Management Editor's Choice Strategy

Transformasi PT KAI: Mengurai Benang Kusut

Transformasi PT KAI: Mengurai Benang Kusut

PT Kereta Api Indonesia sukses menjalankan transformasi bisnis, sehingga pendapatannya meningkat dari Rp 3 triliun menjadi Rp 7 triliun. Bahkan tahun 2014 ditargetkan menjadi Rp 14 triliun. Apa saja langkah transformasi yang ditempuh PT KAI. Berikut wawancara Sigit A. Nugroho dari SWA dengan Direktur Komersial PT KAI Sulistyo Wimbo Hardjito:

Apa alasan melakukan transformasi? Apa yang ingin ditransformasi?

Sejak fit & proper test, saya selalu ditanyakan apa yang akan dikerjakan untuk PT KAI? Sehingga sebelum masuk sudah punya cita-cita. Cita-cita yang pertama tentu saja bagaimana membuat perusahaan untung. Karena stigmanya, perusahaan rugi, pelayanan jelek, seperti ngomong dengan tembok, dan stigma buruk lainnya.

Ignatius Jonan, PT KAI, transformasi, bisnis

Ignatius Jonan

Bagaimana merancang transformasi? Apa model transformasi yang dijalankan? Apa perlu bantuan konsultan untuk menyusunnya? Bagaimana membentuk tiem? Bagaimana melibatkan karyawan?

Dari aneka masalah itu, harus ada prioritas. Masalah SDM dan juga masalah terhadap pelayanan. Karena yang paling disorot masyarakat adalah pelayanan. Kami menciptakan sistem yang bagus agar semua orang mengikuti. Dengan sistem, maka semua berjalan dengan baik.

Apa yang pertama kali disentuh?

Ketika mulai masuk mulai menganalisis, di mana letak kesalahannya. Apakah operasionalnya, prasarana, SDM, atau remunerasi yang menjadi masalah. Ternyata dari analisis tersebut, semuanya menjadi masalah. Tidak ada yang tidak menjadi masalah di semua aspek. Misalnya, tentang gaji dan tunjangannya. Waktu itu, gaji pokok seorang Kepala Daerah Operasi (Ka Daop) tidak lebih dari Rp 4 juta per bulan.

Maka, remunerasi menjadi masalah yang utama. Satu bulan setelah kami masuk, remunerasi menjadi masalah yang pertama kali diselesaikan. Kami lakukan penyesuaian. Jadi, gaji yang Rp 4 juta dengan tunjangan Rp 3 juta dinaikkan. Tunjangan dinaikkan menjadi Rp 17 juta. Gaji pokoknya tetap. Selain itu, juga diberi uang pulsa Rp 1 juta per bulan. Yang lebih menarik lagi, mereka kami kasih corporate credit card. Biasanya, corporate credit card ini diperbolehkan hanya untuk direksi saja. Tapi di sini kami berikan, supaya memberikan tingkat kepercayaan diri seorang Ka Daop (sekarang vice president— dua level di bawah direksi). Angkanya berapa, tentu saja berbeda-beda. Setiap karyawan juga dimodali dengan ATM yang juga menjadi ID Card. Jadi, ID Card karyawan PT KAI itu merupakan ATM.

Kenaikan tunjangan ini berlaku untuk semua level karyawan. Misalnya manajer, jumlah tunjangannya menjadi Rp 10 juta. Terus menurun hingga level yang lain-lain. Jumlahnya tentu saja berbeda-beda.

Termasuk juga gaji masinis. Premi per kilometer yang besarnya Rp 80/km dinaikkan menjadi Rp 150/km. Sekarang, sudah Rp 250/km.

Kenapa remunerasi yang lebih dulu disentuh?

Ibarat ikan, yang dibereskan adalah kepalanya dulu. Cara pandangnya, agar yang di level atas tidak mikir lagi. Kalau dapur tidak ngebul kan konsentrasi kerjanya tidak maksimal. Perangkat di dalam juga diperbaiki. Misalnya, sistem promosi untuk kenaikan jabatan. Tidak ada lagi sistem urut kacang. Jadi, kalau ada seorang yang dianggap mampu, ya sudah dipromosikan. Walaupun pangkatnya belum memungkinkan, tapi dengan catatan harus dengan kesepakatan seluruh direksi. Sekarang ini pergantian jabatan tidak sakral. Tidak bagus, ganti. Tidak bagus, ganti.

Seberapa sering bongkar-pasang orang?

Waaiissshh… udah ga kehitung. Satu Ka Daop bisa ganti-ganti 4 sampai 6 orang. Misalnya Ka Daop Jakarta sudah ganti 4 kali. Jogja, sudah 6 kali. Itu dalam periode dari pertama kali saya bergabung sampai sekarang (3,5 tahun).

Butuh waktu berapa lama untuk nilai performa?

Kalau ada kecelakaan, ya ganti. Pokoknya tidak boleh ada kecelakaan. Ada juga yang 2 minggu menjabat, ganti. Itu konsekuensi jabatan Ka Daop.

SDM KAI banyak yang berpendidikan rendah. Apa tantangannya?

Suka-tidak suka itu SDM kita. Nah, bagaimana caranya kita siapkan peralatan supaya mereka maju. Ciptakan sistem yang bagus. Alhamdulillah sekarang ini sudah maju. Dulu, ngajari orang buka email itu susah minta ampun. Waktu pertama kali kita mengajari buka email lewat Blackberry, tidak dibuka. Gaptek itu Ka Daop-nya. Tapi sekarang, tanyakan saja mereka bisa atau tidak. Termasuk sekarang ini kami terapkan sistem IT. Saya hire orang namanya Pak Kuncoro untuk membangun sistem IT. Yang dulunya ticketing menggunakan inhouse, sekarang SKIVA, SAP dan sebagainya. Dengan demikian, maka semua orang akan berubah.

Jadi setelah remunerasi, lalu memberesi tiket?

Tiket kelihatannya mendapat porsi cukup besar dibanding lainnya. Ini karena tiket yang paling disorot masyarakat. Misalnya, lebaran. Yang disorot adalah tiket kereta api. Orang antre berhari-hari. Belum lagi calo. Kan saya tidak bisa mengatasi calo. Saya mengatasi dengan menciptakan sistem. Makanya, sekarang tiket kereta bisa dipesan 90 hari sebelum keberangkatan. Kalau masih kalah juga dengan calo, ya silakan. Wong di mana-mana bisa beli, di rumah juga internet ada, telpon ada.

Setelah tiket, kita kembangkan call center 121. Nomor itu selain melayani penjualan tiket, juga menerima komplain. Karena dulu, mau komplain tuh kemana. Komplainnya sama tembok. Lalu ada lagi customer service di stasiun-stasiun besar. Dan juga di kereta. Jadi customer service on station dan on train.

Dengan adanya sistem tiket tersebut, saya juga ingin menunjukkan ke karyawan bahwa Anda juga harus berubah. Ambil contoh di stasiun Wonogiri. Stasiunnya ada, tetapi kereta tidak ada. Maksud saya, stasiun tersebut bisa jualan tiket. Tetapi mereka tidak bisa karena tidak ngerti teknologi. Sementara itu, di pusat kota Wonogiri ada Indomart, Alfamart yang bisa jualan tiket. Kan lucu, di stasiun malah tidak bisa jualan tiket.

Dengan adanya aneka inovasi tersebut, maka orang akan cepat berubah karena harus mengikuti. Contohnya sistem ticketing itu tadi. Sekarang, di antara moda transportrasi KAI yang paling kompetitif. Coba cari tiket bis atau kapal. Kan susah. Kalau cari tiket kereta api, kayak beli permen. Di minimarket ada. Alfamart, Indomaret bisa beli tiket kereta. Lewat call center 121 juga bisa. Drive thru juga ada di gambir, internet. Apa saja bisa beli tiket kereta.

Sistem ini kan lambat laun akan mengubah pola kerja. Misalnya, untuk agen tiket, target penjualan per bulan hanya 50 tiket. Nah, melalui minimarket sehari bisa jualan 3.000-4.000 tiket per hari.

Pendidikan dan pelatihan karyawan juga terus ditingkatkan. Misalnya, secara berkala diajak ke luar negeri untuk melakukan studi banding. Belum lama ini, ada 137 karyawan baru pulang dari Cina. Mereka dari level apa saja. Dari mulai penjaga trowongan, penjaga pintu kereta, masinis, pokoknya banyak. Tujuannya supaya mereka melihat, bahwa negera yang dulu tertinggal, sekarang maju pesat. Ini tujuannya untuk membentuk mindset karyawan.

Ignatius Jonan

Sejauh mana komitmen dari CEO dan BOD?

Ya memang transformasi memerlukan CEO yang kuat. Saya hanya di belakang saja. Yang masak dan meramu. Yang memberi umpan. Yang smash kan CEO. Tetapi semua menjadi solid karena Dirutnya kuat. Target apa pun yang diterapkan harus tercapai. Dan bisa berjalan cepat. Kalau komitmen CEO kuat, maka semua yang dibawahnya akan mengikuti.

Butuh berapa lama untuk internalisasi kemauan CEO dan BOD?

Perlu waktu dua tahun.

Ada kaderisasi tidak? Apakah sudah ada calon pengganti direksi dari orang dalam?

Coba saja…. (Wimbo menghela napas) Jadi, kami menciptakan sistem yang berkelanjutan. Sistem yang kita akan tinggalkan. Dari segi sarana-pr sarana, IT keuangan, dan lain sebagainya sudah siap. Misalnya kita berikan sarana yang menunjang dengan memberikan lokomotif, memperbaiki kinerja peralatan. Dulu lokomotif mogok bisa sampai 1.500 setahun. Sekarang sudah berkurang setengahnya.

Bagaimana dengan orang yang tidak produktif lagi?

Kami sudah tawarkan pensiun dini secara terbuka. Tetapi jarang ada yang mau mengambil. Paling mereka ya diberi tugas administratif atau apa gitu.

Untuk optimalkan mereka bagaimana?

Kelihatannya belum begitu maksimal. Masih PR yang panjang. Jadi, untuk SDM belum bisa diceritakan banyaklah.

Lantas untuk perbaikan SDM seperti apa langkahnya?

Ya seperti kereta api saja. Kami perbanyak lokomotifnya. Karena gerbong yang sudah uzur kan tidak mau ditarik juga. Jadi, semakin banyak menciptakan lokomotif, akan semakin banyak gerbong yang bisa ditarik.

Sejak awal, kami tidak bilang akan merombak besar-besaran. Timnya ya itu-itu saja. Aturan ya tetap itu. Bulan-bulan pertama kami tidak ada pemecatan. Ada pemecatan itu ya setelah kami tahu bagaimana cara kerja mereka.

Memang ini sekilas terlihat kurang efisien. Tetapi orang itu kan given. Daripada ngurusin mereka, nanti ada yang demo dan lain sebagainya, maka kami tingkatkan produktivitasnya saja. Dengan orang yang sama, pendapatan digenjot.

Soal optimalisasi aset?

Stasiun di maksimalkan. Misalnya sewa lahan parkir di stasiun Gambir. Dulu Rp 1,5 miliar/tahun. Sekarang sudah Rp 3 miliar/tahun. Stasiun Semarang dari Rp 60 juta menjadi Rp 300-an juta. Pokoknya semuanya naik. Selain parkir ada juga tempat untuk restoran dan lain sebagainya. Kami sewakan ke pihak ketiga.

Di dalam kereta api juga. Misalnya, dulu ada tuslah untuk makan. Tetapi kualitas makanannya jelek, dan potensi terjadi untuk KKN. Makanya kita hilangkan. Sekarang restorasi dikelola oleh anak perusahaan sendiri, yakni PT RMU (Reska Multi Usaha) maupun rekanannya (pihak ketiga). Jadi, kalau mereka jualan bagus ya laku, kalau tidak bagus ya tidak laku. Ini tentu saja menjadi sumber pemasukan bagi perusahaan.

Pengawasan pihak ketiga seperti apa?

Kami ada penilai indepneden. Tidak ada dari orang dalam KAI. Misalnya dari Garuda dan HI untuk memilih pengelola restorasi. Sekarang tidak mudah memilih pihak ketiga pengelola restorasi. Kontrak pihak ketiga juga menjadi 3 tahun sekali kontrak. Dulunya 1 tahun diperpanjang.

Ada cerita lucu dalam proses transformasi ini?

Ya banyak. Termasuk cerita pengelola stasiun Wonogiri. Itu dianggap lucu atau tidak ya terserah. Kenyataannya begitu. Yang paling terlihat adalah pola pikir karyawan. Bagaimana mengubah mereka dari sangat birokratis menjadi seperti perusahaan moderen. Itu yang agak susah. Misalnya, dulu waktu mengajukan kredit pembiayaan untuk pengadaan lokomotif. Mereka mau menyetujui kalau sudah ada barangnya dulu. Lha ini kan tidak bisa. Kalau cara pandangnya seperti itu, tidak bakal ada hotel berdiri. Coba, pikir, apa orang tahu hotel akan laku atau tidak? Sama juga dengan ini. Kami berikan analisis untung-rugi dari sisi bisnis. Untuk menyetujui ini saja perlu waktu 1,5 tahun.

Ada lagi cerita. Untuk menghilangkan pihak ketiga, kita lakukan dengan cara membeli langsung ke pabrik. Aturan untuk ini sudah ada. Tetapi kok tidak jalan? Ternyata ada persyaratan yang tidak masuk akal. Misalnya saat akan membeli lokomotif dari General Electric (GE). Mereka dimintain DRT, SIUP dan sebagainya. Ya, tidak ada. Memang ada syarat untuk DRT itu. Tetapi kan sudah ada perintah untuk beli langsung dari pabrik. Nah, ini kan contoh pemahaman yang masih birokratis. Jadi, ibarat disuruh lari tetapi kakinya diikat.

Bagaimana kinerja sebelum dan setelah transformasi?

Targetnya yang dinaikkan dengan sarana dan prasarana yang ada. Ketika kita masuk, pendapatan kira-kira Rp 4 triliun. Sekarang sudah Rp 7 triliun (2011) dengan sarana dan pra sarana yang sama.

Jumlah penumpang berapa?

Targetnya, tahun ini 14 juta penumpang eksekutif/bisnis, 30 juta penumpang ekonomi dan 100-an juta untuk commuter.

Berapa kenaikan pendapatan KAI sampai sekarang?

Cek di web KAI. Semua ada di sana. Kita sekarang terbuka saja. Siapa saja bisa lihat laporan keuangan dan jumlah penumpang.

Target tahun ini?

Ya sekitar Rp 7 triliun. Target saya 2014 sampai Rp 10 triliun.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved