Management Strategy

Kunci Sukses Transformasi Bisnis

Kunci Sukses Transformasi Bisnis

Budi W Soetjipto, transformasi, bisnis, manajemen

Budi W Soetjipto

Transformasi bisnis merupakan kunci sukses bagi sebuah entitas bisnis untuk mengarungi medan kompetisi yang makin ketat. Apa saja faktor utama kunci keberhasilan transformasi di BUMN dan perusahaan swasta. Apa saja prasyarat yang harus dipenuhi agar transformasi berjalan lancar. Reporter SWA, Rangga Wiraspati mewawancarai Budi Soetjipto, Dekan Sampoerna School of Business:

Apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam transformasi bisnis (syarat dan prasayaratnya)?

Nomor satu adalah pemimpin, karena ia menjadi inspirator dan driver. Jika pemimpin tidak mendukung maka sulit. Pemimpin puncak adalah aset utama perusahaan dalam proses transformasi bisnis. Kedua, yang tidak kalah penting adalah dukungan karyawan. Memang transformasi harus bermula dari pucuk pimpinan, tetapi partisipasi karyawan tidak bisa diabaikan. Ketiga, aspek konstekstual, yaitu lingkungan. Pengaruhnya berasal dari macam-macam, bisa krisis, persaingan, dsb. Keempat, sistem yang dapat membuat transformasi bisnis berjalan secara berkesinambungan. Sistem yang dimaksud dapat berupa knowledge management. Jadi sistem itu bisa dibilang habit (kebiasaan) yang harus dibangun perusahaan untuk memajukan karyawan dan perusahaannya.

Apa fondasi atau pilar yang harus dibangun lebih dulu ketika sebuah perusahaan sedang melakukan transformasi?

Menurut saya dua pilar yang mendahului adalah pemimpin puncak dan lingkungan. Percuma jika pimpinan teriak-teriak tentang perubahan jika lingkungan sekitar perusahaan adem ayem saja. Jadi, bawahan akan berkomentar mengapa harus berubah jika keadaan baik-baik saja. Biasanya hal ini terjadi pada perusahaan yang merupakan pemain satu-satunya di sebuah area. Contohnya PLN dan Angkasapura II. Kemudian lingkungan tanpa pemimpin (kepemimpinan) pun akan kacau balau. Jika seorang pemimpin tidak peduli, maka lingkungan (bawahan) pun tidak bisa apa-apa dan perusahaan akan jatuh.

Menurut Anda, apa saja yang bisa menjadi kunci sukses dalam sebuah transformasi bisnis?

Bagi saya adalah persistensi, karena transformasi bisnis dengan syarat dan prasyaratnya tidak memakan waktu yang sebentar, hitungannya tahunan. Jika di tengah jalan sudah patah semangat maka transformasi bisnis kemungkinan besar akan gagal.

Transformasi bisnis memiliki cakupan luas, investasi besar, dan waktu perencanaan yang panjang. Menurut Anda, indikator apa yang bisa dipakai untuk melihat sukses tidaknya sebuah transformasi bisnis?

Untuk jangka pendek, indikatornya adalah perubahan kinerja. Berhasil tidaknya sebuah transformasi bisnis pada akhirnya akan dinilai melalui revenue, laba, omset, dll. Perubahan sekecil apapun akan dibandingkan dengan keadaan sebelum transformasi. Kemudian indikator kedua adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku SDM tentunya ke arah yang lebih baik meskipun tidak harus signifikan. Perubahan perilaku itu harus dilihat ada atau tidak di perusahaan. Caranya bisa dilakukan melalui observasi, survei, ataupun assesment .

Bagaimana pentingnya peran CEO ataupun chairman dalam transformasi bisnis perusahaan?

Pertama ia akan memberikan inspirasi. Inspirasi adalah bagaimana ia menyampaikan kondisi yang menunjukkan adanya urgensi untuk perubahan kepada seluruh karyawan. Pemimpin harus memiliki kiat untuk mengkomunikasikan kompetisi yang sedang dihadapi perusahaan dengan bahasa yang simpel bagi karyawannya. Kedua, pemimpin sebagai driver, ia harus walk the talk. Ketika ia menyerukan perubahan perilaku kepada karyawannya ia sendiri harus mengubah perilakunya karena ia adalah pendorong perubahan. Jadi ia ikut berubah bersama karyawan.

Bagaimana seharusnya seorang pimpinan perusahaan berperan sebagai pemimpin transformasional?

Jika perusahaan diibaratkan dengan kesebelasan sepakbola, maka ia adalah kapten. Lebih jauh lagi ia adalah pemain tengah yang berfungsi sebagai playmaker, ia mengalirkan bola dari belakang ke depan.

Apa saja sistem pendukung yang dibutuhkan?

Ada dua jenis sistem pendukung, yaitu soft system dan hard system. Soft system berupa corporate culture. Perusahaan harus membuat suasana di mana perubahan dipandang sebagai sebuah kebiasaan oleh karyawannya, bukan sebuah problem. Hard system adalah perangkat seperti SOP, peraturan, prosedur, dsb. Inti hard system adalah mekanisme yang sebisa mungkin diotomatisasi. Seringkali jika terjadi pergantian kepemimpinan maka perangkat-perangkat tersebut pun berganti. Jika hard system sudah ditetapkan dan diotomatisasi, maka seorang pemimpin baru pun akan berpikir keras untuk mengganti sistem yang sudah ada.

Bagaimana cara memobilisasi sistem pendukung tersebut?

Baik soft system dan hard system harus memperkuat satu sama lain, istilahnya reinforcing. Misalnya budaya sebuah perusahaan menekankan pada learning spirit, tetapi perangkat sistem manajemen tidak mendukung hal tersebut, akhirnya sistem pendukung tidak sinkron. Perlu ada penyelarasan dari dua sistem tersebut.

Apa yang biasanya menyebabkan kegagalan dari transformasi bisnis?

Pertama, kegagalan transformasi diakibatkan oleh tidak adanya persistensi. Jika sebuah perusahaan cepat menyerah dalam proses transformasinya maka ia akan kehilangan kesempatan. Jika tidak ingin klien lari ke perusahaan lain maka perusahaan harus konsisten dalam proses panjang transformasi, sebab pesaingnya juga konsisten. Klien pun konsisten dalam pemenuhan kebutuhannya. Ketika sebuah perusahaan sudah tertinggal ketika proses transformasi berlangsung, ia akan cepat kehabisan napas dalam mengejar kompetitornya. Kedua, kendala lain yang dapat mengakibatkan kegagalan transformasi adalah pemimpin yang tidak pro perubahan pada saat terjadi pergantian kepemimpinan. Ketiga, ketidakselarasan antara soft system dan hard system yang dapat menyebabkan kebingungan di karyawan terutama yang di bawah. Keempat, bawahan yang tidak punya kapabilitas. Perubahan tentu menuntut peningkatan kapasitas, jika SDM tidak disiapkan tentu transformasi bisa gagal.

Dalam pengamatan Anda, apa kendala bagi BUMN dalam transformasi bisnis?

Gonta-ganti direksi, terutama pergantian yang terlalu pendek jangka waktunya, juga masa jabatan pemimpin yang terlalu pendek. Kedua, pool of talents yang dianggap change leader oleh direksi. Padahal tidak semua talenta itu adalah change leader, proses pemilihannya pun bercampur dengan kepentingan politik sehingga bisa saja yang terpilih adalah yang bukan change leader. Jika itu yang terjadi maka transformasi bisnis tersendat.

Bagi BUMN apa antisipasi yang harus dilakukan terhadap kendala-kendala itu?

Pemerintah sebagai pemilik harus mempunyai talent management system pada level direksi. Di Kementerian BUMN perlu ada semacam detasemen khusus yang memantau kualitas top level management di BUMN, sehingga mereka bisa menempatkan calon-calon pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing BUMN.

Upaya antisipasi kendala transformasi bisnis bagi kalangan swasta?

Menurut saya yang diperlukan kalangan swasta adalah belief, bahwa perubahan itu perlu dan tidak bisa dihindari. Seringkali perusahaan swasta termasuk market leader itu terlena, tidak bergerak untuk terus berinovasi. Kondisi itu tentu berbahaya untuk perusahaan swasta yang sudah mapan, karena kita tidak pernah tahu kapan badai akan datang.

Seperti apa tahapan ideal dalam sebuah transformasi bisnis? Apa jenjang-jenjang yang mesti dilalui?

Tahapan pertama adalah kesadaran dan pemahaman akan kondisi riil yang tengah dihadapi perusahaan. Kedua adalah bagaimana membuat kesadaran tersebut menjadi urgensi untuk melakukan perubahan. Di situlah bagaimana perusahaan membangun komunikasi (packaging urgensi) terhadap semua unit di dalamnya menjadi sangat krusial. Ketiga, perencanaan transformasi. Keempat, mobilisasi dari atas sampai ke bawah. Terakhir, pelaksanaan atau eksekusi. Selanjutnya tentu evaluasi, apakah dibutuhkan perubahan lagi atau tidak.

Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam sebuah transformasi bisnis?

Tidak boleh yang paling utama adalah pemimpin tidak melakukan apa yang mereka minta kepada pegawainya untuk dilakukan, tidak walk the talk. Kedua yang tidak boleh dilakukan adalah ketika SDM tidak siap secara mental dan kapabilitas. Ketiga adalah ketika sistem pendukung tidak sinkron. Sementara itu, yang boleh dilakukan tentunya kebalikan ketiga hal tadi. Untuk menyiapkan SDM bisa melalui pelatihan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved