Business Update

OCHA, Proyek Transformasi 40 Tahun Dwi Sapta

OCHA, Proyek Transformasi 40 Tahun Dwi Sapta

Memasuki HUT ke-40, DwiSapta memperkenalkan proyek OCHA (Omni Channel Agency), yang menjadi titik awal kebangkitan kedua menyongsong 40 tahun berikutnya. Inilah bentuk transformasi DwiSapta untuk berkembang lebih besar, mampu melihat jauh ke depan, dan menjadi mercusuar bagi merek-merek yang dibangunnya.

Adji dan Maya Watono mengikuti secara online acara ulang tahun DwiSapta ke-40, yang menghadirkan para future leaders DwiSapta

Peringatan ulang tahun ke-40 DwiSapta bisa dibilang sederhana. Diselenggarakan secara virtual karena pandemi, acara hanya dihadiri founding father DwiSapta, Adji Watono, dari Perth, Australia; generasi kedua, putri pertama Adji Watono, Maya C. Watono, yang menjabat sebagai Country CEO Dentsu Indonesia dari Bali; serta seluruh manajemen dan karyawan DwiSapta, baik secara online maupun offline di seputaran Jakarta.

Walaupun sederhana, acara yang berlangsung pada 27 Mei lalu itu sesungguhnya punya arti mendalam bagi Adji Watono, founding father yang melahirkan DwiSapta tahun 1981. Adji mengaku terharu menyaksikan semangat, spirit, dan komitmen DwiSapta untuk maju dan berkembang tidak berubah. “Semangat kami untuk berkembang masih menyala-nyala seperti puluhan tahun lalu, ketika DwiSapta masih sulit dan masih berjuang agar bisa eksis,” ungkap Adji yang merasakan deja vu.

Padahal, DwiSapta sekarang berbeda dengan DwiSapta 40 tahun lalu. DwiSapta sekarang adalah agensi periklanan terintegrasi terbesar di Indonesia dengan sekitar 40 klien perusahaan ternama dan 150 merek ikonik di Tanah Air. Hampir tidak ada agensi lokal yang mampu menandingi gerak langkah DwiSapta yang cepat dan dinamis ini. “Semangat kami tidak akan berubah. Kami tetap harus fight until the end. Selalu begitu,” kata Adji mantap.

Adji yang sekarang menjadi Chairman Dentsu Indonesia mengibaratkan daya juang DwiSapta seperti banteng ketaton (banteng terluka). Hal itu akan terus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. “Kami tidak akan menyerah, walaupun harus mengeluarkan darah, keringat, dan air mata,” kata Adji berapi-api.

Ayah dua putri itu meyakini, dengan berjuang keras dan pantang menyerah, peluang akan selalu ada. “Bagaimanapun caranya untuk survival, kami akan lakukan. Just do it. Pokoknya, kami harus menang,” demikian tekadnya.

Semangat DwiSapta itu juga tecermin dalam tema HUT kali ini, “Next Level Begins at 40”. Sebuah tekad men-challenge diri sendiri agar berdiri tegak lebih tinggi melihat ke depan dengan cakrawala yang lebih luas dan bijaksana.

“Tagline ini kami ciptakan untuk mengingat bahwa kami harus tetap tumbuh dan berkembang. Kami berdiri lebih tinggi bukan untuk tepuk dada, melainkan agar kami bisa melihat lebih jauh untuk bisa menjadi mercusuar bagi merek-merek yang kami bangun,” papar Erwin Airlangga, COO DwiSapta, salah satu inisiator tema acara.

Menurut pria yang bergabung dengan DwiSapta sejak Januari 2013 itu, perjalanan DwiSapta menjadi seperti sekarang bisa dibilang fenomenal dan spektakuler. Sosok Adji Watono yang istimewa, menurut Erwin, sangat mewarnai wajah DwiSapta hingga detik ini. Adji yang memiliki soft skill kuat terbukti menjadi salah satu faktor pendorong tumbuhnya DwiSapta selama ini. “Tidak semua agensi punya soft skill sekuat DwiSapta,” ungkap Erwin yang sebelumnya telah malang melintang di perusahaan periklanan di Jakarta.

Hingga di satu titik, Erwin melihat, soft skill DwiSapta sudah sampai batas limitnya. Klien-klien DwiSapta yang dibesarkan dari soft skill ―disebut relationship-based client— juga semakin terbatas jumlahnya. Di saat itulah, Adji beruntung mendapat suntikan darah segar yang notabene putrinya sendiri yang bergabung di tahun 2006. “Maya datang membawa misi lebih dalam lagi, yaitu kemampuan hard skill serta kemampuan menggaet professional-based client,” demikian analisis Erwin melihat kompetensi Maya.

Dalam pandangannya, soft skill dan hard skill inilah yang membuat DwiSapta sukses sampai titik sekarang. “Kombinasi soft skill dan hard skill inilah yang menjadi keunikan atau diferensiasi DwiSapta saat ini,” ungkapnya.

Bagi Erwin, kekuatan Adji dan Maya memiliki masanya sendiri-sendiri. Namun, menjadi menarik ketika dua kekuatan besar itu berkumpul di satu masa. “Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan yang dimiliki DwiSapta saat ini,” ujarnya.

Erwin menunjukkan contoh bagaimana strategi tumbuh itu berjalan optimal di DwiSapta. Pertama, dari segi Adji sebagai generasi pertama, ia sangat percaya pada filosofi “improve all the time”. Adji juga sangat adaptif terhadap kebaruan, selama dalam benaknya masuk akal sehingga memungkinkan untuk membuat gebrakan baru. Untuk itu, Adji juga bersedia merugi jika tindakan yang dipilih ternyata tidak menguntungkan.

Prinsip Adji, melakukan kesalahan tidak menjadi masalah; yang penting, bergerak maju dan kemudian memperbaiki kesalahan. “Daripada tidak mau melakukan sesuatu, maka ia pun tidak akan pernah belajar,” kata Erwin menirukan pesan Adji.

Kedua, semua pihak meyakini, transformasi adalah pilihan terbaik untuk maju dan berkembang. Bahkan, sejak awal membangun kerajaan bisnisnya, Adji selalu mengusung semangat transformasi itu. Setidaknya, sejak hadir empat dekade lalu, DwiSapta telah melalui empat kali transformasi; mulai dari era Marketing 1.0 hingga era Marketing 4.0.

Nah, transformasi kali ini berbeda. Digodog oleh tim internal leader DwiSapta, dengan mempertimbangkan kebutuhan strategi komunikasi yang relevan dengan zaman sekarang, lahirlah proyek OCHA. Menurut Erwin sebagai salah satu penggagasnya, OCHA singkatan dari Omni Channel Agency, yaitu agensi yang menjadikan layanan digital sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari layanan konvensional yang sudah ada.

Dulu, kata Erwin, banyak klien yang berpikir, digital bakal menggantikan above the line (ATL). Sehingga, ketika ingin membuat produk digital, mereka akan mencari agensi spesifik di digital dan tidak perlu mengeluarkan anggaran di ATL. Pemikiran ini menimbulkan salah persepsi. Kompetensi komunikasi dikotak-kotakkan dalam kompartemen yang berbeda, antara ATL, BTL (below the line), digital, dan sebagainya.

Lambat laun, klien semakin mature dan agensi juga semakin banyak belajar. Ketika disadari bahwa kebutuhan komunikasi sekarang semakin mengarah pada hypersegment yang memiliki ciri personalisasi yang kuat atau segmen-segmen kecil, maka dibutuhkan beragam platform komunikasi pemasaran digital yang mampu melayani perbedaan konteks. “Nah, inilah momen yang tepat untuk memperkuat digital yang cikal bakalnya sudah dimulai pada 2012,” kata Erwin.

DwiSapta yakin, ke depan digitalisasi akan mewarnai seluruh aktivitas komunikasi dan periklanan di Tanah Air. Teknologi digital bukan sekadar tools lagi, melainkan telah menyatu (enabler), menjadi bagian dari komunikasi itu sendiri.

“Dengan segala pemikiran itu, proyek OCHA kami luncurkan,” ujar Erwin. Ia berharap, ke depan, tidak boleh lagi terjadi pengkotak-kotakan atau kompetensi spesialisasi. “Semua talent harus memiliki kompetensi yang sama, yaitu ahli komunikasi yang dipakai untuk semua channel, apa pun channel itu,” katanya. Dan pada akhirnya, DwiSapta bukan advertising agency, bukan PR agency, bukan pula digital agency, melainkan Omni Channel Agency.

Adji Watono memahami situasi yang berkembang ini. Adji pun menyadari bahwa rumah DwiSapta akan terus membesar. Maka, bukan hanya Adji dan Maya yang akan menjadi pilar-pilarnya. Rumah besar itu membutuhkan pilar-pilar penyangga yang lebih banyak jumlahnya.

Sebagai pilar utama, Adji punya komitmen akan terus bergotong royong membantu pilar-pilar lainnya, para future leader DwiSapta (berjumlah 15 orang), membangun kekuatan DwiSapta.

“Masa depan DwiSapta bukan lagi di tangan saya saja, melainkan di tangan kami, generasi tua dan generasi muda bergotong royong menciptakan masa depan DwiSapta yang lebih baik lagi,” kata Adji meyakinkan.§

Author : Dyah Hasto Palupi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved