Strategy

Duh, Rupiah Bisa Tembus Rp 15.000

Oleh Admin
Duh, Rupiah Bisa Tembus Rp 15.000

Setelah pada Rabu nilai tukar rupiah sempat menembus Rp 14.754 per dolar Amerika Serikat, analis LBS Enterprise, Lucky Bayu Purnomo, memprediksi rupiah bisa menembus Rp 15 ribu per dolar AS dalam waktu dekat.

Namun, Lucky mengatakan, angka ini tidak akan membentuk keseimbangan baru. Pasar akan membentuk keseimbangan baru jika mencapai Rp 16.500 per dolar AS.

Lucky berpendapat pasar akan bisa membentuk keseimbangan baru saat nilai rupiah irasional. Angka Rp 15 ribu, menurut Lucky, masih rasional, sehingga pasar masih stabil dan tidak akan berbalik arah.

“Pasar harus mencari posisi baru saat kondisi tidak rasional,” katanya saat dihubungi Tempo, Kamis, 24 September 2015.

Dalam jangka panjang, dia bahkan memprediksi rupiah akan menembus level Rp 18 ribu per dolar AS, sehingga angka Rp 16.500 dianggap tidak terlalu tinggi. “Tidak ketinggian, beda antara mahal dan tinggi,” ujarnya.

cara-mendapatkan-uang

“Sewaktu SBY-JK, rupiah bisa menguat antara Rp 9.600 dan Rp 10.000. Minimal kita bisa sampai di titik sebelum mereka terpilih, ya di angka Rp 12.500 itu,” ujarnya.

Dalam penutupan pasar uang, Rabu, 23 September 2015, rupiah kembali terkoreksi 94,5 poin (0,65 persen) ke level 14.646,5 per dolar AS.

Senada dengan Lucky, analis pasar modal First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto, berpendapat saat ini pasar masih stabil. Meski dinilai masih rasional, pelemahan rupiah saat ini memberi dampak negatif terhadap non-performing loan (NPL) bank dan inflasi akan semakin tinggi.

Namun analis Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, optimistis rupiah tidak akan menembus Rp 15 ribu per dolar AS. Dia yakin, dalam jangka pendek, dolar akan melemah sehingga rupiah akan menguat.

“Resistan rupiah secara teknikal di level Rp 15 ribu, harusnya tidak akan ditembus,” ujarnya.

Sementara itu, analis NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, mengatakan Indonesia sebagai negara importir akan mengalami kerugian jika barang-barang yang dibeli dari asing semakin mahal.

“Beda dengan Jepang dan Cina. Mereka malah senang kalau nilai mata uangnya lemah, karena mereka negara eksportir,” katanya.

Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved