Capital Market & Investment

Indeks Diproyeksikan Menguat Terbatas

Indeks Diproyeksikan Menguat Terbatas

Indeks Harga Saham Gabungan pada Rabu pekan ini berpotensi menguat seiring dengan masih mengalirnya dana asing (capital inflow). Level IHSG pada penutupan perdagangan Selasa kemarin turun 0,29% menjadi 5.627 poin dari perdagangan di hari sebelumnya di level 5.664 poin. Laju indeks pada Rabu ini diproyeksikan tumbuh di kisaran 5.698 poin, menurut William Surya Wijaya, pengamat pasar modal PT Asjaya Indosurya Securities.

Saham-saham emiten infrastruktur, perbankan, barang konsumsi dan telekomunikasi dipertimbangkan investor untuk dikoleksi pada perdagangan tengah pekan ini. William menyebutkan laju IHSG dalam jangka pendek masih berpotensi menguat dalam level terbatas. “Namun untuk jangka panjang masih terlihat potensi penguatan yang cukup besar, mengingat sisi fundamental perekonomian kita yang masih cenderung stabil terlihat dari data perekonomian yang telah dan akan terlansir, hari ini IHSG berpotensi menguat,” ujar William di Jakarta, Selasa (11/4/2017).

Kenyakinan itu juga dituturkan PT BNP Paribas Investment Partners yang optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin pesat di tahun ini. Vivian Secakusuma, Presiden Direktur BNP Paribas Investment Partners, mengatakan perekonomian Indonesia akan berangsur membaik dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat di tahun 2017. “Kami ingin mengajak para investor untuk terus memantau perkembangan pasar modal beserta peluangnya di tahun ini,” ujar Vivian. Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2017 diproyeksikan tumbuh 5,05%. Program Tax Amnesty yang berakhir pada akhir Maret silam diharapkan dapat membantu Pemerintah mencapai target penerimaan pajak dalam jangka pendek dan dapat memperkuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depannya.

Perekonomian Indonesia menunjukan tanda-tanda pemulihan yang tercermin melalui meningkatnya pertumbuhan cadangan devisa luar negeri Indonesia sebesar 13% menjadi US$ 114 milliar per Februari 2017). Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat relatif stabil di kisaran Rp 12.950 hingga Rp 13.700 pada satu tahun terakhir dan ditutup di level Rp 13.473 pada akhir tahun 2016. Selain itu aliran dana asing ke pasar obligasi pemerintah Indonesia juga meningkat 17,7% mencapai Rp 692 Triliun (per Februari 2017). Tingkat inflasi dan suku bunga yang rendah yang saat ini berlangsung diharapkan mampu mendongkrak daya beli konsumen.

Adapun sentimen eksternal, semisal peningkatan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), BNP Paribas Investment Partners menilainya sejauh ini dampak yang ditimbulkan oleh pasar global cenderung tak berlangsung lama. Janet Yellen, chairman The Fed berencana untuk menaikkan suku bunga secara bertahap untuk mengakomodir pertumbuhan ekonomi yang sehat, dan inflasi yang mendekati 2%, tanpa membiarkannya bertumbuh terlalu cepat (overheat).

Lukman Otunuga, Research Analyst FXTM, menyebutkan IHSG dapat menghadapi tekanan jual apabila risiko geopolitik memperburuk ketidakpastian politik dan perkembangan seputar Donald Trump yang telah mempengaruhi persepsi investor. Aliyahdin Saugi, Direktur dan Head of Equity BNP Paribas Investmen Partners, menimpali perusahaannya memilih untuk lebih fokus pada perusahaan yang stabil dengan prospek pertumbuhan jangka panjang. “Kami melihat sektor konsumen, telekomunikasi, kesehatan serta sektor otomotif dan perbankan sebagai sektor-sektor yang berpotensi di tahun ini,” ucap Aliyahdin. Proyeksi ini berdasarkan pernghitungan terhadap prospek pertumbuhan dan disesuaikan dengan faktor makro ekonomi, tingkat valuasi sektor dan risiko pasar. Aliyahdin mengingatkan investor untuk tetap mewaspadai kemungkinan pengaruh dari kondisi politik global, termasuk kebijakan perdagangan AS yang cenderung berorientasi pada pengelolaan pasar domestik (inward looking) dan mencermati pemilu di Jerman dan Perancis.

Tren Positif

Investor menyakini tren positif dan perkembangan pasar saham sepanjang tahun ini. Aliyahdin mengemukakan perusahaanya di tahun ini fokus pada pertumbuhan pendapatan emiten (earnings growth) dan mengamati potensi peningkatan marjin emiten. “Dengan asumsi tingkat imbal hasil obligasi 10 tahun di kisaran 7,5% hingga 8%, dengan tingkat pertumbuhan pendapatan perusahaan sebesar 13-14% di tahun 2017, berdasarkan perhitungan nilai wajarnya kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat tembus mencapai 5.900 hingga 6.000 poin di tahun ini,” tukasnya.

Ekonom PT Bahana Sekuritas, Fakhrul Fulvian, menyebutkan ketahanan fiskal Indonesia cukup solid yang salah satunya tercermin daro membaiknya tren pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi tetap berada pada 5,0% di tahun 2016. Tahun lalu, pemerintah melakukan pengetatan anggaran sehingga defisit transaksi berjalan Indonesia tahun lalu menjadi lebih baik pada 1,8% dari produk domestik brutto (PDB) atau sebesar US$ 16,3 miliar. Bandingkan dengan pencapaian 2015, defisit masih tercatat sebesar 2% dari PDB atau sebesar US$ 17,5 miliar.

Tahun ini, Fakhrul memperkirakan defisit akan naik menjadi 2,1% dari PDB seiring dengan ekspansi perekonomian. Naiknya defisit ini bukanlah hal yang menakutkan bagi investor sepanjang kenaikan tersebut diikuti dengan pertumbuhan ekonomi dan membaiknya efisiensi baik di sektor publik dan swasta. ”Hal yang menjadi perhatian investor dalam jangka panjang adalah langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam menjaga ketahanan fiskal diantaranya dengan menyesuaikan harga minyak di dalam negeri sesuai dengan kenaikan harga minyak global, khususnya untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubdi, dan menaikkan komposisi belanja modal” ungkap Fakhrul.

Pasalnya, jika harga minyak global dalam setahun ke depan naik namun harga BBM bersubsidi tidak ikut naik sesuai dengan harga pasar, maka hal ini akan mengganggu kestabilan anggaran pemerintah. Padahal pemerintah sendiri telah menetapkan penyesuaian harga BBM bersubsidi dalam UU, disesuaikan dengan kenaikan harga minyak global. Saat ini, dengan harga minyak global yang telah naik ke kisaran US$ 50/barel, namun dengan rupiah yang cenderung menguat belum ada urgensi untuk menaikkan harga BBM. Namun kondisi bisa saja berubah jika harga minyak terus meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi dunia, membuat suatu saat kenaikan harga BBM akan tiba.

Konsistensi pemerintah menjaga kestabilan fiskal dengan konsisten menjalankan UU akan dipandang positif oleh pasar. Bahana memperkirakan pada akhir tahun ini, harga minyak dunia kemungkinan naik ke kisaran US$ 55/barel. Tahun depan, harga ini diperkirakan akan naik lagi. ”Pasar akan merespon positif bila pemerintah merespon kenaikan harga minyak global dengan menaikkan harga BBM bersubsidi ketika prospek harga minyak meningkat, karena ini memberikan sinyal kebijakan fiskal pemerintah yang prudent dan berkelanjutan,” jelas Fakhrul.

Untuk kasus Indonesia, pasar obligasi saat ini lebih melihat keberlanjutan perbaikan kebijakan fiskal pemerintah yang secara jangka panjang akan mempengaruhi prospek nilai tukar rupiah dan inflasi. “Sepanjang kebijakan fiskal pemerintah prudent dan berkelanjutan, pasar tidak akan bereaksi secara berlebihan terhadap prospek kenaikan inflasi, dikarenakan persepsi resiko Indonesia akan mengalami perbaikan,” terang Fakhrul. Ia juga menambahkan tren jangka panjang, inflasi barang bergejolak dan inflasi inti Indonesia secara tahunan terus menunjukkan adanya trend penurunan. Menaikkan harga BBM memang bukan hal yang mudah bagi Indonesia sebab kenaikan harga BBM biasanya akan langsung di respon dengan kenaikan harga barang lainnya termasuk harga-harga bahan pokok, yang pada akhirnya memicu kenaikan inflasi. Namun perusahaan sekuritas pelat merah ini meyakini, kenaikan inflasi yang terjadi seiring dengan ekspansi ekonomi, bukanlah momok yang menakutkan bagi pasar sepanjang kenaikan itu terkendali sesuai dengan koridor target Bank Indonesia dan sejalan dengan siklus percepatan ekonomi. Dalam hal ini, terlaksananya program infrastruktur pemerintah akan sangat penting untuk menjaga sisi suplai dari perekonomian (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved