Management Editor's Choice Strategy Entrepreneur

Tiga Fase Transformasi Bisnis Trakindo Utama

Tiga Fase Transformasi Bisnis Trakindo Utama

Inti sari dari kisah transformasi PT Trakindo Utama selama 13 tahun terakhir adalah strategy and execution excellence. Transformasi yang dilakukan Trakindo berdasarkan antisipasi dan manajemen ke depan terhadap segala sesuatunya. Pengembangan kapasitas pada Trakindo dilakukan secara kontinyu, sehingga selalu terdepan dalam menghadapi tantangan bisnisnya.

Ketika krisis moneter melanda Asia Tenggara di tahun 1998-1999, untungnya Trakindo tidak mengalami krisis sampai bangkrut dan tingkat profitabilitas tetap positif. Bahkan, di tahun 1999 berhasil merekstrukturisasi line of credit (bukan utang) yang tidak terpakai dan menyelesaikannya dengan membayar tunai tanpa meminta haircut. Dari tahun 1999 sampai 2008 Trakindo tumbuh dengan kekuatan modal sendiri.

Bari Hamami Trakindo

Trakindo melewati krisis di tahun 2000 dengan keadaan finansial yang sehat, zero debt, dan tidak melakukan satupun layoff (PHK) terhadap karyawan tetap di masa itu. Manajemeni melihat ada empat tantangan besar yang dihadapi Trakindo: changes in market, competition (saat itu perusahaan manufaktur Korea Selatan mulai masuk), changes in customer behaviour, dan internal challenges.

Jadi, Trakindo memulai upaya transformasi sejak tahun 2000, dan tidak dilandasi oleh masa getir, karena mereka yakin transformasi harus dilakukan ketika perusahaan sedang bertumbuh.

Ada tiga fase transformasi Trakindo yang terinspirasi oleh program Repelita semasa orba. Ketiga fase tersebut adalah: ‘Vision 2005’ (2000-2005, process oriented drive), ‘Vision 2010’ (customer solution drive), dan ‘Vision 2015’ (innovation drive). Saat ini Trakindo berada pada fase ketiga, ‘Vision 2015’, dan transformasi besar dilakukan ketika perusahaan dalam keadaan tumbuh. Arah transformasinya adalah inovasi yang berorientasi pelanggan.

Dalam ‘Vision 2005’ ada empat area yang menjadi sasaran pengembangan, yaitu komersial, customer, proses internal, dan learning and growth. Trakindo memantapkan process-based culture dengan merapikan proses-proses dalam perusahaan. “Di tahun 2000 terjadi peralihan tampuk kepemimpinan dari ayah saya ke kakak saya, Muki Hamami. Saat itu saya menjabat Direktur Administrasi yang berperan sebagai corporate deployment champion dalam penerapan metode 6 Sigma dan penggenjot transformasi. Kami merancang infrastruktur transformasi dan menerapkan metode 6 Sigma. Di fase ini Trakindo menjadi pilot dealer worldwide Caterpillar dalam penerapan metode 6 Sigma,” kata Bari Hamami, CEO PT Trakindo Utama.

Selanjutntya, manajemen membentuk 6 Sigma Black Belts dan Master Black Belts (23 Black Belts dan 2 Master Black Belts) sebagai konsultan internal, mereka bekerja full time dan memiliki jabatan di perusahaan. Saat itu direksi yang tergabung dalam board of directors (BOD) bersama para general manager (GM) melakukan safari tour perusahaan untuk menyosialisasikan strategi perubahan lima tahun.

Dalam eksekusinya, pertama kali pelatihan 6 Sigma dilakukan oleh para Black Belts, baru setelah itu BOD dan GM memberikan materi di kelas-kelas dan juga menjadi sponsor untuk proyek-proyek 6 Sigma. BOD turun langsung dalam memberikan training metode 6 Sigma kepada para GM, lalu kami instruksikan para GM untuk memberikan pelatihan 6 Sigma sampai ke level teknisi.

Di tahun pertama, ada 32 proyek 6 Sigma. Sampai akhir fase pertama ini, 750 karyawan diberikan sertifikasi 6 Sigma dan para Black Belts worldwide certified, jadi mereka bisa menjadi 6 Sigma project leader di manapun dealer Caterpillar berada. Ada istilah dalam 6 Sigma yang dinamakan accretive, artinya biaya investasi yang ditanamkan untuk training dan tools harus bisa tertutupi dari savings proyek-proyek 6 Sigma yang dilakukan. Untungnya, accretive itu bisa tercapai dalam waktu satu tahun melalui saving dari delapan proyek 6 Sigma. Selain itu, mekanis dalam pada shop floor level kami sudah mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi customer dengan process-based approach.

Di fase kedua, pada tahun 2005, manajemen menambahkan elemen Balance Scorecard untuk mengkomplemen metode 6 Sigma. “Kami menemukan bahwa kedua metode ini saling berkaitan. Kami pun melakukan investasi besar-besaran pada sistem TI. Dalam Trakindo Intranet Portal, tools Balance Scorecard digabungkan dengan database proyek 6 Sigma di seluruh cabang dan database Continous Improvement Management (CIM) sehingga menjadi knowledge management database,” jelas Bari lagi. Dengan hal itu, karyawan dan branch manager bisa melihat contoh-contoh permasalahan yang terjadi di cabang-cabang dan memperbandingkannya sebelum mengambil langkah-langkah penyelesaian. Dalam fase ini jumlah Black Belts Trakindo bertambah menjadi 60 Black Belts dan 7 Master Black Belts. Bagi para Black Belts yang sudah 2-3 tahun, dipromosikan ke jabatan-jabatan strategis dalam proses transformasi perusahaan.

Pada 2008, kembali terjadi suksesi kepemimpinan di mana Muki Hamami diangkat menjadi presdir Grup Trakindo dan Bari Hamami menggantikannya menjadi CEO Trakindo Utama. Fokus saya selama 2008-2010 adalah untuk mencapai target ‘Vision 2010’ dan melanjutkan pekerjaan yang dimulai Muki dengan pendekatan yang sedikit berbeda. Dalam ‘Vision 2010’, Trakindo merampingkan strategi-strategi perubahan yang sebelumnya terlalu banyak dan membuatnya lebih mudah dimengerti untuk level pelaksana. Para mekanik muda lulusan SMK yang bergabung langsung diajarkan cara melakukan proses secara lebih mudah dan efisien. Cara-cara itu sudah terangkum dalam knowledge management database.

Perumusan ‘Vision 2010’ memakan waktu satu tahun, namun dalam perjalanannya banyak karyawan yang lupa untuk menilik ulang isi dari visi tersebut. Oleh karena itu, kami cantumkan dokumen-dokumen ‘Vision 2010’ itu serta manual penerapannya ke dalam business system secara online. Saat ini, kompetensi, role, dan performance management setiap individu di Trakindo sudah terdaftar secara online. Maka, kami bisa memonitor key performace indicator (KPI) setiap karyawan dan membandingkannya pada strategi korporasi dan mission statement ‘Vision 2010’.

Untuk tahun 2010 Trakindo juga melaksanakan fase transformasi ketiga yang berorientasi pada inovasi pada pelanggan. Saat itu, kami menantang diri sendiri, karena Trakindo berkembang pesat secara bisnis pada periode 2004-2010. Faktor pendorong pertumbuhan bisnis Trakindo memang industri pertambangan Indonesia yang sedang booming saat itu. Manajemen ingin melihat kesiapan Trakindo dalam berkompetisi dalam waktu 5-10 tahun ke depan.

Selama tiga tahun terakhir, Trakindo menggandeng Accenture Global sebagai konsultan dalam proses transformasi ketiga ini. Lalu, dibentuk departemen internal yang di dalamnya ada divisi research and development (R&D). Divisi R&D itu akan bekerja sama dengan pelanggan untuk mencari solusi-solusi yang bisa dites pada strategic customer dan bisa direplikasi pada cabang-cabang Trakindo. Setiap tiga bulan dilakukan meeting review dengan Black Belts dan Kepala Cabang, lalu ada juga pertemuan rutin tiga bulanan dengan board of commisioners dan board of directors dari parent company (grup).

Pada minggu keempat setiap bulan, direksi yang tergabung dalam board of directors Trakindo Utama melakukan talent review dengan ‘people’ sebagai topik tetap. Setiap pertengahan tahun, tepatnya di bulan Juni, dilakukan pertemuan selama dua hari untuk talent review. Selama review, sudah bisa menikmati buah dari otomated strategy dan scorecard management dashboard yang ada pada Trakindo Performance Management System.

Pada fase ketiga, dilakukan external alignment dengan partner utama Caterpillar dan strategic customer. Di tahun 2010, Caterpillar mencanangkan ‘Global Vision 2020’ dan Trakindo coba menyelaraskan dengan ‘Vision 2015’ Trakindo Utama. Dengan strategic customer, dilakukan jjoint 6 Sigma projects pada tingkat operasional. Beberapa perusahaan yang melakukan proyek bersama ini adalah PT Indocement, PT Wira Bhumi, dan PT Sumberdaya Sewatama.

Bari Hamami2

Para Black Belts Trakindo menjadi mentor pada pelaksanaan joint 6 Sigma projects itu. Pada proses transformasi, dipetakan langkah-langkah strategis yang terangkum dalam 40 corporate initiatives dan sudah dijalankan pada dua tahun terakhir. Sejak pertengahan 2012, Trakindo sudah mengimplementasikan 13 dari 40 corporate initiatives ini. Pada awal tahun ini, Trakindo bersama PLN, PJB, dan Holcim mendirikan Continous Improvement Community di Indonesia.

Selama tiga fase transformasi sampai saat ini, berikut adalah progres hasil finansialnya: di tahun 2000, revenue Trakindo sekitar US$ 425 juta, kemudian di tahun 2005 berhasil menggandakan pendapatan sebesar US$ 890 juta. Tahun 2010, pendapatan naik menjadi US$ 1,5 miliar. Tahun lalu, meski terjadi krisis dalam bisnis pertambangan global, Trakindo tetap bisa membukukan pendapatan sebesar US$ 2,2 miliar. Pada fase pertama, profit increment sebesar dua kali. Sementara itu, pada fase kedua dan ketiga, profit increment sebesar 66% dan 49%. Pada fase pertama, manfaat finansial dari proyek 6 Sigma sebesar Rp 30 miliar. Pada fase kedua dan ketiga, manfaat finansial dari proyek 6 Sigma sebesar Rp 90 miliar dan Rp 100 miliar. Pada fase pertama, Trakindo mendapatkan kontrak besar dengan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Di fase kedua, dapat kontrak tiga tahun dengan PT Pertamina Tbk untuk operasional maintenance di seluruh Indonesia.

Sejak 2002 Trakindo mengadakan kompetisi internal bernama President Director Quality Award tiap tahun , di mana diadu setiap proyek 6 Sigma. Pemenangnya disertakan dalam kompetisi di tingkat Asia Pasifik, dan hampir setiap tahun para Black Belts kami menjadi juara. Inisiatif strategi selalu bersifat top-down, tetapi dalam implementasinya bottom-up. Selama dua tahun terakhir kami dibantu Accenture melakukan engagement survey tentang tingkat adaptabilitas Trakindo Utama terhadap perubahan. Hasilnya menggembirakan, di mana adaptabilitas Trakindo Utama berada di atas rata-rata jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain di Indonesia dan Asia Pasifik.

Meski sampai saat ini Trakindo masih private company, tetapi dalam 10 tahun terakhir terjadi dua kali regenerasi kepemimpinan. Juga, memastikan bahwa setiap regenerasi tidak akan memengaruhi arah strategi perusahaan. Dalam setiap regenerasi, perubahan yang ada hanyalah soal gaya kepemimpinan, tetapi pada intinya Bari dan Muki memegang filosofi dan value yang sama dalam bisnis. Perbedaan gaya kepemimpinan antara adik dan kakak ini terjadi karena pernah merasakan belajar dan bekerja di luar negeri. Minimal, mereka pernah hidup di luar negeri selama 8 tahun.

“Namun, semasa kami menempuh pendidikan di luar negeri, ayah saya tidak pernah membahas dan meminta kami untuk turun tangan membantu bisnis keluarga. Setelah kuliah, saya dan kakak saya pun pernah bekerja di tempat lain. Pada akhirnya, kami kembali ke Trakindo karena memang di sanalah value kami berada,” ungkap Bari.

Sebagai generasi kedua, tantangan Bari dan Muki adalah membuat para profesional di perusahaan ini berpikir dan bertindak sebagai pemilik. Target Bari dan kakaknya: pada akhir 2015 Trakindo Utama akan dikelola 100% oleh profesional. Saat ini tinggal Bari sebagai anggota keluarga Hamami yang berada pada Trakindo Utama. “Sebagai anggota keluarga pemilik, tugas kami adalah mengarahkan para profesional ini. Saat ini kami menggelar pelatihan kepemimpinan rutin pada semua pemimpin senior di Trakindo Utama dan kami susupkan tema family business dalam setiap pelatihan itu,” Bari menguraikan.

Di tahun 1998, Trakindo menjadi market leader di Indonesia. Saat itu kisarannya 35-38%, bahkan untuk sektor pertambangan, market share bisa mencapai 85%. Masuk ke tahun 2000, industri pertambangan mulai booming di dunia, tetapi sayangnya Caterpillar sebagai partner utama tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Kondisi itu dimanfaatkan oleh kompetitor dari Jepang, yang membangun pabrik lebih besar dibandingkan punya bersama Trakindo dan Caterpillar di Cileungsi, Indonesia.

Setiap tahun dalam periode 2000-2012, peluang bisnis alat berat adalah 20 ton ekskavator. Secara total market share, saat ini Trakindo memang berada pada posisi nomor dua. Bagi perusahaan alat berat yang fokus pada industri migas seperti Trakindo, keuntungan terbesar kami dapat dari parts and services. Ketika industri pertambangan dunia sedang krisis, pangsa pasar Trakindo justru naik. Alasannya, pihak bank dan perusahaan leasing hanya percaya pada dua produk, yaitu Caterpillar dan Komatsu. Karena itulah, dalam dua tahun terakhir, kami menang banyak untuk market share. Sampai tahun 2012, ada 198 dealer resmi Caterpillar, komposisinya 40% berada di Amerika Serikat, sisanya di luar AS.

Dari segi pendapatan, Trakindo selalu masuk tiga besar. Kunci sukses Trakindo adalah konsistensi pada strategi perusahaan, pengembangan kapasitas SDM, dan pengembangan inovasi. Selain itu, sang ayah yang menjadi founder Trakindo dan pemilik perusahaan tidak pernah sekalipun mengambil dividen dari perusahaan, sehingga uang tetap berada di perusahaan. “Kami tidak berencana untuk menjadikan Trakindo Utama sebagai perusahaan publik karena nilai-nilai dari ayah saya. Sebagai pebisnis yang tidak mengenyam pendidikan bisnis formal, cita-cita ayah saya hanya satu, yaitu menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas dan layak bagi sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia,” pungkas Bari. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved