Book Review Strategy

Mengupas IMC Gaya Dentsu

Oleh Admin
Mengupas IMC Gaya Dentsu

Judul : The Dentsu Way Penulis : Kotara Sugiyama, Tim Andree, The Dentsu Cross Switch Team

Penerbit : McGraw-Hill, New York, 2011

Tebal : xxiv + 310 halaman

Fondasi service provider profesional seperti konsultan manajemen atau agensi periklanan ditentukan oleh metode dan pendekatan yang mereka gunakan dalam memberikan solusi ke klien. McKinsey&Co. punya 7S yang legendaris, BCG punya BCG Matrix yang fenomenal, Ogilvy punya pendekatan kreatif unik yang diinspirasi oleh sang pendiri, David Ogilvy. Pendekatan inilah yang menjadi faktor keunikan dan point of differentiation agensi tersebut dibandingkan para pesaingnya.

Membaca buku The Dentsu Way, kita diajak mengarungi seluk-beluk pendekatan yang digunakan oleh agensi integrated marketing communication (IMC) terbesar di Jepang ini dalam memberikan solusi kepada para klien. Dentsu mengumpulkan serpihan-serpihan pengalamannya selama lebih dari 100 tahun, kemudian mengkristalkannya menjadi sebuah pendekatan konseptual yang komprehensif, yang mereka sebut sebagai The Dentsu Way.

Proyek prestisius mengumpulkan wisdom itu dimulai tahun 2006 dengan membentuk The Dentsu Cross Switch Team dan terumus tahun 2008 (buku versi awal berjudul Cross Switch: How to Creat Cross Communication terbit pertama kali di Jepang), dan kemudian diperkenalkan secara global tahun ini melalui buku ini.

Namun, tentu saja The Dentsu Way bukanlah sekadar konsep teknis. Ini merupakan pola pikir yang menginspirasi dan menjadi pedoman nilai-nilai perilaku setiap insan Dentsu di seluruh dunia. The Dentsu Way adalah juga filosofi korporat yang disarikan oleh satu ungkapan, good innovation, yaitu bagaimana insan Dentsu menghasilkan sesuatu yang baru dan membawa kemaslahatan kepada klien dengan mengombinasikan tiga pilar: ide, teknologi dan kewirausahaan.

Tiga pilar tersebut diyakini sebagai sumber kekuatan bersaing Dentsu di tengah bergolaknya industri periklanan/komunikasi global. Tiga kekuatan itu didefinisikan dalam filosofi inti sebagai “Ideas that reach beyond the imaginable; technology that crosses the bounds of possibilities; and entrepreneurship that surpasses the expected”.

Melalui pernyataan tersebut, salah satu perusahaan komunikasi paling sukses di dunia ini ingin mengatakan bahwa Dentsu memiliki good idea; Dentsu memiliki good technology; tetapi di atas itu semua Dentsu memiliki entrepreneurial spirit yang menjadikan The Dentsu Way bekerja dengan baik dalam menyolusi persoalan-persoalan klien.

Satu hal yang menarik bagi saya adalah bahwa rumusan filosofi korporat itu selintas agak bertolak belakang dengan pakem budaya bisnis Jepang (dan ketimuran secara umum) yang kita kenal selama ini, yang lebih banyak menekankan konservatifisme, keharmonisan, keteraturan, ketelitian dan kepatuhan (ingat Toyota Way). Saya melihat, prinsip-prinsip bisnis Dentsu itu lebih mencerminkan budaya bisnis baru yang lebih western yang mengandalkan kreativitas dan imajinasi. Ini yang justru menarik.

Bagian terbesar buku ini berisi kerangka konseptual yang menjadi acuan Dentsu dalam memberikan solusi kepada klien. Buku ini menjelaskan tahap demi tahap bagaimana pendekatan komunikasi terintegrasi ala Dentsu (disebut sebagai Integrated Communication Design) bekerja dan diimplementasikan. Saya menganjurkan sebelum membaca bagian ini Anda sebaiknya membaca buku klasik Integrated Marketing Communications karya Don Schultz (1993) untuk mendapatkan gambaran mengenai kerangka teoretisnya.

Pendekatan yang diajukan Dentsu menarik karena sudah mengakomodasi pendekatan horisontal (lihat buku saya Crowd: Marketing Becomes Horizontal) dalam pengembangan strategi komunikasi pemasaran. Dentsu, misalnya, telah meninggalkan pendekatan komunikasi konvensional AIDMA (Attention-Interest-Desire-Memory-Action) dan menggantikannya dengan pendekatan yang lebih bersifat horisontal, yaitu AISAS (Attention-Interest-Search-Action-Share). Tentu saja, pendekatan baru ini banyak dipengaruhi kemunculan teknologi baru berbasis media sosial.

Dentsu juga mengubah pendekatan komunikasinya dari “membombardir target audiens” dengan pesan pemasaran (disebut breaking in approach) menjadi “menarik minat mereka” untuk keluar dari hambatan informasi yang dihadapinya (drawing out approach). Gampangnya, pendekatan yang pertama lebih bersifat push, sementara pendekatan kedua lebih bersifat pull.

Mengacu paradigma di atas, agensi periklanan terbesar di dunia versi Majalah Advertising Age (2009) ini mengembangkan konsep IMC ala Dentsu yang diberi nama Cross Communication. Pendekatan Cross Communication dirumuskan dalam kalimat ringkas berikut: (1) based on target insight and media insight, (2) taking into consideration both breadth (reach and frequency), and depth (degree of involvement), (3) create a scenario for communication, (4) that effectively combines multiple contact points.

Intinya, pertama, pendekatan IMC Dentsu disusun berdasarkan studi mendalam terhadap ide-ide yang muncul dari konsumen. Kedua, tak hanya fokus pada jangkauan dan frekuensi penyampaian pesan kepada target audiens (kuantitas), tetapi juga pada kedalaman pelibatan dengan konsumen (kualitas). Ketiga, strategi komunikasi diarahkan pada penciptaan skenario yang mengarahkan konsumen untuk secara sukarela mencari informasi mengenai merek, membeli merek, dan kemudian menyebarkan positive word-of-mouth ke konsumen lain. Keempat, komunikasi harus melihat titik koneksi konsumen dengan merek (contact point) secara holistik.

Saya kira buku ini harus dibaca oleh para praktisi ataupun akademisi komunikasi pemasaran di Indonesia. Karena, dengan begitu mereka bisa banyak belajar bagaimana salah satu agensi IMC terbaik di dunia menyelesaikan persoalan-persoalan pemasaran dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, konseptual, sekaligus taktis.

Buku ini juga membuka kesadaran pelaku periklanan, bahwa teknologi media sudah berkembang sedemikian rupa dengan kemunculan Internet. Akibatnya, agensi periklanan harus mengubah diri. Seperti halnya yang dilakukan Dentsu, kalau agensi periklanan tidak mengubah pendekatan, strategi, bahkan what the business are they in, pelan tetapi pasti mereka akan mati. Change or die!

Yuswohady

Peresensi adalah pengamat pemasaran


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved