Business Update

LISHIA ERZA Tertantang Membantu Menaikkan UKM Indonesia

LISHIA ERZA Tertantang Membantu Menaikkan UKM Indonesia

visi untuk membantu memajukan UKM dalam negeri mendorong Lishia Erza menerima tantangan sebagai CEO PT ASYX Indonesia setelah sebelumnya selama 15 tahun berkarier di luar negeri. Sejak 2018, Lishia bergabung dengan ASYX, per­usahaan integrasi bidang rantai pasokan yang berbasis di Indonesia dan Singapura. Ketika pertama bergabung, dia ditugaskan sebagai chief commercial officer, dan kemudian pada Agustus 2019 dipromosikan sebagai CEO.

Lishia Erza, CEO PT. ASYX Indonesia

Meski terbilang masih muda, Lishia sudah kenyang pengalaman kerja di level internasional. Sebelum di ASYX, dia pernah bekerja di perusahaan Hong Kong, negara Eropa, dan Singapura, termasuk dalam kegiatan pengembangan UKM.

“Saya pada suatu titik berpikiran kenapa saya justru memajukan UKM-UKM di negara lain dan tidak balik ke Indonesia mengembangkan UKM Indonesia,” Lishia mengenang keputus­annya bergabung dengan ASYX Indonesia.

Sebagai perusahaan layanan keuangan dan kolaborasi rantai pasok, ASYX menghubungkan pembeli, penjual, pemasok, distributor, dan lembaga keuang­an. Melalui teknologi berbasis web yang aman, ASYX memfasilitasi pelanggan hingga memungkinkan pembayaran awal ke pemasok, pembayaran terlambat (late payment) ke distributor pembeli korporat, dan anjak piutang (factoring) ke perusahaan besar.

“ASYX mengkhususkan diri dalam mendigitalkan rantai pasok berbasis lahan, khususnya FMCG dan bisnis pertanian,” Lishia yang pernah terpilih sebagai Global Top 5 Women in Supply Chain ini menjelaskan.

Saat pertama masuk di ASYX, dia mewarisi kondisi perusaha­an yang sulit bernapas. “Mati tidak, hidup pun tidak, perusaha­an terbebani banyak utang,” katanya mengenang. Sebab itu, yang dia lakukan pertama kali, membereskan utang dan menyehatkan keuangan. “Kami bisa membayar utang-utang karena pertumbuhan klien kami 2-3 kali lipat sejak 2018,” ungkapnya.

Selain menangani supplay chain management di berbagai sektor seperti ritel, keuangan/perbankam, agroindustri, dan lingkungan, ASYX juga fokus pada sektor UMKM

Lishia bersyukur kini per­usahaannya sudah tidak punya beban utang lagi. Salah satu prinsip manajemennya: mencetak omzet itu penting, tetapi juga harus dilihat aspek bottom line profitabilitasnya agar keuangan perusahaan selalu dalam kondisi sehat.

Dalam memimpin ASYX, peraih gelar MA bidang Social & Global Justice dari University of Nottingham (Inggris) ini mengaku sangat people centric, terlebih di masa pandemi ini. “Kami sangat concern dengan keamanan dan keselamatan karyawan,” ujarnya. Karena itu, dia memutuskan memberi karyawan jatah vitamin rutin tiap bulan dan membolehkan peralatan kerja dibawa pulang oleh karyawan agar mereka nyaman bekerja.

Di awal pandemi, pihaknya juga tetap membayar THR kar­yawan dan tidak mengurangi gaji karyawan sampai sekarang. Dia pun tidak mem-PHK-kan karyawan, dan tahun lalu malah menambah enam karyawan.

Di bidang SDM, salah satu terobosan baru Lishia, tiap kar­yawan baru di ASYX akan ditemani seorang buddy (pendam­ping). “Supaya ada teman yang bisa diajak diskusi, ditunjuk seorang buddy. Ini belajar dari pengalamana kerja saya saat di Hong Kong,” ungkap wanita yang juga aktif sebagai pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini.

Lishia juga membuat kebijakan open door policy. Di masa pandemi, open door dilakukan melalui teknologi, digunakan platform untuk diskusi, melalui platform Slack. Komunikasi dengan CEO pun tidak kaku.

Dalam memimpin per­usahaan, dia sangat mementingkan menjaga trust. “Saya sudah sampaikan ke karyawan bahwa trust and respect merupakan nilai yang menjadi kunci sukses perusahaan. Karyawan harus dipandang sebagai orang yang berkarya, bukan sekadar bekerja. Untuk berkarya, dibutuhkan kepercayaan, mereka bukan robot,” katanya menegaskan.

Menurutnya, saling percaya antara CEO dan tim menjadi kunci sukses jalannya per­usahaan. CEO pun harus dipandang dengan respek, dan bahwa keputusannya adalah yang terbaik bagi perusahaan.

Kini, di ASYX, tugas utama Lishia yaitu mendigitalkan UKM di Indonesia agar mampu bertransaksi dengan perusahaan yang lebih besar. “Saya percaya mereka belum paham teknologi walaupun media sosial sudah masuk ke pelosok Indonesia. Pengelola UKM harus lebih paham bahwa teknologi bukan sekadar beli barang online, namun juga bagaimana bisa bertransaksi, bisnis bisa berkelanjutan,” dia menandaskan.

Sebab itu, pihaknya berusaha meningkatkan pengetahuan UKM, termasuk bagaimana aspek pembiayaan (financing)-nya dan bertransaksi secara modern dengan para buyer luar negeri. Lishia meyakini isu utama UKM di Indonesia bukan soal tidak adanya pasar, tetapi karena bottle neck yang menjadi penghambat. “Di sini keahlian ASYX, kami melakukan value creation untuk mengurai bottle neck,” ujarnya.

Saat ini mayoritas klien ASYX memang masih merupakan klien besar. Namun, dalam tiga bulan terakhir klien UKM mulai bermunculan. Saat ini pihaknya sedang mendekati SMESco untuk melihat dan mengembangkan potensi UKM di Indonesia, termasuk dalam hal pembiayaan.

Lishia yakin, 15 tahun peng­alaman kerjanya di level internasional akan sangat berguna ketika membantu UKM di Indonesia agar bangkit dan meningkatkan level bisnisnya. Terlebih, Lishia yang oleh Bank UBS pernah dipilih sebagai salah satu wanita Indonesia paling inspiratif di tahun 2018 ini juga berpengalaman membantu pengembangan merek-merek ternama di Asia Pasifik dan di Amerika Serikat ketika masih bekerja di sebuah agensi di Hong Kong.§


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved