PT Sasa Inti

Temukan Talenta Sesuai dengan Kultur Baru CARE

Temukan Talenta Sesuai dengan Kultur Baru CARE

Sebagai perusahaan yang sudah 52 tahun berdiri, tidak mudah bagi PT Sasa Inti (Sasa) untuk lincah mengikuti perkembangan zaman yang usia pegawai produktifnya sudah mulai dimasuki oleh generasi milenial yang kritis, ditambah lagi seringnya perusahaan ini dipersepsi sebagai perusahaan yang kuno, dari generasi “emak-emak” oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya informasi mengenai MSG (Monosodium Glutamat) serta stigma mengenai “micin” juga memberikan tantang­an tersendiri bagi Sasa untuk berkiprah dalam persaingan bisnis dewasa ini.

Regina Karlina (HR Operational Services) PT Sasa Inti (Kiri), Agus Sudarmoko (Head of HR) PT Sasa Inti (tengah), Widiyanto Irawan (HR Manager for Sasa Jakarta) (Kanan)

Menurut Agus Sudarmoko, Head of Human Resources (HR) Sasa, persepsi tersebut juga menjadi salah satu tantangan dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja di perusahaan. “Perusahaan kami harus ada usaha yang cukup keras untuk mendapat kandidat yang diinginkan,” ung­kap Agus kepada SWA.

Selain persepsi, recruitment cost yang sangat tinggi juga menjadi salah satu tantangan yang dihadapi tim HR Sasa. Bagaimana tidak, sebagian besar proses rekrutmen di Sasa menggunakan head-hunter yang berbiaya mahal. Rekrutmen cara ini juga menghabiskan waktu karena prosesnya yang bertingkat dan terpisah. “Sering dalam prosesnya tidak berjalan efektif, terjadi berulang-ulang, sehingga lama waktunya. Hal ini kerap mengakibatkan perusahaan kehilangan kandidat potensial,” kata Agus tentang pengalaman rekrutmen sebelumnya.

Populasi Gen Y dan Gen Z yang semakin dominan di bursa kerja juga menjadi salah satu tantang­an dalam mendapatkan kandidat yang tepat. Agar menarik minat mereka, Sasa beradaptasi dengan berubah menjadi perusahaan yang lebih dinamis agar relevan dengan generasi baru ini. “Jumlah Gen Y dan Z saat ini mencapai setengah dari keseluruhan pekerja aktif. Jadi, kami harus membuat cara kerja yang sesuai dengan minat dan aspirasi me­reka,” Agus menjelaskan.

Namun Sasa menyadari bahwa kelangsungan bisnis menjadi perhatian besar terutama di era Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA), sehingga perusahaan harus mempunyai strategi yang mampu melahirkan transformasi dan inovasi. HR Sasa juga ikut melakukan transformasi besar-besaran. “Kami mengubah peran HR bukan sekadar admin expert, tapi juga menjadi business partner dan agent of change juga,” Agus menegaskan.

Langkah pertama yang dilakukan dalam bertransformasi adalah dengan menyelaraskan visi-misi, goal, serta Key Performance Index (KPI). Selama ini setiap pabrik Sasa memiliki visi, misi, dan goal-nya sendiri. Kini, semua pabrik dan seluruh kar­yawan dibuatkan strategic direction, rencana eksekusi, hingga KPI individu secara terintegrasi.

Setelah menentukan arah, langkah berikutnya adalah membangun nilai-nilai. Sebelumnya, komitmen karyawan Sasa terhadap perusahaan adalah “yang penting menjalankan pekerjaan”. Kemudian, di tahun 2019, perusahaan memperkenalkan nilai-nilai yang harus dimiliki karyawan untuk mencapai objektif perusahaan. “Kami membuat nilai-nilai baru, mengadakan selebrasi, dan memperkenalkannya ke semua karyawan (total 1.540 orang) melalui town hall,” kata Agus.

Sebagai konsekuensi dari nilai-nilai baru tersebut, Agus menjelaskan bahwa timnya harus selalu aktif mengenalkan visi-misi serta goal perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan., khususnya kandidat karyawan. Oleh karena itu, dari awal perusahaan menjadikan proses rekrutmen in line deng­an product branding sehingga talenta yang ditemukan sesuai dengan kultur perusahaan yang baru.

“Kami juga merumuskan Employee Value Preposition (EVP), serta mengkomunikasikan mengapa talenta memilih bekerja di Sasa, bukan perusahaan lain, agar dapat menarik dan mempertahankan talenta yang tepat,” papar Agus. EVP yang dirumuskan ini merupakan komponen utama strategi employer branding sekaligus mempertegas positioning dan rencana strategis perusahaan.

EVP Sasa adalah “Happiness is Sasa”. Meskipun terlihat sederhana, namun makna dari happiness di sini sangat luas dan dalam serta dapat menjelaskan mengapa mereka harus bergabung dengan Sasa. Menurut Agus, ada dua macam bahagia yang harus dirasakan SDM Sasa, yakni bahagia di lingkung­an kerja dan bahagia dengan produk Sasa.

Happiness di dalam lingkung­an kerja dimaksudkan mendorong pengalaman bekerja yang kreatif dan dinamis, yang memberikan ruang untuk me­nyalurkan gagasan demi kemajuan bersama tanpa melupakan work-life balance; dengan memakai cara kerja yang tidak mengabaikan aspek lainnya seperti kehidupan kerja, pribadi, keluarga, spiritual, dan sosial.

Adapun membangun happiness dengan produk dimaksudkan agar setiap karyawan memiliki kebanggaan pada produk Sasa. “Bangga bahwa Sasa merupakan merek yang kuat, market leader di beberapa product category, ini harus sampai ke karyawan,” kata Agus tandas. “Sebagai local product yang meng­uasai pasar lokal dan mulai eksis di mancanegara, diharapkan hal itu akan membuat talenta-talenta baru bangga bekerja di perusahaan ini,” demikian harapan Agus.

Agus juga mengakui bahwa kini muncul harapan dari talenta-talenta baru yang menginginkan bekerja di lingkungan yang menghasilkan produk yang tak hanya memberikan keuntungan finansial semata, melainkan juga yang dapat memberikan kebahagiaan untuk sesama, lingkungan masyarakat, dan alam. Mereka menginginkan perusahaan bukan saja mengejar bisnis, tetapi juga melakukan langkah-langkah konsep 3P+1B: people, planet, profit, dan branding, melalui kegiatan CSR.

“Nah, kami pun mewujudkan harapan tersebut melalui kegiatan branding yang berbeda dengan sebelumnya. Kami ingin membangun persepsi berbeda di mata Gen Y dan Gen Z,” kata Agus. Maka, pihaknya kerap melakukan co-branding, untuk mempertegas nilai-nilai baru itu.

Seiring dengan upaya perusahaan menjalankan employer branding program, dengan serangkaian kegiatan baik online (media sosial) maupun melakukan aktivasi dan kunjung­an langsung, tim HR menjalin kerjasama dengan beberapa universitas secara eksklusif, kolaborasi dalam hal peluang magang, CSR, penelitian ilmiah, dan mentoring terhadap mahasiswa. “Saat ini, kerjasama dengan Universitas Brawijaya, Atma Jaya, dan Binus,” ujar Agus.

Ia berharap program magang memberikan pengalaman kepada mahasiswa dan calon karyawan bahwa Sasa memang benar tempat bekerja yang me­nyenangkan, nyaman, keren, serta profesional. Program magang dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan latar belakang studi, sehingga mahasiswa pun akan lebih siap saat diminta terjun langsung ke lapangan. Dengan adanya program magang, mahasiswa yang mengikuti program menjadi lebih kompeten di bidangnya, tidak hanya teori saja namun juga praktik langsung di lapangan.

Selain program magang, Sasa pun menawarkan program beasiswa untuk karyawan dan mahasiswa, serta program kunjungan ke kantor dan pabrik Sasa. Tidak tanggung-tanggung, Sasa aktif memberikan sharing session ke kampus-kampus untuk membangun citra positif bekerja di Sasa. “Semua kegiatan tersebut kami komunikasikan melalui media sosial seperti LinkedIn, Instagram, dan media cetak,” kata Agus. Pihaknya menggunakan LinkedIn sebagai bagian dari rekrutmen sejak Maret 2019. “Sebelumnya, kami konvensional, beriklan di media lalu dipanggil dan seterusnya proses rekrutmen,” katanya terus terang.

Dengan demikian, kini aktivitas HR bukan lagi proses admistrasi, melainkan sudah bertindak sebagai business partner dan agent of change bagi perusahaan. Sebagai mitra bisnis, HR memiliki alat tes rekrutmen yang terhubung dengan budaya perusahaan. Proses rekrutmen dicocokkan dengan permintaan user dengan kompetensi yang dimiliki kandidat. Kompetesi yang dimiliki bukan saja teknis, tetapi juga kompetensi soft yang sesuai dengan budaya organisasi.

Nilai-nilai yang baru tersebut juga menciptakan CARE: Courage, Action Oriented, Respectful, dan Enthusiastic sebagai Sasa Basic Mentality. Saat ini, Sasa juga mengembangkan alat tes yang menyambung dengan Sasa Basic Mentality, yaitu melalui sederet pedoman perilaku yang menggambarkan CARE itu. Sasa memiliki alat tes psikologis yang dibangun khusus untuk kebutuhan di Sasa dengan mengacu pada keempat value tersebut, dan tes dilakukan secara online yang memudahkan kandidat pada saat pengerjaannya dan mempersingkat jadwal pertemuan antara kandidat dan pihak user/tester. “Jadi, ini merupakan bagian dari e-recruitment tools di Sasa,” ujar Agus.

Sebagai agent of change, HR Sasa harus meyakinkan dan mengajari semua lini organisasi langkah apa saja yang ditempuh untuk melakukan perubahan dalam hal komunikasi perubahan talent acquisition strategy, training interviewing skill ke user, dan memberi pemahaman tentang coaching dan conseling. HR juga mendorong mewujudkan Employee Champion melalui program-programnya, yaitu Employee Referral Program dan On Boarding Program untuk karyawan baru.

Dalam Employee Referral Program Sasa melibatkan karyawan dalam proses rekrutmen. Langkah ini bertujuan meningkatkan keterlibatan dan engagement karyawan terhadap organisasi. Karyawan dapat mengusulkan kepada HR kandidat yang dibutuhkan organisasi. Program ini selain meningkatkan engagement karyawan juga menguntungkan karyawan karena jika kandidat yang diusulkan lolos dalam proses seleksi, mereka akan mendapat reward.

Sebelumnya, karyawan baru hanya mendapatkan ID card perusahaan. Sejak 2019, Sasa juga menerapkan On Boarding Program, semacam sesi singkat (selama satu minggu) untuk memahami visi-misi perusahaan, apa job desc-nya, bersama HRD lalu dikirim ke user masing-masing. Tujuan on boarding program, karyawan baru merasa diterima dan menjadi bagian dari tim, memastikan karyawan baru memiliki informasi dasar agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik, membantu karyawan baru mengerti organisasi secara luas, serta membantunya memulai sosialisasi dengan perusahaan.

Agus mengakui, kini tidak lagi menebar iklan ke banyak media untuk menjaring ta­lenta. Sekarang Sasa memilih lebih selektif dalam rekrutmen. Misalnya, memanfaatkan media internal/kampus, biro kemahasiswaan, alumni, dan kelompok aktivitas mahasiswa untuk menjaring talenta fresh graduate unggulan.

Lalu, Kalibrr dan Indeed menjadi target untuk menjaring pelamar fresh graduate pula. JobsDB dan JobStreet dipilih untuk pelamar konvensional dan profesional. LinkedIn dipakai untuk menjaring pelamar yang memiliki jam profesional yang tinggi atau justru generasi milenial. Adapun Instagram dipakai untuk pelamar dari generasi milenial. “Dengan cara itu, kami menghemat waktu rekrutmen,” kata Agus yang telah mere­gistrasi proses rekrutmen ini dengan ISO 9001/2015, agar apa yang ditransformasikan ini tetap terjaga dan konsisten.

Bagaimana hasilnya? Dampak transformasi terhadap bisnis sangat menggembirakan. Berdasarkan hasil riset AC Nielsen di akhir 2019, brand image dan brand equity Sasa naik. Selain itu, persepsi masyarakat terhadap perusahaan juga berubah, Sasa kini diakui sebagai perusahaan yang mo­dern dan profesional. “Ini juga terlihat ketika kami membuka lowongan pekerjaan, kini lebih cepat, viewer-nya bisa sampai lebih dari 10 ribu,” ujar Agus bangga.

Hanya dalam waktu enam bulan, akun LinkedIn Sasa sudah diikuti puluhan ribu followers. Oleh sebab itu Linkedln memberikan penghargaan ‘Employer Brand Best in Class 2019 kepada Sasa dalam acara Linkedln Celebrates Indonesia atas prestasi dalam mengelola konten yang memiliki sinergi antara recruitment, culture, employee activities dan company program.

Selain itu, recruitment cost turun drastis dibandingkan tahun 2018. Waktu rekrutmen juga lebih singkat karena adanya online recruitment dan alat tes online. Kini database menjadi lebih variatif, karena media yang digunakan juga variatif. Yang paling menggembirakan adalah turnover karyawan setelah masuk di 2019 sampai sekarang yang melalui masa percobaan nol. Artinya, tidak ada kar­yawan baru yang gagal di masa percobaan. Hingga saat ini, Sasa memiliki 2200 karyawan yang tersebar di Jakarta, Probolinggo, Cikarang dan Minahasa Selatan.

Sukses transformasi Sasa berimbas pada sukses penjualan produknya. Kedua bisnis Sasa, MSG dan produk non-MSG —food & seasoning mix, seperti kaldu siap saji, tepung bumbu, sambal (condament), dan santan (bubuk dan cair)– berhasil tumbuh menawan. “Pertumbuhan sales Sasa di 2019 mencapai yang pertumbuhan yang cukup signifikan hingga 19% dibandi­ngkan tahun sebelumnya,” ungkap Agus.§

Author : Dyah Hasto Palupi & Herning Banirestu


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved