Corporate Action

Holding Farmasi Terbentuk, 3 BUMN Farmasi Berbagi Tugas

Konferensi pers pembentukan holding BUMN Farmasi di Jakarta
Konferensi pers pembentukan holding BUMN Farmasi di Jakarta, Rabu 5/2/2020 (Foto: ANTARA/Aji Cakti)

Kementerian Badan Usaha Milik Negara baru saja rampung membentuk usaha induk (holding) bidang farmasi dengan menetapkan PT Bio Farma sebagai induk usaha. Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan setelah holding terbentuk, anggota yang terdiri dari Kimia Farma dan Indofarma tetap fokus pada inti bisnis (business core) masing-masing untuk memberikan kontribusi terhadap ketahanan farmasi nasional.

“Sebelum ada holding, overlapping produk masih tinggi, khususnya produk Kimia Farma dan Indofarma bisa beririsan hingga 80 persen. Sementara Bio Farma akan fokus fokus sebagai produsen vaksin dan antisera,” tutur Honesti di Jakarta, Rabu 5 Februari 2020.

Menurut Honesti, pembentukan holding tersebut bisa memperkuat kemandirian industri farmasi nasional, salah satunya menurunkan ketergantungan impor bahan baku obat atau active pharmaceutical ingredients (API) menjadi 75 persen. Selama ini, kata dia, sebanyak 90 persen bahan baku obat masih diimpor sehingga menekan devisa negara.

Honesti mengatakan mahalnya biaya obat terjadi karena keterbatasan jalur didistribusi akibat rantai pasok yang masih dikelola parsial. Selain itu, kurangnya riset dan pengembangan juga turut memukul ketergantungan bahan baku obat dari luar negeri. Padahal, kata dia, riset bisa meningkatkan kapasitas produksi dan meluncurkan produk baru.

“Untuk itu, research and development juga akan jadi fokus kami untuk menekan produk impor dan membentuk ketahanan farmasi, ” ujar Honesti.

Direktur Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan akan berkontribusi dan mendukung terhadap hilirisasi dari produk masing-masing perusahaan. Apalagi, Kimia Farma saat ini memiliki rantai bisnis dari hulu ke hilir, baik itu retail farmasi, distribusi, laboratorium diagnostik, hingga klinik kesehatan. Saat ini, kata Verdi, Kimia Farma memiliki 11 pabrik. Pada 2018, Kimia Farma baru saja menyelesaikan satu pabrik baru dan diharapkan bisa dioptimalkan pada tahun ini.

“Tantangan utama adalah industri kimia dasar. Harapan kami koordinasi dengan Kemenperin sangat intens supaya (pabrik) relateqd antara kimia dasar dengan bahan baku,” tutur Verdi.

Untuk pengembangan bahan baku, kata Verdi, perusahaan membutuhkan kompetensi dari negara penghasil API atau bahan baku. Saat ini, Verdi mengatakan telahl membuat peta jalan (roadmap) kebutuhan bahan baku obat. Rencana ini, ujar Verdi, membuat investor asing tertarik pada pasar bahan baku obat. Ia mengklaim sudah ada 18 industri bahan baku obat mendaftar kepada Kementerian Kesehatan.

“Kami yakin dengan adanya keterbukaan investasi bahan baku ini, baik industri BUMN dan swasta, akan bersinergi menurunkan bahan baku impor,” tutur Verdi.

Adapun Indofarma memiliki tiga fokus bisnis, pertama obat-obatan, alat kesehatan, dan produk herbal. Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto mengatakan untuk obat-obatan, nantinya Indofarma akan produkai yang sifatnya melengkapi produk Kimia Farma. Selain itu, Arief mengatakan Indofarma memiliki visi untuk menjadi perusahaan yang ikut bergerak di bidang pengembangan alat kesehatan yang saat ini kontribusi impornya masih tinggi.

“Kami akan memperbesar porsi pendapatan dari produk alat kesehatan hingga 30 persen, dari yang sebelumnya hanya 10 persen,” ujar Arief.

Saat ini, kata Arief, Indofarma telah menyiapkan lahan seluas 20 hektare di kawasan Cibitung, Bekasi, untuk pengembangan kawasan industri alat kesehatan. Industri tersebut, kata dia, akan dirancang dengan mengutamakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga di atas 50 persen. “Kami akan kerja sama operasi, baru setelahnya akan masuk sebagai joint venture,” ujar Arief.

Untuk produk herbal, Arief mengatakan Indofarma sudah memiliki pabriknya sejak 2003. Namun, kapasitas produksinya masih belum optimal karena tingkat utilisasinya masih 30 persen. Menurut dia, pasar obat tradisonal nantinya akan ditingkatkan apalagi Indonesia memiliki keanekaragaman hayati melimpah yang bisa dijadikan bahan baku. “Kami berharap bahan baku obat tradisional ini bisa menjadi salah satu alternatif pengobatan masyarakat seperti pasar obat Cina,” kata Arief.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved