Management Strategy

Bisnis Phapros Mengarah ke Farmasi Herbal

Bisnis Phapros Mengarah ke Farmasi Herbal

PT Phapros Tbk menyiapkan dua strategi inovasi guna menjawab tuntutan pasar. Salah satunya dengan terus mengembangkan produk farmasi herbal. Meski bersifat komplementer, apabila dikonsumsi secara terus menerus obat herbal lebih berkhasiat dan efek sampingnya relatif lebih rendah dari obat kimia. Meski begitu, Phapros tidak akan meninggalkan lini bisnis obat kimia seiring penerimaan masyarakat yang masih lebih tinggi saat ini.

Direktur Manufaktur Phapros Barokah Sri Utami mengatakan, inovasi dilakukan agar ketersediaan obat dan alat kesehatan bisa terjangkau seluruh masyarakat dengan kualitas prima dan harga terjangkau. Saat ini, pasar domestik banyak dibanjiri produk dari luar karena memang ketersediaan di dalam negeri masih terbatas. Phapros sendiri melakukan inovasi di berbagai macam obat, baik generik maupun obat bebas.

“Kami mencanangkan dua strategi untuk inovasi ini. Pertama, industri hijau yang sudah dicanangkan oleh bagian riset dan pengembangan (R&D). Kedua, kami mengarah ke farmasi herbal,” kata dia.

Barokah Sri Utami (kiri) pharmacist at PT PHAPROS TBK peserta The Outstanding Corporate Innovator (OCI) Award pose dengan Tim

Barokah Sri Utami (kiri) pharmacist at PT PHAPROS TBK peserta The Outstanding Corporate Innovator (OCI) Award pose dengan Tim

Untuk industri hijau, lanjut dia, quality by design. Artinya, Phapros sudah dipertimbangkan untuk tidak menggunakan bahan bahan yang berbahaya dengan skema 3R (reduce, reuse, and recycle) dan setiap tahapan dikontrol dengan ketat. Sedangkan untuk farmasi herbal, sebenarnya Phapros sudah menggarapnya sejak berdiri pada 1954 melalui produk simplisia. Tapi dalam perkembangannya, obat kimia lebih banyak diterima masyarakat, sehingga lebih maju. “Saat ini, kami kembali lagi, selain tetap mengembangkan obat kimia. Obat herbal kami beri perhatian lagi dan dikembangkan,” katanya.

Menurut Emi, obat kimia lebih banyak diterima masyarakat karena sifatnya lebih cepat mengobati. Padahal, obat kimia dan obat herbal posisinya berbeda. Obat herbal memang dibuat untuk komplementer, namun jika dikonsumsi terus menerus maka obat tersebut akan berkhasiat dan efek sampingnya pun relatif lebih rendah jika dibandingkan obat kimia. “Selain itu, sudah ada bukti secara empiris. Contohnya, seledri bisa digunakan untuk darah tinggi,” katanya.

Dalam menjalankan strategi inovasi itu, ungkap dia, semua karyawan dilibatkan baik di level bawah hingga direksi, asosiasi dokter pun dilibatkan. Phapros juga giat mengikui pameran di luar negeri untuk mengembangkan wawasan. Untuk mewujudkannya, perseroan menyediakan ruang bagi para apoteker untuk menciptakan formula yang bisa menghasilkan efek yang baik, namun harganya bisa ditekan.

“Itu secara bottom up. Kalau secara up to bottom, para direksi memberikan masukan mengenai apa yang harus dilakukan oleh anak buahnya. Kalau secara korporasi, secara keseluruhan karyawan diberi kebebasan untuk mengembangkan ide,” ujarnya.

Emi menjelaskan, inovasi sangat penting bagi kelanjutan bisnis perusahaan. Tak hanya omset perseroan yang terangkat, biaya yang dikeluarkan juga semakin efisien. Hadirnya produk baru yang berkualitas akan mendongkrak omzet Phapros. “Contohnya, produk pantoprasol, obat herbal lambung yang dibuat pada 2014, kontribusinya tercatat hingga Rp 40 miliar. Karena memang produk baru merupakan darah segar bagi industri farmasi,” kata dia. (Reportase: Rizky C. Septania)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved