Strategy zkumparan

Gastro Diplomacy, Cara Indonesia Tingkatkan Diplomasi Lewat Kuliner

Agus Saptono, Konsul Jenderal RI Mumbai dalam acara Seminar Daring: Citra Indonesia melalui Gastro Branding dan Gastro Diplomacy (Foto: Anastasia AS/SWA)

Indonesia mulai melirik gastro diplomacy sebagai salah satu cara diplomasi publik ke dunia internasional. Kuliner dapat menjadi pintu masuk untuk mengenal lebih jauh tentang kebudayaan suatu negara, bahkan bisa menjadi daya pikat untuk menarik wisatawan datang ke negara tersebut.

“Gastro diplomacy adalah upaya untuk memengaruhi publik internasional dengan menciptakan dan memperkenalkan kuliner Nusantara ke dunia internasional,” ujar Cecep Herawan, Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI dalam acara Seminar Daring: Citra Indonesia melalui Gastro Branding dan Gastro Diplomacy (16/08/2020).

Menurutnya, cara ini bisa menciptakan awareness terhadap Indonesia, bahkan bisa membuka peluang ekonomi, termasuk peningkatan ekonomi dan perdagangan. Jika dirancang secara optimal, gastro diplomacy dapat membantu mempercepat pembangunan ekonomi nasional di tengah pandemi.

Kemenlu bersama perwakilan Indonesia di luar negeri, menurutnya, telah menjadikan gastro diplomacy sebagai bagian dari diplomasi publik di negara sahabat. Beberapa kegiatan yang dilakukan biasanya meliputi penyelenggaraan festival makanan, misi dagang, investasi dan promosi pariwisata. Peran diaspora dalam mendukung pengenalan kuliner nusantara pun juga terbilang krusial, karena mereka ikut membantu mempromosikan makanan khas Indonesia.

Namun, upaya diplomasi makanan ini masih memiliki beberapa hambatan. Pertama, gastro diplomacy belum tersinergi dengan baik. Banyak kegiatan kuliner yang dilakukan secara parsial dan tidak terkoneksi secara terpadu. Sehingga, gaung yang dihasilkan belum terlalu maksimal. “Saya melihat belum ada kampanye yang dilakukan secara nasional. Sehingga, perlu adanya strategi agar gastronomi Indonesia bisa diterima oleh publik internasional,” kata Cecep.

Kedua, makanan Indonesia sangat beragam dan belum ada ikon makanan unggulan yang bisa dipromosikan ke dunia internasional. “Keberagaman makanan tersebut menjadi salah satu hal yang menyulitkan. Misalnya saja, kita memiliki 40 jenis soto dan 250 sate. Harus dimunculkan ikonnya agar lebih mudah memprmosikannya,” kata Agus Saptono, Konsul Jenderal RI Mumbai.

Tahun 2012, Kementerian Pariwisata sudah merilis 30 ikon kuliner nasional. Namun, daftar tersebut sempat hilang dan muncul kembali pada tahun 2019 dengan jumlah ikon yang lebih sedikit, yakni 5 ikon. Agus berpendapat, perlu adanya sinergi dan konsistensi dari pemerintah untuk benar-benar menetapkan ikon kuliner nusantara, sehingga Indonesia memiliki daya gedor untuk mempromosikan kulinernya di dunia internasional.

Ketiga, adanya keterbatasan bahan baku, terutama untuk produk rempah-rempah. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan food safety dan membangun kesiapan rantai pasok untuk mendukung gastro diplomacy. “Ada bumbu yang tidak bisa ditemui dengan mudah di suatu negara. Nah, bumbu kunci itu harus disebarkan ke pelosok dunia,” ujar Cecep.

Keempat, adanya keterbatasan dalam hal pendanaan. Keterbatasan ini, menurutnya bisa diatasi dengan adanya sinergi antara pemerintah, swasta dan diaspora. Kelima, perlu adanya institusi yang membuat road map strategi promosi dan pengembangan kuliner nusantara ke seluruh dunia. Sehingga proses gastro diplomacy bisa berjalan dengan lancar.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved