Management Editor's Choice Strategy

Semua Mahasiswa SBM ITB Harus Ikut Program Internship

Semua Mahasiswa SBM ITB Harus Ikut Program Internship

Sekolah Bisnis dan Management ITB (SBM ITB) merupakan satu dari sekian institusi pendidikan di Indonesia di bidang Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan kontribusiluar biasa terhadap perkembangan sektor ekonomi dan bisnis di Indonesia.

Institusi pendidikan yang telah ada sejak 1960 ini, sudah banyak menempatkan lulusannya di berbagai perusahaan penting di Indonesia, baik itu perbankan, industri, maupun jasa. SBM ITB memiliki sistem pendidikan yang menarik untuk dikaji, di antaranya menjalin kerja sama student exchange, kolaborasi penelitian dengan universitas luar negeri, hingga program Dual Degree.

Apa saja program pendidikan di SBM-ITB, dan bagaimana pengelolaannya? Semua dituturkan Reza Ashari Nasution, Dirut SBM ITB (S2/MBA), kepada Fardil Khalidi dari SWA Online:

ITB SBM-REZA

Bisa diceritakan data diri Anda secara singkat sesuai CV?

Nama saya Reza Ashari Nasution. Background pendidikan : lulus Teknik Industri ITB 1998 (S1), melanjutkan jenjang Doctoral di University of Twente Enschede, Belanda, 2001 – 2002. Pengalaman Kerja: 2005 gabung School of Business Management (Fakultas). 2005 menjadi anggota kelompok Kajian Business Strategy and Marketing , 2006 ditunjuk sebagai ketua, 2009 menjabat sebagai Dirut SBM S1, 2011 – sekarang menjabat sebagai Dirut SBM ITB (S2/MBA)

Bisa dijelaskan mengenai School of Business and Management itu seperti apa?

Secara umum kalau bicara soal MBA di ITB sendiri sudah ada sejak 1960. Cuma untuk School of Business and Management nya sendiri itu didirkan pada tahun 1990. Kemudian tahun 2003 baru mendirikan kampus di Gelap Nyawang ini. Untuk Programnya kita tujukan untuk profesional muda, hingga jajaran eksekutif. Kami juga menyediakan layanan program kepada perusahaan – perusahaan yang ingin mengutus karyawannya untuk menimba ilmu lebih. Adapun program yang kami tawarkan antara lain fresh graduate, Business Leadership, MBA Syariah Banking and Finance, Global Executive MBA di mana kita bekerja sama dengan Alto University Finlandia, serta MBA for Entrepreuners for Creative and Culture.

Kami juga memiliki kampus di Jakarta, yakni pada tahun 2007 SBM-ITB bekerja sama dengan Sampoerna membuka kampus baru, itu lokasinya di Sampoerna Strategic Square Sudirman.

Kemudian untuk akreditas, kami sudah akreditasi baik secara nasional maupun internasional. Untuk akreditasi nasional itu kita dapatkan akreditasi A pada tahun 2010 dari BNPT, sementara internasional itu pada tahun 2013 melalui ABEST 21 yang berpusat di Tokyo. Untuk kurikulum, kita selalu desain tergantung kebutuhan zaman, jadi tiap tahun bisa saja berubah. Jadi sampai tahun 2018 nanti kita selalu munculkan kurikulum–kurikulum baru.

Bagaimana sistem penyeleksian mahasiswa untuk dapat diterima sebagai mahasiswa School of Business Management – ITB?

Secara umum, proses penyeleksian mahasiswa di SBM-ITB itu berdasarkan standar internasional. Ada beberapa parameter yang dinilai, terutama saat tes seleksi masuknya, yakni dilihat GMAT(mata pelajaran yang diujikan disini antara lain, matematika, ekonomi, bahasa Indonesia, sosial, dan science)-nya, IELTS / TOEFL-nya, serta work experience-nya (untuk yang apply ke jenjang master). Untuk GMAT setiap program pastinya berbeda, misalnya profesional GMAT-nya minimal 450, Executive 400, serta Entrepreuner 370. Sementara TOEFL / IELTS itu standarnya semua sama yakni minimal yang setara dengan 450 (TOEFL IBT / PBT / IELTS 5.0). Itu yang pertama.

Yang kedua, jika calon mahasiswa lulus persyaratan pertama akan ada tes wawancara serta tes psikologi. Tujuannya adalah untuk mengetahui potensi calon mahasiswa. Tahap ini diadakan agar tim pengajar dapat mengenali karakter anak didiknya. Jadi hasil yang telah kita terima nanti akan dipelajari untuk disesuakan dengan mapping pengajaran kita, terutama bagi tenaga pendidik, mereka bisa memiliki gambaran akan menyiapkan metode pengajaran seperti apa, dan teknik pedagogi yang tepat.

Kemudian yang lagi marak diterapkan oleh School of Business and Management di manapun itu (baik di Indonesia/di luar negeri) adalah program ‘Dual Degree- nya, bagaimana Anda melihat potensi ini?

Okay, jadi begini Dual Degree itu adalah penggabungan dua program yang dijadikan satu, dan ditempuh dalam satu kali jenjang belajar. Misalnya mahasiswa A, mengambil ‘dual degree’, itu berarti dia mengambil dua program sekaligus misalnya Commerce dan Finance, atau Accounting dan Supply Chain Management. Kedua program itu diselesaikan dalam satu kali jenjang belajar, baik itu yang undergraduate, maupun yang postgraduate (jenjang master).

Saat ini kami sedang menggalakkan program tersebut. Di mana kami melihat akan banyak sekali case study yang bisa mereka dapatkan, bagaimana mengelola gudang sambil menghitung keuangan, bagaimana menganalisis finansial sambil melakukan komersial, dan lain sebagainya. Menurut saya ini perlu guna menjadikan lulusan kita lebih terampil dan lebih kompetitif di dunia bisnis yang sesungguhnya.

Adapun untuk prakteknya mereka tentu saja dihadapkan pada jumlah SKS yang lebih banyak sedikit ketimbang Single Degree. Ditambah lagi objek penelitian mereka akan lebih broad lagi, dan sangat case based.

Hanya saja, menurut saya, dual degree belum lengkap tanpa dibarengi dengan program internship (pengalaman kerja). Karena biar bagaimanapun bisnis tanpa pengalaman kerja itu kurang sempura.

SBM ITB-Reza

SBM – ITB sendiri mendesain program internship itu seperti apa?

Memang dari jenjang undergraduate, hingga postgraduate sebisa mungkin mahasiswa melewati proses internship ini. Kalau yang post mungkin bisa lebih kepada pengaplikasian case studinya, atau kolaborasi penelitian dengan perusahaan tertentu.

Dalam hal ini kami mendesain program internship berdasarkan MoU. Kita sebut MoU ini sebagai payungnya. Itu sudah diatur dalam divisi Industrial Relationship. Ada banyak MoU yang telah kita punya, namun saat ini konsentrasinya baru pada perusahaan lokal saja seperti Astra, BNI, Indosat, Coca Cola, Unilever, P&G. Mungkin ke depannya bisa lebih digalakkan untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan yang bertempat di luar negeri.

Adapun proses pelaksanaannya kami serahkan sepenuhnya kepada mahasiswa, mulai dari aplikasinya, hingga implementasi kerja lapangannya. Fungsi kami hanya sebagai fasilitator untuk memuluskan program tersebut, lebih gampangnya sebagai pemberi rekomendasi tempat magang yang sesuai. Adapun untuk penilaiannya sendiri itu adalah wewenang perusahaan di mana ia bekerja.

Anda sempat singgung tentang internship di luar negeri, kenapa program ini belum berjalan? Atau butuh penyempurnaan?

Pertanyaan bagus. Ini juga sempat menjadi dilema kita apakah mengoptimalkan double degree, atau internship. Harusnya lulusan bisnis memiliki pengalaman bisnis yang lebih banyak ketimbang gelar. Dengan kata lain internship itu penting. Dalam kasus yang Anda sebutkan, luar negeri, misalnya, sempat kita usulkan tapi dalam prakteknya tentu tidak mudah. Karena ini terkait dengan work permit (izin kerja), di mana mahasiswa harus mengurus aplikasi pembuatan visa kerja ke negara yang dituju, belum lagi aplikasi internship-nya itu sendiri. Selain itu, mereka juga harus memikirkan akomodasi serta living cost selama di sana. Ini yang menjadi PR.

Namun pernah ada beberapa mahasiswa yang nekat internship di luar negeri, yakni pernah di India, Australia, dan Jepang. Namun merekalah yang berjuang mengurus miscellaneous-nya. Dan pihak kampus sendiri tidak melarang.

Nah, di sinilah letak objektif saya di mana saya secara pribadi lebih encourage internship ketimbang double degree. Mungkin sama- sama memberikan eksposur ke konteks bisnis internasional, tapi internship lebih dalam. Dari situlah kita dari tahun ke tahun mencoba brainstorming strategi-strategi apa lagi yang bisa diimplementasikan untuk memberikan pengalaman bisnis yang cukup praktis. Mulai dari student exchange, research collaboration (dengan universitas luar), hingga workshop and seminar.

Menarik sekali, lalu bentuk kerja sama lain yang tadi disebutkan seperti student exchange, research collaboration, hingga, workshop and seminar aplikasinya seperti apa?

Misal student exchange, semua berangkat dari MoU antara SBM – ITB dengan berbagai institusi pendidikan di luar negeri. Umumnya sih kita memanfaatkan yang ada seperti beberapa universitas di Belanda (University of Groningen, Maastricht University, dan Univ of Twente Enschede), kemudian ada juga di Perancis seperti Univ of Strassbourg, kemudian St Gallen di Swiss. Di Inggris pun kita juga mengadakan kerja sama seperti London School of Economics, dan Nottingham University School of Business.

Kalau yang Asia seperti Jepang, China atau Korea, kita tidak melakukan student exchange dengan mereka. Tapi kita melakukan kerja sama yang lain, yakni penyediaan internship bagi mereka (mahasiswa Jepang). Jadi mahasiswa Jepang yang ingin internship di Indonesia kita bisa bantu, lagi – lagi berdasarkan MoU itu tadi. Adapun untuk universitas yang bekerja sama dengan kita dari Jepang misalnya yakni Tokyo University of Science, Kyoto University, dan Yamaguchi University. Sementara dengan Korea dan China kerja sama kita adalah di bidang riset, di mana SBM – ITB sendiri tergabung.

Foreigner yang datang : tidak menyediakan kelas internasional, by design, delivery by english. Punya student exchange dengan univ luar negeri. Tidak bayar tuition fee di sini. Reciprocal. Cukup bayar di tempatnya masing-masing. Full time, mahasiswa asing lebih mahal dari pada mahasiswa lokal. Ada dari Austria. ASEAN Graduate Business and Economics Networks (kerjasama yang menyatukan sekolah- sekolah bisnis yang ada di Asia), di mana sekretariatnya sendiri berada di UGM. Biasanya melalui organisasi ini kita juga sering menyeleggarakan workshop atau seminar, seperti kajian bisnis internasional, G8, dan organisasi internasional seperti APEC.

Untuk memperkenalkan program SBM – ITB kepada calon mahasiswa, bagaimana management melakukan pemasaran? Apakah seperti universitas- universitas swasta yakni dengan gencar melakukan pameran pendidikan, dan promosi lewat media?

To be honest, cara-cara seperti itu juga ingin kita lakukan. Karena memang kita ingin membangun brand juga. Hanya saja saat ini yang paling kita andalkan adalah membangun persepsi di masyarakat Indonesia bahwa alumnus ITB bisa dibilang alumnus yang berkualitas. Namun di samping itu semua kita juga gencar melakukan pemasaran, yakni lewat media sosial seperti FB, Twitter, dan radio.

Untuk mempromosikan lewat iklan baik itu cetak atau televisi, atau juga memasang plang di jalan tol saya rasa itu belum. Karena finansial universitas negeri itu tidak se-wah universitas swasta. Jadi kita promosi seadanya. Misal radio, kita kerap membuat acara interaktif dengan audience di mana mahasiswanya sendirilah yang memberikan wawasan tersebut, baik itu melalui diskusi, konsultasi, hingga case based learning secara murni.

Kalau universitas swasta gencar melakukan pemasaran untuk menjaring mahasiswa asing, apakah SBM – ITB juga melakukannya?

Ya, tapi tidak seaktif mereka. Saat ini kita hanya mengandalkan tampilan website saja, yang juga sudah tersedia dalam bahasa Inggris. Selain itu kunjungan Dekan- dekan di kancah internasional seperti mengikuti seminar lembaga akreditasi internasional misalnya, bisa sekalian jadi ajang promosi.

Untuk promosi SBM – ITB masih ikut dengan ITB pusat di mana bagian Humas, khususnya pada Kerjasama Internasional yang lebih responsible.

Bagaimana dengan biayanya? Apakah seperti universitas swasta menerapkan tuition fee (biaya kuliah) lebih mahal ketimbang mahasiswa lokal?

Mungkin kalau boleh mengomparasikan dengan universitas di Australia seperti Melbourne University, University of New South Wales, dan University of Sydney, memang mereka melakukan pembedaan uang kuliah di mana mahasiswa internasional bisa dikenakan biaya lebih dari dua kali lipat. Dan itu dibayarkan ke universitasnya. Tapi untuk SBM – ITB sendiri sejauh ini kan kita punya beberapa mahasiswa internasional seperti dari Austria, serta Finlandia kalau yang memulai perkuliahan dari semester awal kita kenakan biaya pastinya lebih mahal, tapi tidak semahal Australia. Namun bagi yang exchange, itu mereka membayar biaya kuliah di kampusnya.

Apakah ini berarti SBM – ITB juga memberlakukan kelas internasional?

Bisa dibilang baik mahasiswa lokal maupun internasional juga diperlakukan sama. Jika parameternya adalah bahasa, maka baik itu mahasiswa lokal maupun internasional kita ajarkan dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Begitu pula kurikulum, kita setarakan keduanya.

Pertanyaan yang paling banyak ditanyakan oleh kebanyakan akademisi, bagaimana ketersediaan beasiswa di SBM – ITB? Serta seperti apa kualifikasinya?

Untuk beasiswa itu di-manage oleh lembaga kemahasiswaan dari pusat (ITB). Selain itu, ada juga dari Bappenas, Dikti, LPDP, dan Financial Aid. Untuk kualifikasinya, biasanya kita batasi hanya kepada 10 mahasiswa per semesternya yang dinilai berdasarkan indeks presasinya dia, hasil seleksinya dia, serta visi misi untuk menciptakan entrepreunership leader. Jumlah tersebut sangat fleksibel di mana tergantung dengan kondisi keuangan lembaga penyedia beasiswa. Selain itu ada juga dana-dana CSR dari perusahaan BUMN maupun swasta, sebut saja Pertamina, Astra Internasional, serta Sampoerna Foundation.

Selain itu, kita juga bekerja sama dengan perusahaan mitra yakni dengan memberikan beasiswa bagi karyawan yang memiliki catatan prestasi yang bagus.

Bagaimana kontribusi lulusan SBM – ITB terhadap perkembangan dunia bisnis dan ekonomi di Indonesia?

Luar biasa, cukup bagus. Misalnya saja dari program MBA, itu kan sudah ada dari tahun 1960. Lulusannya sudah banyak yang menjabat posisi penting, baik itu CEO, Dirut, hingga Top Management lainnya. Misalnya saja CEO Krakatau Steel, Bapak Fazwar Budjang, kemudian ada Reynazran Royono top Management di berniaga.com, dan masih banyak lagi. Hal tersebut tak lepas dari pola pikir, ketangkasan, serta inovasi mereka dalam mengimplementasikan experience skill serta knowledge mereka.

Apa saja tantangan terberat yang sedang atau pernah dihadapi?

Tantangan yang sering dihadapi tentu saja sistem yang ada di mana tiap tahun kan selalu berubah kurikulumnya, kita selalu sesuaikan dengan itu. Kemudian fasilitas yang sekarang sedang kita perjuangkan dengan menambah gedung baru lagi, serta menambah dan memperbaiki sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar. Selain itu, kita juga berusaha merealisasikan untuk mendatangkan pengajar asing yang tujuannya adalah untuk lebih menciptakan atmosfer internasional. Yang jelas saya selalu melihat hal ini sebagai suatu tujuan yang positif karena kan mau menuju ke arah yang lebih baik lagi. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved