BPPT

Kepemimpinan BPPT Dalam Menangani Pandemi Covid-19

Kepemimpinan BPPT Dalam Menangani Pandemi Covid-19

Di tengah terjangan pandemi Covid-19, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan peran pentingnya. Melalui sinergi kelembagaan bernama Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penangan­an Covid-19 (TFRIC19, ) telah dihasilkan berbagai produk buatan dalam negeri untuk mengatasi wabah virus yang terus merebak itu. Saat ini TFRIC19 telah melakukan akselerasi dalam mengembangkan lima produk utama yang tertuang dalam rencana aksi cepat.

Kelima kategori produk utama yang dikembangkan tersebut, yakni: (1) Non-PCR diagnostic test Covid-19 (dalam bentuk dip stick dan micro-chip); (2) PCR test kit, laboratorium uji PCR dan sequencing; (3) sistem informasi dan aplikasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI); (4) data whole genome Covid-19 origin orang Indonesia yang terinfeksi; dan (5) sarana dan prasarana deteksi, penyediaan logistik kesehatan dan ekosistem inovasi dalam menangani pandemi Covid-19.

Melihat perkembangannya, alat test kit berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) kini telah memasuki tahap uji coba dan siap untuk diproduksi. Rencananya, alat tes PCR ini akan diproduksi sebanyak 100.000 unit. Alat tes PCR yang dikembangkan ini memanfaatkan strain atau varian genetik virus corona yang menginfeksi orang Indonesia dengan status transmisi lokal.

Kepala BPPT Hammam Riza

Kepala BPPT Hammam Riza mengungkapkan, bahwa proses produksi secara massal akan memanfaatkan fasilitas produksi Bio Farma, termasuk untuk proses pengujian, packaging, dan distribusi. “Namun, pengembangan ini masih terkendala oleh ketersedia­an alat reagen yang saat ini masih harus impor,” ujar Hammam. Ia menyebutkan, paling cepat pada 10 Mei 2020 sudah bisa didistribusikan ke rumah sakit serta laboratorium yang menguji spesimen Covid-19.

Di samping alat tes PCR, BPPT bersama dengan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 juga melakukan pengembangan alat lainnya untuk mendukung penanganan virus di Indonesia. Alat tersebut adalah Rapid Detection Test (RDT) Kit yang terdiri dari dua perangkat, yakni RDT Kit untuk deteksi antibodi IgG/IgM, dan RDT Kit untuk deteksi antigen micro-chip.

BPPT bersama tim dari UGM, ITB, dan sejumlah pelaku industri mengembangkan RDT antibodi IgG/IgM dalam bentuk strip. Produk ini mampu mendeteksi secara cepat keberadaan virus Covid-19 dalam waktu 5-10 menit cukup dengan meneteskan darah atau serum pada alat RDT Kit IgG/IgM. “RDT Kit ini didesain menggunakan platform teknologi imunokromatografi yang berbasiskan virus lokal Indonesia, sehingga diharapkan lebih sensitif dan lebih spesifik untuk orang Indonesia dibandingkan produk impor,” Hammam menjelaskan.

Sementara itu perangkat RDT Kit micro-chip merupakan alat pendeteksi antigen yang mampu mendeteksi secara dini (early detection) keberadaan virus Covid-19 pada pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP) dan orang tanpa gejala dengan menggunakan sensor Surface Plasmon Resonance (SPR). Satu micro-chip dapat mendeteksi sekaligus delapan sampel dari hasil swab. “Meski demikian, alat ini baru akan diproduksi dalam jangka waktu 1 tahun, karena pekerjaannya lebih rumit dan lama dibandingkan yang berbasis antibodi,” katanya.

Hammam mengatakan, RDT Kit hasil pengembangan tim UGM akan diproduksi di tahap awal kurang lebih sebanyak 10.000 unit RDT Kit –yang akan dilakukan oleh PT Hepatika Mataram– paling lambat pada Mei 2020. Selanjutnya 100.000 RDT Kit akan diproduksi paling lambat bulan Juni 2020.

Mengenai penggunaan teknologi AI untuk penanganan Covid-19, menurut Hammam, akan dilakukan TFRIC19 melalui Sub-tim Artificial Intelligence. Prinsip kerjanya, berdasarkan data X-Ray dan CT-Scan dari pasien yang positif dan negatif Covid-19, akan dibangun model AI. Selanjutnya model ini dapat digunakan untuk membantu mendeteksi dini pasien dengan validasi dari radiolog dan dokter guna menjadi landasan pengambilan keputusan dan kebijakan oleh pejabat yang berwenang. “Diharapkan sistem yang dikembangkan ini akan melengkapi atau bersifat komplemen terhadap pengujian berbasis PCR, maupun whole genome sequencing Covid-19 Indonesia,” kata Hammam.

Sementara itu, untuk membantu pasien terinfeksi virus corona yang mengalami gangguan pernapasan, BPPT juga telah mengembangkan ventilator portabel semi-automatic. Produk ini mengadopsi desain open source yang dikembangkan di Eropa dengan modifikasi sesuia material dan komponen yang ada di pasar lokal.Ventilator portabel ini menggunakan ambu bag (alat untuk memompa oksigen atau pipa berkatup). Cara kerjanya: ambu bag ini akan dipompa dengan alat yang dimekanisasi menggunakan motor listrik yang dikendalikan secara otomatis.

Ventilator

Guna mengantisipasi kebutuhan terhadap produksi massal, BPPT juga telah menjalin kesepakatan dengan tiga industri nasional dari kalangan BUMN dan swasta. Saat ini BPPT sedang melakukan uji fungsi dan klinis oleh yang dijalankan oleh tim dokter yang berasal dari rumah sakit BUMN dan rumah sakit swasta.

Hammam menyebutkan diperkirakan kebutuhan ventilator di Indonesia pada saat puncak pandemi akan lebih dari 70.000 unit. Padahal, sementara ini jumlah ventilator yang tersedia di rumah sakit di seluruh Indonesia diperkirakan tidak sampai 7.000 unit.

Foto : Sumber BPPT

Inovasi lain yang dikembangkan BPPT adalah membangun Laboratorium Keamanan Level 2 (Bio-Safety Level 2) mobile dengan kontainer yang ditargetkan beroperasi pada akhir Mei 2020. Laboratorium mobile ini akan dikirimkan ke berbagai daerah untuk memudahkan pelaksanaan uji PCR dalam rangka mendeteksi Covid-19. Mobile lab BSL 2 ini juga telah mengikuti standar WHO yang dilengkapi sejumlah peralatan untuk mendukung pemeriksaan swab Covid-19, antara lain: peralatan PCR untuk tes swab Covid-19, bio-safety cabinet, dan sistem pemprosesan limbah medis.

Di luar itu, belum lama ini BPPT juga sudah meluncurkan Covid Track, yakni aplikasi untuk memonitor keberadaan pasien positif Covid-19 dalam rangka melindungi tenaga medis. Melalui aplikasi ini, ketika seorang dokter akan melakukan anamnesa dan mulai mendata pasien, berdasarkan NIK yang dimasukkan, dokter akan tahu apakah pasien tersebut sudah pernah terdata sebelumnya. Bila data menunjukkan bahwa pasien berstatus PDP atau konfirmasi positif, aplikasi akan mengirimkan notifikasi ke dokter, untuk mengambil tindakan preventif.

Boleh dibilang, berbagai inovasi yang dihasilkan tersebut merupakan hasil upaya anak bangsa melalui super team yang di­pimpin BPPT dengan menggandeng berba­gai stakeholder ABCG (academician, business, community, government).

“Persembahan BPPT untuk menanggulangi Covid-19 adalah membangun ekosistem inovasi teknologi dengan cepat, agar produk kesehatan dihasilkan secara mandiri,” ujar Hammam. Menurutnya, konsorsium ini menjadi wujud nyata kolaborasi quadruple helix atau yang dikenal dengan sebutan kolaborasi ABGC. “Saya optimistis seluruh komponen bangsa dapat bergotong-royong menghadapi pandemi ini,” katanya yakin.§


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved