Management Strategy

Komitmen Cargill Produksi Energi Terbarukan

Komitmen Cargill Produksi Energi Terbarukan

Cargill Tropical Palm (CTP), anak usaha Cargil Inc, telah hadir di Indonesia sejak 1974. Mereka menaungi 9 anak usaha, dua perusahaan di Sumatera Selatan dan sisanya di Kalimantan Barat. Total luas kebun mereka mencapai 120 ribu hektar, termasuk kebun yang dikelola petani plasma.

Perseroan mencegah emisi terbesar dari gas rumah kaca yang berasal dari limbah pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent-POME) dengan cara menangkap gas metana. Gas tersebut ada yang dibakar alias dilontarkan ke udara. Ada juga yang telah dimanfaatkan untuk sumber tenaga listrik.

“Ini sudah dijalankan grup sejak 2010. Tapi, baru dengan sistem flaring. Baru pada 2013, CTP bekerjasama dengan USAID dan Winrock untuk mengonversi metana yang ditangkap menjadi tenaga listrik,” kata Yunita Widiastuti, Group Sustainability Manager CTP.

Foto 1 Biogas power plant

Menurut dia, listrik sebesar 0,6 MW yang dihasilkan dimanfaatkan untuk menerangi 3 komplek perumahan karyawan yang berisi 460 rumah dengan kapasitas 1.300 KWH setiap rumah. Perseroan belum berani membantu PLN setempat untuk menerangi beberapa desa di sekitar pabrik.

Sejauh ini, kebutuhan listrik untuk pabrik dipenuhi dari pengolahan limbah organik padat (biomass) yang dihasilkan pabrik. Dengan begitu, CTP tidak menggunakan suplai listrik dari PLN setempat. Kemandirian energi ini sudah diterapkan di 9 pabrik milik anak usaha Cargill Inc ini.

“Rata-rata pabrik sawit sudah menerapkan ini, memanfaatkan energi terbarukan. Limbah pabrik untuk mengurangi konsumsi energi tidak terbarukan seperti solar. Jadi, menggunakan bahan bakar boiler dari sumber limbahnya yang kemudian dikonversi menjadi tenaga listrik,” katanya.

Yunita menjelaskan, perseroan memiliki shelter untuk menyimpan kelebihan limbah padat. Dengan begitu, pada saat pabrik sedang tidak beroperasi, listrik masih tetap menyala. Jika tidak begitu, perusahaan harus menyiapkan dana untuk membeli solar atau bensin untuk bahan bakar.

Selain mengurangi efek emisi rumah kaca, lanjut dia, kegiatan mengonversi gas metana menjadi listrik ini bisa diajukan ke Uni Eropa untuk mendapatkan tambahan premium saat melakukan audit sertifikasi International Sustainability Carbon for Certification (ISCC).

“Bisa dibilang, PT Hindoli, anak usaha CTP adalah perusahaan pertama yang mendapatkan sertifikasi itu di Indonesia. Komitmen Cargill untuk green environment sudah dimulai sejak awal ada di Indonesia,” katanya.

Saat ini, perseroan tengah membuat pabrik biomassa mengingat ada banyak limbah yang dihasilkan dari pabrik sawit. Mulai dari serabut sawit, cangkang sawit, tandan kosong yang semuanya dikembalikan ke kebun untuk dijadikan pupuk kompos.

“Kami sedang membangun biomass plant di Sungai Lilin Mill yang kapasitasnya 4 MW. Konstruksinya sudah dibangun tahun lalu, ditargetkan mulai beroperasi Mei 2016. Kalau ada kelebihan listrik dari sini, bisa disalurkan ke masyarakat. Di sini listrik masih byar-pet,” katanya. (Reportase: Herning Banirestu)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved