krida Bahari (CKB), yang dikenal kuat untuk project logistics mengangkut alat berat untuk industri tambang dan migas. “Kami biasa angkut barang-barang overweight dan oversized, bisa sampai 200-300 ton. Pakai peralatan khusus. Kami juga punya jasa shore-based management untuk kelola logistik di lepas pantai,” kata Iman Sjafei, Direktur Pengelola CKB Logistics. Bahkan untuk memindahkan sebuah barang yang ukurannya sangat besar, terkadang CKB Logistic harus membangun jalan dan jembatan sendiri karena jalan yang ada tak memadai.

Bagaimana prospek industri logistik ke depan? Meskipun potensi pertumbuhan industri logitik diprediksi naik 15-20% per tahun, tapi faktanya tidak semua pemain menikmati lezatnya kue logitistik yang mencapai sekitar Rp1.800 triliun itu. Menurut Zaldy, yang mendung adalah segmen logistik freight forwarding, khususnya yang fokus pada jasa kepabeanan atau custom clearance. Di luar segmen itu, semuanya cukup happy. “Segmen transporter tumbuh 10%-12%, third party logistic meningkat 15%-20% per tahun, dan jasa kurir malah bisa mencapai 40% jika turut melayani e-commerce,” Zaldy menguraikan.

Hal itu dibenarkan Johari Zein. “Perkembangan bisnis e-commerce juga menguntungkan perusahaan jasa pengiriman seperti JNE yang melakukan the last mile delivery atau pengantaran sampai ke pembeli/konsumen akhir,” kata H.M. Johari Zein, Direktur Pengelola JNE. Sebab tiap transaksi membutuhkan delivery, omset penjualan nasional JNE mampu tumbuh 40% secara berturut-turut selama empat tahun terakhir ini.

Berbeda dari JNE yang membukukan pertumbuhan fantastis, PT Cipta Karya Bahari (CKB), hanya menikmati pertumbuhan 15%. Karena, menurut Iman Sjafei, Presdir CKB, pihaknya lebih fokus ke bisnis logistik yang melayani sektor energi, termasuk migas, infrastruktur, dan pembangunan tenaga listrik.

Sementara itu, Ivan Kamadjaja, CEO Kamadjaja Logistics, memprediksi, bisnis logistik akan tetap moncer di masa mendatang. Faktor pendorongnya adalah pertumbuhan ekonomi nasional yang dalam beberapa tahun terakhir di atas 5% per tahun. Faktor lain yang turut berperan adalah suksesnya penyelenggaraan pemilu.

Akan tetapi, berbicara tentang logistik, sebenarnya tak lepas dari masalah infrastruktur seperti jalan, jembatan, bandara dan pelabuhan. Di sisi pelabuhan, misalnya, Indonesia masih kedodoran jika dibanding Thailand. Negeri Gajah Putih itu punya dua pelabuhan khusus ekspor impor otomotif. Sementara Indonesia hanya mengandalkan pelabuhan Tanjung Priok. Keterbatasan infrastruktur akan semakin terasa jika kita menengok ke kawasan Indonesia Timur. Untuk itu, pembangunan infrastruktur harus ditingkatkan.

Tantangan lain di logistik adalah mendapatkan SDM/profesional logistik yang berkompeten, perlu pelatihan yang terus-menerus, dan meminimalkan terjadinya perang talenta. Pun, semua pihak harus siap menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada Desember 2015 nanti.

Yang jelas, kalau ingin punya margin yang lebih tebal, perusahaan logistik harus punya keunikan dan mampu menangani pekerjaan-pekerjaan logistik yang tak bisa dilakukan pemain lain. Kalau hanya bermain pada jasa tradisional seperti kargo dan custom clearence yang generik, siap-siap saja bertempur di red ocean yang berdarah-darah.

Kiprah 24 Tahun JNE di Ranah Logistik

Di balik tantangan MEA 2015, JNE berencana ekspansi ke negara ASEAN lainnya, dengan target pertama Singapura karena posisinya yang sangat strategis dalam peta bisnis ASEAN. “Singapura bisa menjadi pintu dan jembatan yang penting ke dunia,” ujar H.M. Johari Zein, Direktur Pengelola JNE.

Johari Zein, Direktur Pengelola JNE

Johari Zein, Direktur Pengelola JNE

PT JNE Logistics, anak usaha PT Jalur Nugraha Ekakurir, telah menyiapkan rencana besar untuk menggarap layanan logistik di Indonesia. Salah satunya, membangun pusat gudang yang disebut JNE Logistics Center di kawasan Cimanggis seluas 1,5 ha. Setelah proyek itu rampung, JNE Logistics akan mendirikan gudang lagi di kawasan lain, seperti Sumatera.

JNE Logistics meski baru dibesut tahun 2013, tapi diklaim memiliki tiga keunggulan. Pertama, sistem teknologi informasi cukup baik. Kedua, jaringannya terbangun luas. Sebagai contoh JNE punya shuttle truck dari Aceh sampai Bali. Ketiga, nama besar perusahaan induknya diyakini akan memudahkan JNE Logistics dalam merebut pasar. Karena itu, JNEl fokus menggarap segmen FMCG, telekomunikasi dan elektronik.

”JNE Logistic juga menjadi anak emas Garuda Indonesia, karena tiap bulan cargo load kami mencapai Rp6 miliar ke Garuda,” imbuh Johari.

Menurut Johari, pihaknya telah lama mempercanggih divisi logistiknya. “Kami belajar logistik sejak 1997,” katanya. Keseriusan JNE ditunjukkan dengan membangun gudang di Bali, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Palembang dan Medan. Selain gudang, JNE juga menambah depot yang terhubung online dengan CCTV, smoke detector dan alat pengaman lainnya.

JNE pun telah menyiapkan armada truk yang dilengkapi Global Postitiong System untuk memudahkan pemantauan. Armada truk mencapai lebih dari 200 unit kendaraan. Didukung oleh 3.000 herai dani 250 kantor cabang JNE. Ribuan gerai itu 90% milik mitra bisnis JNE.

Keberhasilan JNE saat ini tak lupat dari sejarah panjang yang mengawalnya. Didirikan sejak 27 November 1990 dengan nama Tiki JNE, perusahaan ini bukanlah milik Grup TIKI (CV Titipan Kilat), yang didirikan oleh Suprapto. Sebagai pribadi, Suprapto, pendiri TIKI, memang punya porsi saham cukup dominan di JNE, yakni 38,4%, sedangkan Johari memiliki 19,2%, dan sisanya dimiliki oleh beberapa pemegang saham lainnya.

JNE awalnya melayani masyarakat dalam hal kepabeanan terutama urusan impor (custom clearance). Tapi,pembenahan terus dilakukan mulai dari infrastruktur, pelatihan SDM, dan inovasi produk. Untuk pengembangan produk, tahun 2010 JNE meluncurkan Layanan Pesona (singkatan dari pesanan oleh-oleh Nusantara). Layanan ini bekerja sama dengan sekitar 650 vendor kuliner daerah. Ke depan, JNE Grup berharap komposisi layanannya dengan porsi 80% layanan jasa kurir dan 20% bidang logistik. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved