Corporate Action

Jurus BTN Dongkrak Permodalan

Jurus BTN Dongkrak Permodalan
Direktur Keuangan & Treasury BTN Nixon LP Napitupulu,(kedua dari kiri) di sela-sela diskusi Menyambut Spin Off Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BTN, Dampaknya pada Bisnis dan Industri Rumah Rakyat di Hotel Grand Inna, Yogyakarta.

Berbagai strategi dilakukan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) untuk memenuhi kebutuhan modal tahun 2020. Diakui Direktur Keuangan & Treasury BTN Nixon LP Napitupulu, Bank BTN menyiapkan sejumlah rencana aksi korporasi untuk menjaga permodalan. Misalnya, penerbitan surat utang berupa subdebt pada akhir tahun 2019, sekuritisasi aset, pendirian anak usaha dan rights issue tahun 2020.

Dalam acara diskusi bertema “Menyambut Spin Off Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BTN, Dampaknya pada Bisnis dan Industri Rumah Rakyat di Yogyakarta, Nixon menambahkan untuk memenuhi retrospektif modal ini rencananya awal 2020 aksi permodalan melalui subdebt di 2019 sebesar Rp 3-5triliun dilakukan melalui junior Global Bond dan pinjaman subordinasi.

Untuk pinjaman subordinasi direncanakan dilakukan bersama dengan PT Sarana Multigriya Finance (SMF) sebesar Rp3 triliun dengan jangka waktu 5-7 tahun. “Action permodalan melalui subdebt diperlukan untuk melanjutkan kontribusi BTN pada Program Sejuta Rumah dan tambahan likuiditas di saat kondisi likuditas ketat perbankan masih berlanjut,” katanya.

Sedangkan untuk rencana sekuritisasi aset Bank BTN, merupakan alternatif sumber pembiayaan untuk meningkatkan kapasitas Bank BTN dalam pemberian kredit baru. Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan isu pembiayaan saat ini yaitu jangka waktu pembiayaan yang pendek, suku bunga yang fluktuatif dan jumlah pembiayaan yang terbatas.

Direncanakan Sekuritisasi Aset yang bersumber dari penjualan aset BTN dengan suku bunga tetap. “Action permodalan melalui sekuritisasi aset diperlukan untuk meningkatkan kapasitas Bank BTN dalam pemberian kredit baru dan mengurangi risiko kredit, risiko likuiditas & risiko suku bunga,” kata Nixon.

Hanya saja, rencana penyertaan modal masih mengalami kendala, misalnya akuisisi PNM Investment Management yang masih menunggu izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pengambilalihan PT Sarana Papua Ventura (SPV) masih terkendala kurang kondusifnya situasi di Papua.

Sedangkan untuk penyertaan modal di bidang usaha asuransi yakni di Jiwasraya Putra masih menunggu adanya investor strategis yang akan menguasi 65% saham. Adapun BTN akan diberi porsi saham sekitar 20%, Telkomsel 13% dan sisanya untuk PT KAI serta Pegadian.

Untuk memuluskan spin off menurut Nixon dibutuhkan dana sekitar Rp4,5-Rp5 triliun untuk modal BTN Syariah. “Beberapa opsi sedang kami kaji untuk melakukan spin off antara lain mengakuisisi bank syariah lain, merger dengan bank BUMN syariah dan mendirikan anak usaha baru,” ujarnya.

Terkait rencana, spin off (pemisahan) unit usaha syariah (BTN Syariah) menjadi Badan Usaha Syariah (BUS), Budi Satria, Direktur Consumer Banking Bank BTN, yakin aksi ini bakal mendongkrak kinerja bank yang fokus pada pembiayaan perumahan tersebut.

Diakui Budi, selama ini kinerja unit usaha syariah (UUS) BTN sudah sangat baik, namun karena masih berupa unit usaha sehingga ruang untuk ekspansi sangat terbatas. Untuk itu, diharapkan dengan menjadi entitas bisnis yang berdiri sendiri ruang gerak BTN Syariah dalam mengembangkan bisnisnya ke depan akan semakin besar.

Karena, bila BTN Syariah sudah menjadi perseroan terbatas (PT), untuk kebutuhan pembiayaan banyak pilihan yang bisa diambil, salah satunya, dengan melakukan go public atau penawaran umum saham perdana. Selain itu, BTN Syariah juga bisa menerbitkan berbagai instrumen produk pasar modal seperti obligasi ataupun KIK dan lain-lain. “BTN Syariah akan menjadi satu-satunya bank syariah dengan core business-nya sama dengan induknya, sehingga infrastrukturnya lengkap,” kata Budi.

Menanggapi berbagai aksi korporasi yang akan dilakukan BTN, menurut Pengamat pasar modal Haryajid Ramelan, membuat saham dengan kode BBTN tersebut layak untuk dikoleksi dalam jangka panjang. “Aksi korporasi ini tentu membuat kinerja BTN semakin baik, sehingga investor akan tertarik untuk bisa mengoleksi saham Bank BTN,” katanya.

Ia menambahkan, adanya BTN Syariah yg masuk dalam core business yang sama dengan induknya dengan cara syar’i, menjadikan masyarakat tidak lagi berpindah bank. “Besarnya masyarakat muslim yg mulai hijrah ke instrumen syariah memberikan peluang besar bagi BTN Syariah,” tutur Haryajid.

Apalagi dengan lesunya pasar properti saat ini dengan pembiayaan konvensional, tentu akan bagus jika dilakukan pembiayaan secara syariah. Banyaknya yang beralihnya dari instrumen konvensional ke instrumen syariah menjadi ceruk tersendiri bagi BTN Syariah.

“Pembiayaan syariah maupun penyimpanan secara syariah menunjukkan tren peningkatan, tentu hal ini tak akan disia-siakan oleh BTN yang selain selama ini bermain di sektor properti dan juga demand yang masih besar,” kata Haryajid lagi.

Dari sisi kinerja, hingga akhir Juni 2019, BTN Syariah mencatatkan pertumbuhan aset di level 19,67% (yoy) menjadi Rp 29,17 triliun. Kenaikan aset tersebut disokong peningkatan pembiayaan sebesar 16,54% (yoy) menjadi Rp 23,16 triliun per Juni 2019. Dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 18,15% (yoy) menjadi Rp23,03 triliun pada akhir Juni 2019. Dengan capaian kinerja tersebut, per Juni 2019, BTN Syariah meraup laba senilai Rp 105,23 miliar.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved