Management Strategy

Cara ISS Terus Menjaga Bisnisnya Berkesinambungan

Elisa Lumbantoruan - President Director ISS Indonesia

Elisa Lumbantoruan – Presiden Direktur ISS Indonesia

Salah satu kekuatan sebuah bisnis terus tumbuh dan berkembang adalah serius mengembangkan sumber daya manusia (SDM). Tanpa ini, perusahaan tinggal menunggu waktu saja dilibas persaingan. Di tengah makin langkanya SDM bekualitas PT ISS Indonesia melakukan langkah strategis guna meningkatkan soft skill SDM lini tengahnya.

Terlebih ISS makin menegaskan bahwa perusahaan yang berdiri di Indonesia pada 1996 itu merupakan service provider bukan labour supplier. Salah satu langkah meningkatkan soft skill karyawan ISS adalah dengan menggandeng tiga sekolah bisnis, yaitu Prasetya Mulya Business School, SBM ITB dan Binus Business School.

Kerja sama tersebut guna meningkatkan kemampuan manajerial karyawan ISS level manajer. Disebut Elisa Lumbantoruan, Presdir PT ISS Indonesia, setidaknya ada 1.000 manajer di perusahaannya. Mereka ini secara bertahap akan mengikuti Program ISS Management and Leadership Develepment Program yang dikembangkan ISS bersama ketiga sekolah bisnis tersebut.

“MoU kerja sama ini sebenarnya sudah dilakukan pada 9 Juni lalu, untuk batch pertama progam selama 6 bulan ini, mulai dikuti 150 karyawan level manajer berprestasi ISS,” tuturnya. Kurikulum dibuat bersama ketiga perguruan tinggi ini.

Mengapa ISS begitu serius mengembangkan skill manajerial karyawannya, tidak takutkah nantinya dibajak? Elisa memiliki pertimbangan khusus. Level manajer di pasar SDM langka, ia mengutip yang disampaikan konsultan SDM bahwa kelangkaan SDM level manajer ini dari tahun ke tahun makin besar.

Tahun ini level kelangkaan manajer di pasar SDM hingga 10 persen. Diperkirakan dalam 3 hingga 5 tahun kedepan level kelanggaan manajer di pasar SDM kita bisa mencapai 20-30 persen. “Kalau kita tidak melakukan dari dalam, kita akan tergantung supply dari luar untuk manajer, sedang supply rendah,” ujarnya.

Menurut Elisa, ada dua pilihan mengembangkan manajer. Pertama, mengirimkan ke sekolah bisnis, tapi selesai dalam 1-2 tahun programnya, tapi yang dipelajari general program, konsekuensinya hanya 20-30 persen yang sesuai dengan pekerjaan mereka di ISS. Kedua, membuat program bersama yang dibuat bersama ISS, waktu lebih singkat tapi kurikulum program sangat disesuaikan dengan kondisi pekerjaan yang ISS tawarkan ke para klien. Yang kedua inilah yang dipilih Elisa bersama ketiga sekolah bisnis ini. “Kami berikan training bond ke karyawan yang mengikuti ini, jadi kalau mereka keluar sebelum batas waktu tertentu, mereka harus membayar sejumlah tertentu,” imbuhnya.

Saat ini ada 62 ribu karyawan yang berstatus karyawan tetap ISS, mereka tersebar di berbagai perusahaan yang menjadi klien ISS. Perusahaan asal Denmark ini menyediakan layanan mulai dari Cleaning Service, Access Control, Property Service, Catering Services, Parking Services dan Support Service. Elisa menyadari bisnis ISS sangat padat SDM, maka itu kemampuan karyawan sangatlah penting.

Karyawan ISS mengawali karier dari posisi front liner, mayoritas dari mereka lulusan SMA. Beberapa tahun mereka naik jadi team leader lalu superviser, manajer, sampai mereka bisa mencapai vice president (VP). “Itu dilalui dengan cara yang tidak terstruktur, saat ini ada beberapa assistant VP dari bawah, dibutuhkan waktu setidaknya 10 atau bahkan 15 tahun untuk mencapai posisi itu. Sedang dipasar kondisinya kami kekurangan manajer lini tengah. Jadi ya kami harus percepat, inilah target tujuan kami,” papar pria yang pernah menjadi Direktur di PT Garuda Indonesia Tbk ini.

Percepatan terutama dalam meningkatkan kemampuan manajemen dan leadership karyawan lini tengah ISS. Elisa meyakini, bisnis ISS bisa sustain jika karyawan memiliki manajer dan leader yang bagus. Kalau mengambil dari luar, bukan saja lebih mahal, tidak tersedia dan bahkan tidak sesuai dengan bisnis ISS. “Langkah kami untuk untuk jangka panjang, bukan untuk secara serta merta bisa menaikan omset ataupun jumlah klien kami,” tegasnya.

Prof. Dr. Arief Rachman, MPd, pemerhati pengembangan karakter manusia, yang hadir dalam acara buka bersama tersebut, menganalogikan proses ISS dalam membangun SDM ini seperti ibadah Ramadan sebelum merayakan Idul Fitri yang harus merasakan lapar, haus dan disiplin ibadah shalat wajib dan sunnah serta berzakat. Bahwa untuk menjadi great performer karyawan ISS harus senantiasa disiplin mengenal konsumen dengan baik dan setia dalam proses. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved