Financial Report

Laba HSBC Anjlok 38%

Laba HSBC Anjlok 38%

Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC) dalam laporan kinerja keuangan kuartal 1 2012 mencatat penurunan laba bersih 38% dari US$ 4,15 menjadi US$ 2,58 miliar . Penurunan terjadi akibat beban tagihan pajak yang lebih besar, klaim asuransi yang tinggi dan sejumlah kewajiban bank yang harus dipenuhi.

Beban pajak usaha membengkak dari US$ 491 juta menjadi US$ 1,39 miliar . Sedangkan klaim asuransi dan kewajiban meningkat US$ 836 juta. Sementara itu, laba operasional bank yang bermarkas di London dan Hong Kong ini nyaris tak tumbuh atau tak bergerak di angka US$ 20,44 miliar.

Dalam sambungan telekonferensi, Group Chief Executive HSBC Holdings Stuart Gulliver dan Group Finance Director Iain McKay yang dilakukan di Jakarta, melaporkan secara global, bisnis perbankan eceran dan manajemen kekayaan perseroan tumbuh 109% menjadi US$ 2 miliar. Untuk perbankan komersial tumbuh 15% menjadi US$ 2,2 miliar, sedangkan perbankan global dan pasar naik 7% menjadi US$ 3,1 miliar.

Penyaluran kredit sepanjang kuartal 1 2012 hanya tumbuh 0,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena kredit di Amerika Utara turun 2%. Sementara itu dana pihak ketiga tumbuh 2%.

HSBC kawasan Asia Pasifik sendiri mencatat kinerja keuangan yang cukup baik di antaranya HSBC Hong Kong, China, India, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Laba sebelum pajak HSBC Asia Pasifik naik 24% menjadi US$ 2 miliar.

“Indonesia bagi HSBC sangat potensial karena selain itu pasar di sini besar dan belum jenuh, potensi pertumbuhannya juga tinggi. RoE di Indonesia masih tinggi ini karena spread income-nya masih tinggi. Bunga yang ada masih cukup tinggi tapi cukup untuk menopang pertumbuhan kredit,” ujar Head of Global Markets HSBC Indonesia, Ali Setiawan.

Sementara itu mengenai rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan pembatasan kepemilikan saham mayoritas di perbankan, HSBC sudah memiliki beberapa skenario menghadapi aturan tersebut. “Kami sudah melakukan diskusi internal dan sudah membicarakan beberapa skenario tapi belum bisa sebutkan. Kami kan juga punya bank lokal, Bank Ekonomi,” ujar Ali.

Dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, pasar Indonesia masih sangat besar untuk digarap. Malaysia dan Singapura menurut Ali sudah terbilang sudah jenuh. (Lila Intana/EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved