Management Strategy

Dewan Kelautan Mati Suri, Presiden Perlu Turun Tangan

Siswanto Rusdi (kiri) Direktur eksekutif The National Maritim Institute (Namarin). Foto: Syukron Ali/SWA

Siswanto Rusdi (kiri) Direktur eksekutif The National Maritim Institute (Namarin). Foto: Syukron Ali/SWA

Sebagai negara yang digadang-gadang sebagai poros maritim dunia oleh Presiden Joko Widodo, ternyata hingga saat ini, program kemaritiman masih berjalan sebelah kaki. Ada banyak faktor yang memengaruhi, salah satunya regulasi dan kebijakan yang tumpang tindih antar kementerian terkait dan lembaga yang punya peran di sektor kemaritiman.

“Sejak era Presiden SBY sampai Jokowi, Dewan Kelautan yang diharapkan jadi penggerak kemaritiman Indonesia, pengharmonis antar berbagai stakeholdernya. Nyaris tidak ada suaranya. Seolah dia sedang mati suri,” jelas Siswanto Rusdi, Direktur eksekutif The National Maritim Institute (Namarin) pada SWA Online di kantor CSIS Jakarta (29/3).

Perlu diketahui, Dewan Kelautan sebelumnya bernama Dewan Maritim Indonesia (DMI) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai petugas harian pelaksanaannya. Namun, pada era SBY tepatnya tahun 2007 namanya diubah menjadi Dewan Kelautan. Sayangnya, sejak dibentuk hingga sekarang belum pernah ada rapat koordinasi antar Dewan Kelautan yang membawahi 14 Kementerian, Kepolisian Negara Republik Indonesia, TNI AL, Wakil Perguruan Tinggi, Pelaku Usaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Rusdi menegaskan, dengan membawahi banyak stakeholder, peran Dewan Kelautan sebagai forum komunikasi dan penyusun kebijakan kemaritiman sangat dibutuhkan untuk menjalankan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jika tidak segera dikonsolidasikan, Rusdi mengkhawatirkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia bisa tergerus.

“Sebagai pemimpin yang memiliki visi ini, Presiden harus bertindak langsung memberdayakan Dewan Kelautan. Minimal mengadakan rapat antar anggotanya dulu deeh. Sebab, jika presiden hanya menyerahkan urusan kemaritiman kepada Menko Maritim, rasanya akan sangat sulit tercapai,” lanjut Rusdi.

Sebab, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman hanya mengkoordinasikan empat kementerian, yaitu Kementerian ESDM, Kemenhub, KKP dan Kementerian Pariwisata. Belum lagi permasalahan penegakan hukum di laut yang tidak akan selesai hanya dikendalikan oleh Kemenko Maritim.

Sementara itu, Philips J Vermonte, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), menjelaskan, 5 pilar Poros Maritim Global yang disebut Presiden sebagai visi besarnya, hingga kini belum ada refrensi tunggalnya. “Ini yang menyebabkan, kebijakan jadi tumpang tindih dan tidak adanya kesamaan pandang antar pemangku kepentingan bidang maritim. Baik dari pemerintah, swasta, masyarakat dan penegak hukum,” jelas Philips. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved