Business Update

Transformasi GDPS: Agar Lebih Gesit Menggarap Peluang Bisnis di Luar Grup Garuda

Transformasi GDPS: Agar Lebih Gesit Menggarap Peluang Bisnis di Luar Grup Garuda

Tak ingin tergantung pada pendapatan yang bersumber dari perusahaan afiliasi, Garuda Daya Pratama Sejahtera mentransformasi bisnis, organisasi, dan budaya. Inovasi pun dilakukan agarjasa yang ditawarkannya memberikan nilai tambah bagi mitra bisnis.

Disrupsi di dunia bisnis, yang disebabkan oleh perkembangan teknologi digital dan pandemi Covid-19, mengharuskan banyak perusahaan di Indonesia mentransformasi bisnis agar tetap tumbuh di tengah situasi yang penuh ketidakpastian dan perubahan yang sangat cepat ini. Demikian juga PT Garuda Daya Pratama Sejahtera (GDPS), melakukan transformasi agar mampu menangkap berbagai peluang bisnis.

GDPS ―anak usaha PT GMF AeroAsia Tbk. sekaligus cucu usaha PT Garuda Indonesia Tbk.― didirikan pada 22 Januari 2019. Awalnya, bergerak di bisnis labour outsourcing (LO).

Mohamad Arif Faisal, Direktur Utama GDPS, me­ngatakan, persaingan di bisnis LO sangat ketat karena pemainnya sangat banyak. “Jika kita bermain di sana, akan terjadi perang harga. Selain itu, di sisi perkembangan bisnis, dunia aviasi sedang menurun akibat pandemi. Sehingga, kami harus melakukan transformasi,” dia menjelaskan.

Sampai saat ini, pendapat­an GDPS memang masih didominasi kontrak bisnis de­ngan perusahaan terafiliasi (Grup Garuda). Dia berharap, pendapatan yang bergantung pada perusahaan di dalam Grup Garuda semakin lama semakin mengecil.

Dikatakan Arif, ada tiga transformasi yang dilakukan GDPS, yakni transformasi bisnis, transformasi organisasi, dan transformasi budaya. Dari sisi bisnis, tadinya sebagai LO diubah menjadi business process outsourcing (BPO).

Menurutnya, di BPO tidak terlalu banyak pesaing. “Namun, dari sisi kualitas, persaingannya meningkat karena pesaingnya merupakan per­usahaan besar, baik nasional maupun multinasional. Otomatis GDPS harus mampu sejajar, bahkan melebihi me­reka,” katanya tandas.

Yang kedua, transformasi organisasi. Arif menjelaskan, pihaknya harus bisa beradaptasi dengan perubahan. “Karena itu, organisasi di GDPS dibuat lebih stream line,” ujarnya. Komisaris dan direksi sebelumnya masing-masing berjumlah tiga orang. Sekarang, komisaris hanya satu dan direksi dua orang.

Arif, selain sebagai Dirut, juga membawahi/membidangi sebagai Direktur SDM dan Keuangan. Sementara, satu orang lainnya, Rachmad Arif Binantoro, sebagai Direktur Bisnis dan Operasio­nal. Level di bawahnya, yakni vice president (VP), hanya empat orang, selain Sekretaris Per­usahaan dan Risk Management.

“Jadi, dari sisi organisasi, kami stream line dan mengikuti lini bisnis. Dengan organisasi seperti itu, kami memotong lapisan secara signifikan. Bisa dibilang organisasinya menjadi lebih ramping,” Arif menegaskan.

Harapannya, dengan organi­sasi yang lebih ram­ping, GDPS bisa lebih lincah dan adaptif. “Kami lahir di masa pandemi, sehingga harus bertahan dan berkembang. Pengambilan keputusan pun diharapkan bisa lebih cepat dan lincah,” katanya.

Selain itu, proses bisnis juga berubah, dari yang tadinya operasional menjadi market driven. Misalnya, ketika ada permintaan A, mereka berdiskusi terlebih dahulu secara internal, bisa menangani ataukah tidak. Fungsinya pun diubah, dari supporting unit menjadi business enabler.

Dari sisi budaya, karena masih merupakan turunan BUMN, GDPS juga mengadopsi budaya AKHLAK: Amanah, Kompeten, Harmonis, Lo­yal, Adaptif, dan Kolaboratif. Menurut Arif, budaya tersebut sejalan de­ngan proses transformasi yang dilakukan perusahaan ini.

“Kami harus sejajar dengan nilai GMF dan Garuda. Kami mendorong karyawan agar transformasi bisa berjalan de­ngan sukses, sehingga saya dituntut untuk bisa menyampaikan segala sesuatunya de­ngan jelas. Sehingga, karyawan bisa sejajar dengan program yang akan dijalankan. Jika saya tidak bisa memberikan ke­jelasan akan tujuan, karyawan akan berjalan sendiri-sendiri,” ung­kapnya.

GDPS memang tidak mau terpaku pada bisnis LO. “Jika hanya terbelenggu dengan LO, terlalu banyak pemainnya dan kami pun tidak berkembang. Di sisi lain, kami lahir, tumbuh di dunia aviasi. Mau tidak mau, kami harus mengembangkan bisnis, bukan hanya di dari sisi aviasi, tetapi juga non-aviasi. Jadi, bisnis kami terbagi menjadi dua, yakni aviasi dan non-aviasi,” Arif menerangkan.

Sebenarnya, menurut dia, meski bertransformasi dari bisnis LO ke BPO, pada dasarnya semua berawal dari manpower. Dan, pengembangan manpower, kami dukung dengan teknologi dan berbasiskan Health Safety Security and Environment (HSSE), sehingga GDPS mampu menjadi BPO. Maka, perusahaan ini pun siap menjadi mitra strategis bagi perusahaan (customer) dengan memberikan solusi yang customized sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik perusahaan, baik dalam bentuk paket berbasis SLA (Service Le­vel Agreement) yang disepakati maupun paket dukungan sumber daya manusia.

Dia optimistis, transformasi yang dijalankan itu bisa berjalan baik. Sebab, menurutnya, GDPS lahir dari dunia aviasi yang sarat dengan teknologi, compliance, dan kompetensi yang tinggi, sehingga banyak kompetensi yang bisa dikembangkan. Bisnis BPO yang dijalankannya berbasis kompetensi, HSSE (Health, Safety, Security, Environment), dan teknologi. GDPS tidak sekadar menawarkan cost efficiency, melainkan sistem solusi yang bisa memberikan value added bagi customer. Bahkan ke depan, dalam memberikan pelayanan kepada customer, perusahaan ini akan mengimplementasikan sistem dengan menggunakan big data.

Dengan memadukan manpower dan teknologi tersebut, Arif berharap bisnis GDPS makin berkembang. “Kami meng­usung slogan ‘When People Meet Technology’. Bukan berarti teknologi menggantikan manusia, tapi bagaimana pertemuan teknologi dan manusia bisa menjadi pendorong bisnis per­usahaan,” dia menerangkan. Maka, perusahaan ini pun melakukan sejumlah inovasi untuk bisa menawarkan jasa-jasa yang tercakup dalam BPO tersebut.

Inovasi tersebut kemudian menghasilkan sejumlah jasa yang diawali dengan kata “Beyond”. Misalnya, Beyond Facility (integrated facility mana­gement) ―dengan subbrand BeyondClean dan BeyondFresh; BeyondSecure (integrated security management); Beyond­Trusted (Integrated Employee Handling Solutions); BeyondSky (aviation solution); serta BeyondCare (Consultancy and Manpower Support). Apa yang berbeda dari la­yanan tersebut diban­dingkan layanan sejenis dari perusahaan lain?

Arif memberikan contoh BeyondClean, jasa disinfektasi ruangan dan gedung. Pada dasarnya, perusahaan lain ada yang memberikan layanan seperti ini. Namun, GDPS membungkusnya de­ngan teknologi. Artinya, pelaksanaannya dibantu dengan teknologi dan direkam dengan jelas. Di ruangan atau gedung disediakan barcode yang bisa digunakan untuk mengecek kapan ruangan atau gedung tersebut dilakukan disinfektasi.

Dengan demikian, konsumen akan merasa nyaman karena mendapatkan kejelasan melalui teknologi. “Jika ada kerusakan, konsumen hanya tinggal memfoto dan mengirim ke aplikasi, sehingga kami bisa langsung memperbaikinya. Data tersebut diletakkan di cloud dan akan bisa diolah melalui big data,” katanya.

Pengembangan produk kami selanjutnya adalah BeyondFresh. BeyondFresh adalah layanan Indoor Air Engineering yang kami buat sebagai solusi pencegahan transmisi virus di kantor, gedung, dan fasilitas lain. Didukung oleh teknologi yang diadopsi dari aerodinamika pesawat, BeyondFresh mampu membersihkan ruangan dari bakteri dan virus berbahaya dan membuat ruangan menjadi lebih sehat, aman, dan nyaman. Yang terbukti menekan resiko penularan menjadi sangat kecil, 1 banding 27juta.

Contoh lainnya, BeyondSecure, jasa security management, juga dikemas dengan teknologi. Melalui aplikasi tersebut, konsumen akan mengetahui jadwal dan rute patroli, laporan pada saat bertugas, dll. Sehingga, ketika terjadi se­suatu, konsumen bisa melihat semua data meng­enai security di aplikasi.

Arif menambahkan, GDPS memiliki tim inovasi yang merupakan gabungan dari tim operasional, yakni empat orang di bidang pengembangan bisnis dan empat orang mena­ngani teknologi informasi. “Teknologi yang ditanamkan di jasa kami kembangkan secara mandiri. Namun, ada beberapa teknologi yang dikembangkan secara kolaborasi. Tetapi, lebih banyak kami yang mengembangkan teknologinya sendiri,” ungkapnya.

GDPS mengampanyekan layanan yang ditawarkannya dengan branding “Beyond Expectation”. Branding yang dijalankan ini mencerminkan semangat dalam memberikan nilai tambah bagi konsumen.

“Beyond expectation harus dijiwai terlebih dahulu oleh para personel GDPS, semangat­nya harus sama. Sebelum diluncurkan, kami matangkan konsepnya sampai ke produknya, kemudian baru melakukan kampanye,” kata Arif.

Kampanye tersebut dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial. Selain itu, pihaknya juga mengadakan webinar dan presentasi. “Termasuk, meyakinkan per­usahaan dalam Grup Garuda untuk menggunakan jasa kami,” ujarnya.

Dan, SDM yang terlibat dalam bisnis GDPS pun, baik lini bisnis aviasi maupun non-aviasi wajib memiliki sertifikasi dan mendapatkan pelatihan. Secara organisasi, pekerja harus terdaftar di asosiasi. “Karena jumlahnya banyak, sekitar 20.000 orang, dan tersebar di 55 kota, secara bertahap dari posisi yang paling krusial kami sekolahkan untuk mendapatkan sertifikasi,” katanya.

Selain itu, GDPS juga meng­undang para ahli di bidangnya untuk memberikan sharing session. “Kami memberdayakan resources yang ada, namun kami juga melakukan rekrutmen sesuai permintaan klien. Lainnya, kami juga berkola­borasi dengan provider lain,” ungkapnya. Status karyawan tergantung pada pelanggan, ada perjanjian kerja waktu tertentu untuk mengerjakan proyek tahunan, kemitraan untuk proyek bulanan, atau harian lepas.

Transformasi yang dijalankan GDPS tersebut mulai memperlihatkan hasil. Di luar Grup Garuda, menurut Arif, ada beberapa perusahaan yang sudah deal, termasuk perusahaan ternama. Sampai saat ini, industri yang menggunakan jasa GDPS sudah beragam, mulai dari ecommerce, BUMN, instisusi keuangan, manufacturer, dan salah satu unicorn terbesar di Indonesia.

Dalam roadmap yang dibuat, di tahun 2020 pendapat­an dari perusahaan terafiliasi mencapai 89%. Dengan menggarap perusahaan non-afiliasi, diharapkan tahun 2023 kontribusi perusahaan terafiliasi turun menjadi 68%.§

Pada akhir 2020, Mohamad Arif Faisal didapuk untuk memimpin PT Garuda Daya Pratama Sejahtera (GDPS). Sebenarnya, dia sudah berkarier di Grup Garuda selama kurang-lebih 28 tahun. Arif masuk ke PT Garuda Indonesia Tbk. pada 1993, kemudian tahun 2002 dipindah ke PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Space Tbk. setelah perusahaan ini di-spin off dari Garuda.Jabatan terakhirnya di GMF adalah Senior Vice President Penjualan dan Pemasaran. “Saya beruntung karena banyak pindah ke divisi yang berbeda-beda, termasuk ke bagian keuangan, sekretaris perusahaan, dan operasional,” katanya.Di bawah kepemimpinannya, GDPS meraih sejumlah penghargaan, antara lain Transformasi Bisnis dan Organisasi Terbaik III 10th Anugerah BUMN 2021, dan The Most Promising Company in Strategic Marketing BUMN Marketeers Award 2021. Arif pun tercatat sebagai salah satu orang yang mengantarkan GMF Go Public pada 2017 ketika menjabat sebagai VP Corporate Secretary.Bagi eksekutif yang juga merupakan Certified Financial Planner dan Qualified Wealth Planner ini, penugasan sebagai CEO GDPS justru merupakan kesempatan bagus. “GDPS merupakan perusahaan baru dan kami membangunnya dari awal. Justru lebih enak untuk membangun arah bisnisnya,” ungkapnya.Tantangannya antara lain bagaimana membangun infrastruktur dan kelengkapan organisasi. Namun, di saat yang bersamaan harus bertahan dan mengembangkan bisnis.“Waktu awal saya ditugaskan, langkah awal yang dilakukan adalah pemetaan organisasi sehingga bisa memenuhi good corporate governance. Secara paralel, kami melakukan transformasi bisnis,” tutur lulusan Magister Manajemen Universitas Satyagama tahun 2013 ini.Arif merasa beruntung memimpin perusahaan yang karyawannya paling banyak dari kalangan milenial, meskipun dia harus berusaha bisa berbaur dengan mereka. “Ini perpaduan yang sempurna. Milenial memiliki kecepatan yang luar biasa, sementara generasi senior memiliki expertise dan wisdom. Inilah yang coba kami padukan,” kata lulusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan Bandung ini.Baginya, yang terpenting adalah kejelasan. “Kejelasan dari pemimpin adalah keharusan, bagaimana menyampaikan visi-misi, strategi, dan tujuan. Saya cukup dekat dengan karyawan, sehingga cukup mudah bagi saya berbaur dengan mereka. Karyawan pun lancar menyampaikan idenya kepada saya,” Arif menuturkan. Di GDPS, dia memimpin 88 orang di manajemen dan sekitar 20.000 karyawan alih daya yang tersebar di 55 kota di Indonesia.§


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved