Management Strategy

Industri Perkebunan Teh Nasional, Saatnya untuk Bangkit

Industri Perkebunan Teh Nasional, Saatnya untuk Bangkit

Potret industri perkebunan teh di Indonesia beberapa dekade terakhir memang tak menggembirakan. Posisi Indonesia sebagai negara besar penghasil teh dunia semakin merosot. Indonesia pernah berjaya sebagai produsen teh terbesar kedua di dunia. Namun dari tahun ke tahun posisinya cenderung terus melorot dan kini terjerembab menjadi produsen urutan ke-7 di dunia.

Hal itu juga tampak dari luasan lahan perkebunan teh di Indonesia yang terus mengalami penciutan, yang bila ditotal tak kurang dari 30 ribu ha – kini tinggal tersisa 120 ribu ha. “Yang juga lebih memprihatinkan, kini makin banyak teh impor masuk ke pasar domestik dengan jumlah yang makin besar dari tahun ke tahun,” ungkap Rachmat Badruddin, pengusaha perkebunan teh nasional yang juga Ketua Asosiasi Teh Indonesia (ATI). Pendapat Rachmat sama sekali tak meleset. Volume impor teh dalam setahun sudah mencapai angka 20 ribu ton, dan ada kecenderungan terus meningkat tiap tahun.

Rachmat Badruddin, Presiden Direktur KBP CHAKRA

Rachmat Badruddin, Presiden Direktur KBP CHAKRA

Belum lagi dilihat kualitas produk tehnya, kebun-kebun bagus yang dulu diwariskan Belanda kini cenderung dikelola kurang baik. Rachmat menjelaskan, ada kecenderungan produk teh asal Indonesia yang dipasarkan di mancanegara hanya dijadikan sebagai bahan baku tambahan dari manufakturing teh dunia seperti Lipton, Dilmah, Twinning, dan sejenisnya. “Harusnya produk kita bisa menjadi komponen utama dari material produksi mereka,” ungkap Rachmat. Semua itu lantaran pengelolaan kebun teh, termasuk pengelolaan panen yang di bawah kualitas standar. Khususnya perkebunan teh yang dikelola oleh rakyat.

Saat ini, bila dilihat potret industri perkebunan teh, sebagian besar memang merupakan perkebunan teh milik rakyat. Jumlahnya mencapai 56.258 ha atau 46,3% dari luas lahan perkebunan teh nasional. Sementara sisanya, seluas 38.103 ha (31,18%) milik perkebunan besar negara yang dikelola berbagai BUMN, dan seluas 27.845 ha (22,79%) dimiliki perkebunan besar swasta seperti Grup Sosro, Grup Chakra, Sariwangi, dan sejenisnya. Dari tiga tipe perkebunan itu, perkebunan rakyat selama ini paling memprihatinkan pengelolaannya.

kebun_tehUntuk itulah Rachmat yang aktif di Dewah Teh Indonesia (DTI) dan ATI terus mengajak pelaku industri teh dalam negeri untuk bangkit dan memperbaiki kualitas. “Pasarnya sangat terbuka, baik dalam negeri maupun internasional,” katanya. Karenanya, Rachmat terus pula melakukan sharing pengetahuan dan pengalaman ke pelaku teh lainnya dalam mengembangkan perkebunan teh. “Kita harus bisa meningkatkan kembali harkat teh Indonesia,” ujar Rachmat yang biasa tampil mewakili Indonesia pada acara teh internasional.

Melalui ATI dan DTI, Rachmat kini aktif mendorong gerakan kebangkitan teh Indonesia. Terutama dengan melobi insan pemerintahan agar ikut peduli pada gerakan menyelamatkan industri teh nasional. Rachmat kemudian membandingkan dengan perkebunan kakao yang bisa dibantu hingga triliunan rupiah, harusnya industri perkebunan teh pun bisa mendapatkan perhatian yang cukup. Rachmat ikut berterima kasih, bahwa mulai tahun lalu pemerintah sudah mengucurkan Rp 42 miliar untuk merevitalisasi kebun teh rakyat. Namun ke depan ia berharap anggarannya diperbesar sehingga program kebangkitan teh ini bisa dijalankan dengan baik.

Bagaimanapun Indonesia punya potensi besar sebagai negara utama penghasil teh. Secara geografis Indonesia juga punya wilayah yang sangat cocok untuk teh, terutama di Jawa Barat. Teh cocok dikembangkan di Indonesia, karena mempekerjakan tenaga kerja dengan jumlah paling tinggi per hektarenya dibanding perkebunan lain. Selain itu, dari sisi tanamannya, meski kecil, teh sangat kuat menahan air sehingga sangat bagus untuk kelestarian lingkungan.

Beberapa waktu lalu Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI menjelaskan bahwa para petani teh Indonesia memang masih perlu dukungan permodalan, teknologi, peningkatan mutu, pasar dan pengembangan kemandirian. Data Kementerian menjelaskan, selama ini sentra pengembangan teh di Indonesia utamanya berlokasi di Ja-Bar, dengan luas areal 95.496 ha atau 77,62% dari luas areal teh nasional. Lokasinya tersebar di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut, Tasikmalaya, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Subang, Purwakarta, Sumedang, Ciamis, dan Majalengka. Total produksi teh Ja-Bar mencapai 109.314 ton per tahun.

Penelusuran di lapangan menginformasikan bahwa minimnya produktivitas teh rakyat terutama dipicu oleh jumlah tegakan yang sedikit di setiap ha lahan teh rakyat. Idealnya, satu ha lahan ditanami sekitar 13 ribu tegakan tanaman teh. Namun lahan perkebunan teh rakyat saat ini rata-rata hanya ditanami 5-6 ribu tegakan. Selain itu, ekstensifikasi juga menjadi sorotan karena perkebunan teh rakyat sangat rentan beralih komoditas, atau bahkan beralih fungsi menjadi perumahan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved