Strategy zkumparan

Sofa Kuning Mola TV Buktikan Bisnis dan Pendidikan Budaya Bisa Sejalan

Pasangan Aqi Singgih & Audrey Meirina bersama putra putri mereka menjadi pembawa acara ‘Sofa Kuning’ di Mola TV.

Tujuan bisnis adalah menciptakan profit, sedangkan tujuan pendidikan budaya adalah kelestarian identitas sebuah suku atau bangsa dari satu generasi ke generasi berikutnya. Terlihat jelas bahwa keduanya berjalan ke arah yang berlawanan. Hal ini yang kerap membuat bisnis dan misi sosial budaya sulit disatukan. Salah satu fakta yang terjadi adalah di dalam industri penyiaran seperti televisi.

Sebagai entitas bisnis, dalam memproduksi konten siaran, stasiun televisi tentu akan sangat memperhatikan kepentigan bisnis, yakni profit. Maka konten yang diproduksi dipastikan mengikuti selera segmen pasar yang dibidik sehingga bisa laku terjual. Secara umum pasar televisi (baca: penonton) di Indonesia lebih menyukai konten yang hanya menghibur dan ringan, meski tanpa ada tambahan nilai manfaat bagi si penonton atau dalam Ilmu Komunikasi dikenal dengan istilah low tast content (LTC).

Konten seperti ini ditemukan ada di—hampir—seluruh stasiun televisi terestrial (free to air). Model bisnis televisi terestrial yang bergantung pada rating pemirsa, membuatnya mau tak mau mengikuti selera pasar yang besar dan terpaksa mengurangi kepentingan pendidikan dalam kontennya.Sementara itu Mola TV—salah satu anak usaha di dalam Grup Djarum—melihat ternyata di tengah pasar besar yang ramai jadi rebutan TV terestrial itu masih ada—meski tak banyak—penonton yang menginginkan konten yang berkualitas dan punya nilai tambah (seperti pengetahuan, keterampilan, inspirasi, dan lainnya). Kelompok ini bahkan bersedia membayar untuk dapat menikmati konten berkualitas tersebut.

“Kelompok penonton yang seperti ini memang tidak besar di Indonesia untuk saat ini. Namun, kami yakin kalau ini bisa dirawat dengan baik kelak ini bisa tumbuh, karena di masa depan taraf ekonomi dan pendidikan Indonesia akan terus membaik sehingga akan semakin banyak masyarakat yang sadar untuk memilih konten berkualitas sebagai tontonannya secara berbayar,” jelas Mirwan Suwarno, Perwakilan Manajemen Mola TV.

Maka melalui platform streaming, Mola TV hadir dengan program-program yang membawa misi nilai tambah bagi penontonnya. Salah satunya adalah program ‘Sofa Kuning’. Berangkat dari keprihatinan pada fakta bahwa anak Indonesia masa kini lebih mengenal budaya luar negeri seperti lagu dan bahasa, maka Mola TV kemudian meracik program Sofa Kuning. Program ini merupakan acara keluarga yang menampilkan lagu-lagu anak Indonesia yang diaransemen ulang sesuai selera jaman. Dikemas dalam bentuk karaoke dan kuis berhadiah, “Sofa Kuning” menuai banyak pujian setelah penayangan perdananya di NET TV.

“Sofa kuning ini benar-benar kami garap secara profesional sehingga lagu-lagu anak asli Indonesia bisa diterima di telinga orang tua modern dan anak-anaknya,” jelas Mirwan. Untuk bisa menghasilkan video dan karakter animasi yang menarik dilihat anak-anak, Mola TV secara khusus menggandeng SMK Raden Umar Said dikenal telah melahirkan animator-animator terbaik yang bisa disejajarkan dengan lulusan perguruan tinggi di dunia industri Animasi Indonesia. Siswa dari SMK Raden Umar Said inilah yang membuat tokoh animasi yang ikut bernyanyi, menari dan berinteraksi sepanjang acara, sehingga menjadi menarik untuk ditonton anak-anak bersama keluarga. Tak hanya itu, acara ini juga dipandu oleh pasangan musisi Aqi (ex-band Alexa) dan Audrey Meirina bersama dua anak mereka.

Saat ini keberadaan lagu anak di Indonesia kian berkurang. Anak-anak lebih memilih mendengarkan atau menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris dan atau lagu untuk orang dewasa yang tidak sesuai dengan usianya. Banyak dari mereka tidak pernah mengenal lagu anak karya ibu Soed, Pak Kasur, AT Mahmud yang legendaris, seperti Naik Delman, Burung Kutilang, Lihat Kebunku, Naik Kereta Api, Menanam jagung, dan masih banyak lagi.

Padahal lagu anak pernah mencapai masa keemasan hingga tahun 2000-an. Melalui lagu ada banyak hal di eksplorasi dalam Sofa Kuning, di antaranya lewat syairnya, anak-anak belajar mengenal beragam kosa kata asli dalam bahasa Indonesia yang sudah lama terlupakan. Kedua, lewat lagu daerah anak belajar mengenal suku-suku yang ada di Indonesia serta budayanya. Lewat lagu anak juga mendapatkan nasehat-nasehat mengenai adab, budaya sopan santun, saling menghargai sesama manusia dan sebagainya. Bahkan lewat sebuah lagu, anak juga bisa belajar mengenal kekayaan ragam hayati asli Indonesia misalnya Burung Kutilang.

Cara belajar dengan mengeksplorasi lagu ini dikemas dalam bentuk kuis interaktif yang menarik. Orang tua dan anak jadi terlibat aktif. Tentu saja dengan hadiah yang menarik yakni total Rp 200 juta untuk 45 pemenang setiap minggunya.

“Barusan aku nonton acaranya seru. Jadi nostalgia acara jaman kecil di TVRI dulu. Lagunya mengingatkan lagu-lagu masa kecil, cocok ditonton bareng seluruh keluarga. Eh, berhadiah pula, asik pokoknya deh!” komentar dari akun instagram @yrochayah.

Lewat program –progamnya yang inspiratif dan edukatif Mola TV bisa membuktikan bahwa idealisme membangun konten yang berbobot tetap bisa sejalan dengan tujuan bisnis yakni profit. Hingga akhir September 2020 pelanggan Mola TV sudah mencapai 500 ribu, menurut Mirwan angka ini bahkan sudah melebihi dari target 2020 yakni 250 ribu pelanggan.“Jadi sejak awal kami membidik pasar yang memang ingin maju, orang-orang yang ingin memperkaya pengetahuan, menambah keterampilan, mencari inspirasi pasti Mola cocok untuk mereka,” ungkap Mirwan.

Pengamat dan pakar pemasaran dari Inventure Indonesia, Yuswohadi berpendapat bahwa memang ke depan konsep content on demand seperti yang ditawarkan Mola TV akan menguasai pasar industri media dan hiburan. Menurutnya, kelas menengah Indonesia saat ini adalah kelompok yang bersedia membayar lebih untuk mendapatkan experience dan nilai tambah yang berbeda. Itulah mengapa konten-konten yang bermutu di jaringan televisi berbayar atau video streaming menjadi laku keras akhir-akhir ini.

“Kelas menengah khususnya milenial mereka lebih memilih hal-hal yang more for less, jadi ada nilai tambah yang didapat, apalagi kalau itu berdampak luas misalnya pelestarian budaya, lingkungan hidup, itulah kenapa program seperti yang dihadirkan Mola TV ini diminati,” jelas Yuswohadi.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved